Berita Kampus

Kontroversi Puisi “Ibu Indonesia”, BEM FIB Gelar Diskusi

Suasana diskusi yang digelar Di Halaman Auditorium Unmul (Sumber foto: Dok. Bem FIB

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Puisi “Ibu Indonesia” karya Sukmawati Soekarnoputri menjadi sorotan hingga viral beberapa waktu terakhir. Karya dari anak presiden pertama Republik Indonesia ini dinilai menyinggung isu SARA dengan melecehkan agama Islam. Puisi tersebut ia bacakan pada momen 29 Tahun Anna Avantie Berkarya dalam ajang Indonesia Fashion Week, Kamis (29/3) lalu.

Dikutip dari dream.co.id, Sukmawati membacakan puisi tersebut untuk menyesuaikan tema pada pagelaran tersebut, yakni Cultural Identity. Namun sayang, puisi tersebut justru mengundang banyak kecaman. Tak hanya itu, beberapa pihak bahkan melaporkan hal ini kepada pihak berwajib agar terus dilanjutkan dengan proses hukum.

Selang beberapa hari sejak pembacaan puisi tersebut, Rabu (4/4) Sukamawati mengadakan jumpa pers. Dalam pertemuannya dengan media, ia menyampaikan permohonan maaf bahkan hingga meneteskan air mata. Ditulis oleh laman dream.co.id, Sukmawati mengatakan bahwa puisi Ibu Indonesia tersebut merupakan refleksi dari keprihatinannya terhadap Indonesia. Ia juga menyatakan melalui puisi tersebut adalah bentuk penghormatan kepada ibu pertiwi Indonesia.

Komentar-komentar dari berbagai kalangan membuat semakin heboh kasus ini. Dilansir dari detik.com bahwa para ulama, artis hingga para sastrawan pun ikut berkomentar. Tetapi kebanyakan sastrawan mengatakan puisi merupakan pengalaman puitis personal. Kebanyakan dari mereka mengatakan puisi yang dibawakan Sukmawati bisa saja merupakan pengalaman pribadinya.

Tak ingin ketinggalan, sebagai fakultas yang mempelajari soal sastra dan budaya, BEM Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unmul menggelar diskusi terbuka membahas isu hangat tersebut. Dipandu oleh Pandu Pratama Putra sebagai moderator, agenda ini bertempat di halaman Auditorium Unmul dan diisi oleh dua pemateri dari dua bidang berbeda. Pertama, Yuli Wulandari, Ketua Departemen Keperempuanan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) komisariat Unmul. Ia menyampaikan pendapatnya dari segi keperempuanan dan agama Islam. Sedang pemateri kedua, Dahri Dahlan, Kaprodi Sastra Indonesia FIB Unmul, menilai puisi tersebut dengan sudut pandang kesusastraan.

Yuli menyebutkan, sebagai umat muslim tak perlu menjadi reaktif akan isu tersebut. Perlu adanya kajian mendalam dan menekankan sikap toleransi terhadap perbedaan di masyarakat sekitar. Ia berpendapat bahwa umat muslim di Indonesia dibuat kembali menanggung luka setelah sebelumnya menjalani proses penyembuhan dari kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok beberapa waktu lalu.

"Umat muslim seperti membuka kembali luka yang hampir sembuh karena ada kuman-kuman yang masuk ke luka itu," ujarnya.

Berbeda dengan Yuli, Dahri Dahlan menyebut bahwa puisi tidak layak untuk diangkat ke jalur hukum. Jika masalahnya ada dalam puisi, maka hakimi puisi dengan bidang yang sesuai seperti kesusastraan. Bukan ilmu hukum, ilmu agama atau ilmu apa pun.Ia juga menilai puisi Sukmawati tersebut jelek, karena terlalu apa adanya dan tidak ada pesan tersembunyi di balik kata-katanya. Menurutnya puisi ini akan lebih bermasalah jika pada kata 'cadar' dan 'azan' tidak diselipkan kata '-mu' dibelakang.

"Puisi yang bagus itu tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap," katanya.

Diskusi ini cukup menarik antusias para peserta diskusi. Sejumlah pertanyaan disampaikan kepada pemantik dan juga para peserta diskusi. Meski sempat berpindah tempat akibat turunnya hujan namun tak menyurutkan semangat para peserta diskusi untuk mengikuti diskusi tersebut. (fqh/dor/epl/pia/adl)



Kolom Komentar

Share this article