Berita Kampus

Menambahnya Varian Covid-19, Dosen FK Unmul: Utamakan Vaksinasi dan Double Protection

Perketat protokol kesehatan karena Covid-19 semakin bermutasi.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA – Setiap harinya, pandemi Covid-19 terus meningkat dan semakin mengkhawatirkan. Terhitung, sudah ada 2.950.058 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dengan tingkat kematian sebanyak 2,6% atau 76.200 kasus meninggal dunia per 20 Juli 2021. Tingginya angka kematian ini diduga ada hubungannya dengan varian baru Covid-19 yang beredar sekarang. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menyebutkan, setidaknya ada lima jenis varian baru Covid-19 yang dibagi menjadi 3 varian. Dengan golongan Variant of Concern (VoC), terdapat jenis alpha, beta dan delta sedang dua lainnya adalah Variant of Interest (VoI) yakni varian eta dan kappa

dr. Swandari, Dosen asal Fakultas Kedokteran (FK) Unmul menjelaskan bahwa perbedaan mendasar dari semua varian itu adalah rangkaian ribonucleic acid atau RNA yang terdapat pada masing-masing virus

“Diibaratkan gelang yang ada manik-manik, virus juga ada manik-maniknya atau disebut. RNA atau DNA, manik-manik ini yang kemudian berubah dari segi susunannya atau warnanya sehingga memunculkan banyak varian baru,” jelas Swandari.

Untuk menentukan varian dari masing-masing juga virus, membutuhkan proses yang panjang dan waktu yang lama. Proses tersebut dikenal dengan istilah sequencing atau mengurangi RNA atau DNA (deoksiribonukleat) virus. Pelaksanaannya pun tidak bisa dilakukan di sembarang tempat dan hanya laboratorium resmi saja yang bisa melakukannya. Salah satu contohnya adalah laboratorium Kemenkes yang terletak di Jakarta.

Terbatasnya fasilitas untuk melakukan sequencing ini membuat proses identifikasi untuk mendeteksi varian baru terhambat. Ini karena lamanya waktu yang dibutuhkan, bahkan untuk menguraikan 1 RNA saja membutuhkan waktu 24 jam. Belum lagi, laporan mengenai hal tersebut baru dapat dikeluarkan dalam waktu berminggu-minggu.

“Sebenarnya hingga sekarang, kita tidak pernah tahu varian delta atau variannya India. Kita menebak-nebak saja, ini kenapa gejalanya ringan, kok ini gejalanya berat,” ujarnya yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Timur (Kaltim).

Dirinya menegaskan, bahwa apapun variannya yang diutamakan saat ini adalah melakukan vaksinasi dan menggunakan proteksi lebih. Seperti menerapkan double masker, yaitu memakai masker medis pada bagian dalam kemudian memakai masker kain pada bagian luar. Untuk vaksinasi sendiri, diharapakan bisa mencapai tingkat herd  immunity 70% pada akhir tahun ini. Tingkat tersebut dapat dicapai apabila setidaknya dilakukan vaksinasi kepada 1 juta orang setiap harinya.

Sementara, kepatuhan masyarakat Kaltim untuk mencegah penyebaran Covid-19 ini terbilang cukup baik. Swandari menyatakan, warga Kaltim termasuk ke dalam lima besar provinsi yang mematuhi protokol kesehatan jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Jakarta atau Jawa Timur. Namun, ia tetap menyayangkan bahwa di sini masih ada beberapa daerah yang tak menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

Lantas, ketika disinggung mengenai masyarakat yang hingga saat ini tidak mempercayai adanya Covid-19, dirinya enggan berkomentar.

“Kami di grup IDI hanya bisa berdoa, semoga mereka dapat diberikan kesehatan dan didoakan yang baik-baik saja,” tutupnya. (rkn/wuu/len)



Kolom Komentar

Share this article