Berita Kampus

Mahasiswa Sasindo FIB Keluhkan Kasus Penipuan Buku Bajakan, Penjual Akui Sudah Ganti Rugi

Distribusi buku bajakan oleh sesama mahasiswa FIB

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Sangga/Sketsa

SKETSA — Mahasiswa Sastra Indonesia (Sasindo) FIB Unmul belakangan digemparkan terkait adanya transaksi buku bajakan. Buku penunjang mata kuliah yang diperoleh mahasiswa angkatan 2022 tersebut mereka peroleh dari seorang kakak tingkat (Kating) di fakultas yang sama. Diketahui, buku yang sampai ke tangan pembeli tak sesuai yang diharapkan, sebab buku tersebut merupakan duplikat bukan cetakan orisinal.

Untuk mengonfirmasi hal tersebut awak Sketsa kemudian menghubungi Dewi (bukan nama sebenarnya), salah satu mahasiswa Prodi Sasindo 2022, pada Senin (13/3) lalu. Tutur Dewi, dirinya telah memesan enam buku dengan total harga melebihi sembilan ratus ribu rupiah.  Buku tersebut dipesannya sejak Agustus lalu dan tiba tiga bulan kemudian pada bulan Oktober 2022. 

"Untuk masalah asli atau tidak, memang dari awal si penjual ini tidak ada menjanjikan ke saya. Saya pikir, awalnya semua bukunya ori (asli), tapi ternyata tidak," tutur Dewi ketika diwawancarai secara daring oleh Sketsa melalui pesan teks WhatsApp.

Beberapa teman sekelasnya yang membeli buku dari penjual yang sama turut alami kejadian serupa. Tak terima memperoleh buku bajakan, teman sekelasnya ramai-ramai meminta ganti rugi kepada penjual.

"Si penjual kemudian mengembalikan seratus ribu dari (total) seratus tiga puluh ribu rupiah yang sudah dibayarkan."

Selain itu, Dewi mengaku telah melaporkan kasus tersebut kepada dosen bersangkutan yang diketahui cukup akrab dengan si penjual. Usai mendapat laporan itu, dosen tersebut berjanji untuk memperingatkan sang penjual agar lebih berhati-hati ketika menjual buku, sebab bisa jadi buku bajakan itu berasal dari pemasok.

"Harapan saya adalah agar para mahasiswa yang lain selalu berhati-hati jika ingin membeli buku agar tidak ada lagi korban yang selanjutnya. Lebih baik beli bukunya di Gramedia atau dari penulisnya langsung agar terhindar dari hal-hal yang seperti ini. Lalu untuk penjual, saya harap agar lebih amanah lagi," harapnya.

Kasus yang sama rupanya pernah dialami oleh beberapa mahasiswa Prodi Sasindo angkatan  2021. Berbeda dengan penuturan Dewi, Dini (bukan nama sebenarnya) mengatakan bahwa penjual benar mengaku bahwa buku yang ditawarkan adalah buku orisinal.

"Saya dan teman-teman saya pesan buku ke dia dengan harga dua ratusan ribu (untuk satu buku). Ketika buku itu sampai, tidak semuanya langsung menerima, tetapi dibagi dua sesi," terang Dini ketika diwawancarai secara langsung oleh awak Sketsa Rabu (1/3).

Sebagai pembeli yang mendapatkan buku pada sesi awal, Dini mengaku tidak menemukan masalah dengan buku yang diterimanya. Namun, salah satu temannya yang mendapat jatah buku di sesi kedua menyadari bahwa kualitas buku yang diterimanya jauh berbeda.

"Kita tidak bisa menentukan mana yang asli dan mana yang bajakan, tetapi yang jelas adalah kedua buku tersebut berbeda dan buku di sesi dua memiliki kualitas yang jauh lebih rendah," tuturnya.

Selain mempertanyakan keaslian buku yang dijual oleh Katingnya itu, rupanya Dini juga mendapati perbedaan harga yang terpaut jauh dari penjual lain. Ia mengatakan bahwa salah satu temannya membeli buku dengan judul yang sama dengan harga lebih murah dibandingkan dengan miliknya.

"Teman saya yang beli sendiri menemukan buku yang sama persis dengan harga di bawah seratus ribu. Saya mengerti saja kalau memang mau cari untung, tapi menurut saya agak berlebihan gitu."

Layaknya Dewi, Dini juga melaporkan kasus tersebut kepada dosennya. Dosen tersebut menyarankan kepada mahasiswa di angkatannya untuk tak lagi membeli buku dari si penjual tersebut.

Untuk mengonfirmasi lebih lanjut, awak Sketsa turut berkesempatan menghubungi penjual buku yang merupakan mahasiswa FIB angkatan 2019 pada Selasa (14/3) lalu. Roni (bukan nama sebenarnya) mengungkap bahwa ia telah menjual atau mendistribusikan buku sejak 2018 silam. 

Sebut Roni, sumber buku yang didistribusikan berasal dari penerbit asli buku itu sendiri. Ia juga mendistribusikan buku dari tangan kedua (bekas) dan penadah buku-buku lawas yang terkadang mengklaim buku bajakan sebagai buku orisinal. Akan tetapi, Roni tetap berkomitmen untuk menjual buku orisinal saja.

"Karena aku kolektor dan punya perpustakaan juga, enggak logis dong kalau aku yang hidup di ekosistem ini malah mencederai ekosistemnya? Enggak mau jadi hipokrit (munafik) dengan menjual buku bajakan," aku Roni.

Lebih lanjut, dirinya menjamin keaslian dari buku yang dirinya jajakan. Ia hanya akan menjual buku repro (tiruan) jika memang buku yang dicari pelanggan sudah langka dengan persetujuan antara dirinya dan pembeli.

"Adanya repro, tapi high grade (kualitasnya baik). Mau enggak? Pasti gitu, ketimbang janjikan ori dan sebagainya."

Kendati demikian, Roni tak membantah tentang persoalan dirinya yang pernah menjual buku bajakan kepada adik tingkatnya.

"Kuganti uang (milik pembeli) kemarin karena barang palsu juga dan sudah ada di tangan mereka. Jadi, kembali uang tapi enggak full, dengan pertimbangan memang kebeli bajakan," pungkasnya. (jpg/mar/myy/dre)




Kolom Komentar

Share this article