Berita Kampus

Minim Partisipasi, Pemira FK Kembali Aklamasi

Pemira di Fakultas Kedokteran (FK) telah dimulai sejak proses pendaftaran pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK pada 16 September.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar : Istimewa

SKETSA - Satu lagi fakultas yang menggelar pesta demokrasi saat pandemi Covid-19 berlangsung. Dilansir dari laman Instagram @dpmfkunmul, Pemira di Fakultas Kedokteran (FK) telah dimulai sejak proses pendaftaran pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FK pada 16 September. Agenda ini berakhir dengan ditetapkannya Gubernur dan Wakil Gubernur BEM FK Unmul yang terpilih pada Senin (9/11).

Rupanya, dibalik acara tersebut tersirat persiapan yang panjang dalam menyukseskan jalannya Pemira. Ketika diwawancarai oleh Sketsa, Ketua Komisi Penyelenggara Pemilu Raya (KPPR) Mahy Ragib menjelaskan bahwa persiapan telah direncanakan sejak bulan Maret lalu dengan terus memantau situasi untuk menyesuaikan keadaan serta peluang dalam melaksanakan Pemira secara luring atau daring.

Namun, turunnya surat dari rektorat mengenai peringatan untuk tidak berkegiatan di kampus hingga akhir tahun nanti membuat pihak KPPR mengambil langkah cepat dan memutuskan Pemira tahun ini dilakukan secara daring.

Pertama kalinya mengadakan Pemira secara daring membuat pihaknya melakukan penyesuaian untuk menyusun persiapan. “Menyiapkan niat yang jelas. Kemudian yang kedua adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan broadcasting serta iklan yang menarik di media sosial untuk mengajak KM (Keluarga Mahasiswa) berpartisipasi,” ungkapnya via LINE pada Sketsa, Kamis (19/11).

Ia menjelaskan, jika terdapat lebih dari satu pasangan calon maka akan disiapkan mekanisme yang berbeda pula untuk pemilihannya. Yakni dengan menyiapkan kode verifikasi yang berbeda untuk setiap orangnya, kemudian dikirimkan ke email masing-masing kepada semua pemilik akun yang tercantum dalam DPT. Selanjutnya, akan disediakan Google Form untuk memilih dan memasukkan kode verifikasi pada form tersebut.

Hingga perpanjangan pendaftaran dilakukan, sayangnya hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar. Mereka adalah paslon M. Ridho Bagus Pratama dan Aegirine Rafilah Dahlan. Keadaan ini seakan mengulang tragedi tahunan, di setiap pelaksanaan Pemira berlangsung.

Jika ditilik, tragedi calon tunggal sudah terjadi selama dua tahun belakangan. Sehingga civitas academica FK tidak benar-benar merasakan arti dari ‘pesta demokrasi’ yang sesungguhnya. Bahkan ketika ditanya mengenai permasalahan ini, Mahy sendiri sangat menyayangkannya.

“Saya mempertanyakan bagaimana peran upgrading dan pendelegasian mahasiswa. Bahkan sampai keluar kota yang tujuannya meningkatkan skill kepemimpinan mahasiswa, bila ternyata minat memimpin masih saja,” keluhnya.

Pemira kali ini juga menghadapi masalah lainnya, yaitu kurangnya antusiasme dari civitas academica FK. Perhatian mahasiswa terhadap keberlangsungan Pemira ini minim, meski pihak DPM telah mengupayakan berbagai hal. Seperti mengadakan sosialisasi Pemira ke setiap angkatan hingga promosi masif di media sosial. Tetapi, usaha tersebut tak kunjung mengundang perhatian dari mahasiswa.

“Mungkin kami belum maksimal untuk branding kegiatannya, atau bisa juga karena KM yang terlalu fokus untuk belajar,” kata Mahy . 

Selain itu, pihak KPPR akan terus meningkatkan kualitas kinerja serta melakukan konsultasi agar masalah-masalah serupa tidak terulang. “Ada pertemuan dengan WD (Wakil Dekan) 1 dan beliau meminta bahwa masalah ini harus cepat selesai. Paling tidak periode selanjutnya KM FK bisa merasakan pemilihan yang sebenarnya.”

Minim Partisipasi

Lantas, ke mana partisipasi mahasiswa pada Pemira FK tahun ini? Gubernur BEM FK terpilih, M. Ridho Bagus Pratama mengaku bahwa sepinya pencalonan pada Pemira terkendala oleh berbagai faktor. Seperti persoalan akademik dan dukungan dari orang sekitar.

Memang tak bisa dipungkiri, rata-rata mahasiswa Kedokteran sangat berfokus akan kegiatan akademik. Hal inilah yang menjadi penghambat mereka untuk aktif di bidang lain, karena standar kelulusan dalam ujian pun cukup sulit. Selain itu, faktor dukungan dari orang sekitar pun juga sangat berpengaruh.

“Banyak faktor yang mempengaruhi sebenarnya. Kita tidak bisa hanya berfokus karena tidak ada yang maju lalu menyalahkan kaderisasinya. Tidak seperti itu,” ujarnya.

Bertentangan dengan pernyataan Mahy sebelumnya, Ridho menganggap bahwa kaderisasi tidak bisa menjadi patokan seseorang bisa maju melanjutkan estafet kepemimpinan di lembaga eksekutif. Ia menganggap kaderisasi yang ada di BEM FK dari awal sudah cukup baik.

“Karena saya sendiri yang sudah mengikuti kaderisasi BEM, dari awal pun sangat merasakan manfaatnya dan menurut saya kaderisasi yang dilakukan hingga saat ini sangat bagus,” tutupnya. (wuu/fzn)



Kolom Komentar

Share this article