Berita Kampus

Lakukan Konsolidasi hingga Aksi, Civitas Akademika Unmul: “Lawan Tiran Kekuasaan, Selamatkan Demokrasi!”

Menilik kondisi demokrasi Indonesia saat ini, civitas akademika mendeklarasikan pernyataan sikap kepada pemimpin negara.

Sumber Gambar: Sangga/Sketsa

SKETSA - Kementerian Sosial Politik (Sospol) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unmul menggelar konsolidasi pada Senin (5/2) lalu. Konsolidasi yang dihadiri oleh dosen-dosen dan kalangan mahasiswa dari berbagai fakultas tersebut bertujuan untuk saling berdiskusi dan memberikan pemahaman terkait mosi yang dibawa. 

Sebelumnya, koalisi dosen Unmul merilis pernyataan sikap yang bertajuk "Lawan Tiran Kekuasaan, Selamatkan Demokrasi!" pada Jumat, 2 Februari lalu. Pernyataan tersebut berbunyi:

Demokrasi kita dalam ancaman bahaya. Demokrasi yang dibangun di atas darah dan air mata saat reformasi 1998, kini didesak mundur akibat perilaku kekuasaan dan para elit politik. Mulai dari putusan cacat etik MK yang memberi jalan politik dinasti, keterlibatan aparatur negara yang menggadai netralitas, pengangkatan pejabat kepala daerah yang tidak transparan dan terbuka, hingga keberpihakan dan cawe-cawe presiden dalam pemilihan presiden yang membahayakan demokrasi. Bahkan lembaga-lembaga negara telah dikooptasi oleh kekuasaan. Lembaga negara yang lahir dari rahim reformasi seperti KPK dan MK, dikontrol sedemikian rupa hanya untuk memuaskan syahwat politik kekuasaan.

Situasi ini menuntut tanggung jawab kita untuk bersikap. Sebab berdiam diri dan membisu sama seperti membunuh moralitas intelektual kita. Hatta dalam Tanggung Jawab Moral Kaum Intelegensia menyebut jika tugas kaum intelektual tidak hanya memupuk ilmu pengetahuan dalam kepalanya, tapi juga berdiri paling depan untuk kepentingan kemanusiaan. Kata Sukarno, jangan jadikan kepalamu seperti perpustakaan, pergunakan pengetahuanmu untuk kemanusiaan. Jadilah intelektual publik. Oleh karena itu, kami dari Civitas Akademika Universitas Mulawarman menyatakan sikap sebagai berikut :

  1. Selamatkan demokrasi, hentikan tindakan serta segala keputusan yang mencederai demokrasi.
  2. Presiden tidak boleh memihak, stop langkah politik yang hanya ditujukan untuk kepentingan dinastinya. Jokowi adalah presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan presiden untuk anak dan keluarganya.
  3. Meminta kepada seluruh aparatur negara agar bersikap netral dan tidak memihak dalam momentum elektoral 2024 ini. Mereka dibayar dari pajak-pajak rakyat, oleh karena harus mengabdi untuk kepentingan rakyat banyak, bukan kepada elit politik, golongan dan kelompok tertentu.
  4. Kekuasaan tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kelompok tertentu, termasuk mempolitisasi bantuan sosial atau bantuan pangan untuk memenangkan calon tertentu.
  5. Menyerukan kepada seluruh akademisi dan kelompok intelektual lainnya untuk terlibat secara luas dan masif dalam menjaga demokrasi kita dari ancaman tiran kekuasaan.

Samarinda, 2 Februari 2023.

Koalisi Dosen Unmul

  1. Sholihin Bone (FH)
  2. Alfian (FH)
  3. Orin Gusta Andini (FH)
  4. Herdiansyah Hamzah (FH)
  5. Warkhatun Najidah (FH)
  6. Sri Murlianti (FISIP)
  7. Haris Retno Susmiyati (FH)
  8. Purwadi ( FEB)
  9. Donny Dhonanto (Faperta)
  10. Esti Handayani Hardi (FPIK)
  11. Harry Setya Nugraha (FH)
  12. Wiwik Harjanti (FH)
  13. Grizelda (FH)
  14. Ivan Zairani Lisi (FH)
  15. Agus Junaidi (FEB)
  16. Irma Suryani (FH)
  17. Erwiantono (FPIK)
  18. Penny Pujowati (Faperta) 
  19. Safarni Husain (FH)
  20. Setiyo Utomo (FH)
  21. Encik Akhmad Syaifudin (Faperta)
  22. Kalen Sanata (FH)
  23. Insan Tajali Nur ( FH)
  24. Aji Ratna Kusuma (Fisipol)
  25. Islamudin Ahmad (FF)
  26. Heru Susilo (FPIK)
  27. Masrur Yahya (FIB)
  28. Saipul (Fisip)
  29. Rabiatul Jannah (Faperta)
  30. Nasrullah (FIB) 
  31. Rahadian Adi P (Faperta)
  32. Sofwan Rizko R. (FH)

Bentuk dari hasil konsolidasi tersebut civitas akademika Unmul kemudian menggelar audiensi bersama pihak birokrat bertempat di Gedung Rektorat lantai 3, ruang rapat I pada Selasa (6/2) lalu. Namun pada audiensi tersebut Abdunnur selaku Rektor Unmul absen dikarenakan sedang menghadiri pertemuan di luar negeri terkait kepengurusan akreditasi Unmul yang pada tahun sebelumnya menurun.

Audiensi tersebut didampingi oleh Moh. Bahzar selaku Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni serta Wakil Rektor bidang Akademik, Lambang Subagio.

Melalui penyampaiannya, Lambang memberikan apresiasi terhadap sikap kritis mahasiswa dan mengatakan bahwa kampus memberikan mimbar bebas yang juga kemudian dijamin oleh undang-undang untuk para civitas akademika Unmul mendeklarasikan pernyataan sikap terbuka atas tindakan Presiden yang dianggap mencederai demokrasi. 

Namun, Lambang menjelaskan bahwa pernyataan sikap tersebut dapat dilakukan dengan mengatasnamakan jajaran civitas akademika Unmul, bukan institusi secara menyeluruh. Di mana dalam hal ini, civitas akademika Unmul merupakan gabungan dari seluruh elemen kampus baik itu dosen maupun mahasiswa.

“Jadi kalau civitas akademik dan mahasiswa melakukan kritik dan lain-lain, itu adalah mahasiswa Universitas Mulawarman, tapi bukan institusi secara keseluruhan.” jelas Lambang pada audiensi tersebut.

Usai melakukan audiensi, civitas akademika Unmul kembali melakukan konsolidasi kedua kalinya di hari yang sama untuk membahas rencana tindak lanjut mereka. Kemudian pembahasan tersebut mengerucut dan menghasilkan kesepakatan untuk menggelar pernyataan sikap di hari berikutnya.

Berjalan sesuai dengan rencana, pada 7 Februari para mahasiswa dan dosen berkumpul kembali di depan rektorat dan mendeklarasikan pernyataan sikap yang berisi 5 tuntutan tadi. 

Pernyataan sikap tersebut kemudian dideklarasikan oleh H.M. Aswin, salah satu anggota dari Koalisi Dosen Unmul. Ia berdiri bersama jajaran dosen Unmul dan mahasiswa lainnya membacakan tuntutan atas nama civitas akademika Unmul. 

Herdiansyah Hamzah atau kerap dikenal Castro yang juga salah satu dari sekian civitas yang masuk dalam koalisi dosen turut hadir dalam aksi tersebut. Dalam kesempatan tersebut Castro menyampaikan bahwa aksi yang dilakukan oleh barisan civitas akademika Unmul tersebut mencerminkan bagaimana seharusnya kaum intelektual bertindak menyikapi adanya penyelewengan terhadap demokrasi yang ada di Indonesia.  

“Jadi saya pikir kalau kemudian teman-teman civitas akademik di kampus, mau dosen, mau mahasiswa, mau tendik, mau teman-teman sekuriti, dan sebagainya, kalau masih punya kewarasan, kalau masih punya akal sehat mestinya merespon dan menyatakan sikap,” papar Castro.

Ia juga mengharapkan gerakan ini tidak terbatas pada momentum pemilu saja, melainkan tetap bergerak terhadap setiap ketidakadilan dan tindakan pemerintah yang merugikan masyarakat.

Castro juga berharap akan adanya konsolidasi yang lebih solid dengan skala yang lebih besar. Dan tidak hanya bergerak di masing-masing daerah saja. 

“Coba bayangkan kalau kita aksi serentak secara nasional, bukan hanya posisi tawar yang lebih baik terhadap kekuasaan yang kita kritik tetapi juga ke dalam itu bermakna, semakin menggairahkan gerakan, terutama di daerah-daerah.” tutur Castro.

Melihat banyaknya jajaran dosen Unmul yang mendukung dan terlibat pada aksi tersebut, Sepa, selaku Menteri Sospol BEM KM Unmul meresopons positif terhadap euforia yang dihadirkan pada agenda tersebut. 

Sepa menganggap keterlibatan aktif dosen tersebut sebagai dukungan nyata dari kalangan akademisi terhadap aspirasi mahasiswa dan perlawanan terhadap tindakan penyelewengan di kalangan pemerintahan.

“Aku support sekali dengan keterlibatan dosen dan harapanku juga hubungan yang baik mahasiswa dengan dosen ini bisa dimulai dari area gerakan untuk bisa masuk ke ruang-ruang akademik lainnya,” ujar Sepa, yang diwawancarai tepat seusai aksi selesai dilaksanakan. (xel/tha/ali)



Kolom Komentar

Share this article