Berita Kampus

Menggugat Pedoman Etika Sivitas Akademika

Ilustrasi kekecewaan mahasiswa mengenai Pedoman Etika Sivitas Unmul. (Sumber: istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Pedoman Etika Sivitas yang diterbitkan Rektorat Unmul pada akhir Desember tahun lalu rupanya menuai kecewa di kalangan organisatoris mahasiswa. Pedoman tersebut dinilai membatasi gerak dan cenderung general untuk diterapkan kepada seluruh mahasiswa Unmul.

(Baca: https://sketsaunmul.co/berita-kampus/mengimani-pedoman-etika-sivitas-akademika/baca)

Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Freijae Rakasiwi mengatakan, pihaknya telah menerima pedoman 36 halaman itu sejak Januari--yang juga telah disosialisasikan di fakultasnya sebulan setelahnya. Namun, saat ditelaah bersama, ternyata ada tiga poin yang menurut Freijae bermasalah dan mesti direvisi.

Pertama, soal aksi demonstrasi di lingkungan kampus yang harus berizin. Kemudian, pembatasan jam malam dan yang terakhir, larangan berkegiatan di luar jam aktif perkuliahan.

"Tiga itu menjadi titik poin inti. Saya sudah sampaikan di depan dekan, dan guru besar saat roadshow," katanya.

Tak sekadar menolak, bersama pihaknya, Freijae telah melakukan pengkajian mendalam selama tiga hari, khusus membahas pedoman ini. Tak mau buang waktu, hanya selang beberapa hari setelah roadshow, revisi pedoman berhasil dirumuskan.

Kendati demikian, berkas revisi itu belum bergerak ke mana-mana. Rencananya, kata Freijae, revisi itu akan diserahkan langsung kepada Komisi Etik Universitas.

"Kita nunggu nih. Kami tantang Pak WR III dan Pak Rektor untuk mengadakan forum terbuka membahas pedoman etika sivitas ini," ucapnya.

 

Ihwal Penolakan Tiga Poin

"Aksi demonstrasi itu haknya mahasiswa berkespresi. Kalau negosiasi kita deadlock, apakah ada jaminan tuntutan kita dipenuhi? Kalau deadlock, pasti bakal aksi," ujar Freijae mengurai alasan demi alasan penolakan.

Adapun, perihal pembatasan jam aktivitas malam di kampus, menurutnya juga berkaitan dengan sistem keamanan di Unmul. Jika ingin diterapkan, Unmul harus aman dulu. Banyak UKM memilih menginap untuk menjaga peralatan, sebab khawatir akan hilang jika ditinggal pulang.

Hal ini makin jadi kemelut karena perbedaan cara pandang definisi "jam malam" di antara birokrat dan mahasiswa. Jam malam menurut birokrat berarti tidak ada sama sekali kegiatan baik agenda, event, maupun aktivitas di sekretariat di atas pukul 22.00. Sedangkan bagi mahasiswa, jam malam berarti tidak ada kegiatan, tapi aktivitas tetap ada, bahkan sulit untuk dihilangkan. Mengingat, pagi hingga siang bahkan sore waktu dihabiskan untuk kegiatan perkuliahan.

"Solusinya ya tetap ada jam malam, tapi keamanan juga harus terjamin. Nah, ini juga muaranya aturan tidak boleh pengaderan di kampus, tidak boleh menginap," paparnya.

Belum tuntas pembahasan student day, muncul lagi larangan berkegiatan di luar jam kuliah. Inilah yang bagi Freijae jadi dasar penolakan poin larangan. Ia membenarkan bahwa dalam aturan akademik batas kegiatan ialah pukul 22.00. Sayangnya, aturan mengenai itu belum disosialisasikan di seluruh fakultas.

"Saya ada dilihatkan sama Pak Encik sebulan lalu, bahwasanya jam 22.00 itu tidak boleh ada aktivitas di kampus. Tapi itu kan tidak disosialisasikan ke seluruh fakultas dan ke teman-teman UKM juga belum. Kayaknya kalau teman-teman UKM tahu, pasti juga nolak," jelasnya.

Lebih lanjut Freijae mengatakan, penolakan-penolakan itu belum termasuk keganjilan lain yang juga ditemukan dalam pedoman. Mulai jenis-jenis pelanggaran yang hanya berangkat dari asumsi, hingga tidak adanya aturan yang jelas mengenai posisi pimpinan fakultas dan universitas, apakah termasuk dosen atau siapa dari objek-objek sasaran pedoman itu.

"Harusnya diperjelas. Di situ juga enggak ada sanksi selain akademik. Siapa penindak juga enggak jelas, yang tahu cuma dekan sama rektor aja," tukasnya.

 

Bau Pembatasan dan Cacat Prosedur

Sepengetahuan Freijae, pedoman etika sebenarnya sudah dibahas sejak 2016. Namun, baru akhir 2017 rampung. Meski begitu, pembatasan jam pakai gedung di kampus sejak 2016 sudah mampu dibacanya sebagai awal mula pembatasan gerak lain di kemudian hari, dan terbukti. 

Di FEB sendiri, gedung hanya boleh dipinjam hingga pukul 18.00, sedangkan untuk hari Minggu, tidak boleh sama sekali. "Usut punya usut muaranya dari sini," katanya.

Freijea juga menduga, lahirnya pedoman tidak lain sebagai produk serupa yang sempat ditolak habis-habisan gerakan mahasiswa se-Indonesia, yakni draf Ormawa. Sebuah draf yang diklaim berisi kebiri atas hak-hak demokrasi mahasiswa. Draf ini sempat ramai dibahas di tataran nasional, tepatnya saat peristiwa 'Kartu Kuning dari Zaadit Taqwa untuk Jokowi'.

Dalam salah satu episode Mata Najwa, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir membantah mengetahui perihal draf tersebut. Hingga kini, tak diketahui kelanjutan draf fenomenal itu.

"Belum sampai di meja saya," jawab Nasir saat ditanya Najwa.

Tidak dilibatkannya mahasiswa dalam proses perumusan pedoman tersebut juga disayangkan mahasiswa angkatan 2014 ini. "Kebiasaan universitas kan memang kalau sudah jadi semua baru dilempar, baru nanti digodok lagi, baru itu kita sibuk di situ, ada lagi yang baru kan gitu. Ini penyakit lama universitas," pungkasnya. (nnd/aml/adl)



Kolom Komentar

Share this article