Berita Kampus

Kisah Ramadan di Tengah Pandemi

Situasi ramadan saat pandemi.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Istimewa.

SKETSA - Sejak munculnya kasus virus corona atau Covid-19 di Indonesia pada Maret kemarin, masyarakat mulai belajar menyesuaikan diri dengan situasi. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dikeluarkan pemerintah untuk mengurangi penyebaran pandemi tak ayal menimbulkan dampak sosial dan ekonomi.

Bertepatan dengan bulan ramadan, kondisi saat ini nyatanya tak menjadi penghalang bagi beberapa orang dalam menjalankan kegiatannya masing-masing. Begitupun dengan civitas academica Unmul. Selama bulan ramadan, mereka tetap harus menjalankan aktivitas meski pandemi masih berlangsung. Bagaimana kisah mereka?

Setiap tahunnya, Pusdima Unmul mengadakan Ramadan di Kampus Bersama (RDKB). Namun, kali ini pelaksanaan program tersebut diubah menjadi Ramadan #DiRumahAja Bareng Pusdima (RDBP). Kepada Sketsa, Ketua Umum Pusdima Pandu Fazri Harmawan mengatakan bahwa rangkaian agenda RDBP dilaksanakan secara daring.

"Kegiatan dalam agenda itu tidak hanya sahur dan berbuka saja, tapi ada juga taklim, khataman Al-Qur'an, tarhib ramadan, bangunin shur, Pusdima berbagi, sampai pembacaan zikir pagi live di media kami," jelasnya.

Dijelaskan Pandu, Pusdima juga menyelenggarakan pembagian takjil bagi mahasiswa Unmul lewat donasi terbuka. Bila di tahun sebelumnya diiringi dengan buka puasa bersama dan kajian di Masjid Al-Fatihah (MAF) dan dihadiri banyak orang, ia menyebut bahwa saat ini pembagian takjil menyesuaikan dengan jumlah orang yang ada. Mengingat pembatasan berkegiatan di kampus masih berlaku.

Untuk teknis pembagian takjil, pada awalnya diantar ke kediaman mahasiswa. Lalu pembagian difokuskan di MAF, dengan mempertimbangkan jarak antar yang cukup jauh. Sehingga, mahasiswa yang ingin mendapatkan takjil harus langsung ke sana. "Namun tetap diusahakan untuk social distancing. Untuk tahun ini, jatah 50 orang dan belum pernah lebih dari itu," ujarnya.

Tidak semua takjil habis dibagikan, mengingat sedikitnya jumlah mahasiswa yang masih bertahan di Samarinda. Terlebih pembagian takjil dan makanan juga ada di tempat lain. Maka yang masih tersisa akan dibagikan kepada panitia dan volunteer.

Tak hanya itu, mereka berencana untuk menyalurkan bantuan sembako bagi yang membutuhkan. Pandu dan rekan-rekannya juga akan mengadakan Cat Food untuk memberi makan puluhan kucing di sekitaran MAF dan kucing lainnya di sekitaran Unmul.

Lalu bagaimana kondisi mahasiswa yang sedang berjualan saat ramadan? Ariani Maya Aprilia Tinambunan, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016 turut membagikan ceritanya kepada Sketsa. Ia mengaku, bahwa usaha warung milik orang tuanya masih berjalan seperti biasa. Adapun hidangan yang disediakan kurang lebih sama setiap tahun. Antara lain oseng-oseng, sayur masak, serta olahan ikan dan ayam.

"Jualan bulan puasa lebih rame. Pembelinya banyak, karena gak semua orang bisa masak menu bukaan. Bahkan beberapa menu bisa habis sebelum jam 6 (waktu buka puasa)," terang Ariani.

Namun, Ariani menyebut bahwa usaha yang sudah berdiri sejak 2002 ini menghadapi beberapa perbedaan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Sejak munculnya pandemi, jumlah pembeli saat ramadan berkurang karena pembeli takut keluar. Ia mengatakan bahwa Ibunya juga tidak memasak terlalu banyak karena khawatir masakannya tidak terjual habis. Bahkan, terdapat karyawan di warungnya yang harus "dirumahkan" atau kerja setengah hari.

Bagi Ariani, warungnya masih seperti biasa dan tidak bisa diperkirakan. Kadang ramai, tetapi juga bisa sepi. Di samping berjualan langsung, ia juga membantu usaha orang tuanya lewat media sosial agar hidangannya bisa dipesan secara online.

"Namannya juga usaha, Mba. Jadi walau hujan, badai, pandemi, tetap harus bersyukur," tuturnya.

Meski tetap beraktivitas, tetap tak bisa disangkal bahwa ramadan tahun ini berjalan dalam situasi yang berbeda dan harus disikapi dengan bijak. Terutama sejak Unmul menghentikan segala macam kegiatan tatap muka dan berkumpul di kampus.

Putri Mei Lestari, mahasiswa Unmul asal Kediri ini punya kisah yang tak jauh berbeda. Dikatakannya, selain masih sibuk kuliah ia juga membuka usaha catering takjil supaya tetap ada pemasukan. Putri menganggap bahwa kuliah daring adalah hal yang biasa, walaupun ia kesulitan dengan tugas kuliah yang lebih banyak.

Menurutnya, ramadan tahun ini jelas terasa berbeda dengan yang sebelumnya. Baginya, pandemi ini membuat ramadan tidak seru seperti biasanya. Ini disebabkan karena tidak dilaksanakannya solat tarawih bersama di Masjid. Apalagi, jumlah jemaah tarawih di Masjid dekat kediamannya dibatasi. Namun, yang paling membuat sedih adalah tak bisanya Putri untuk pulang kampung dan buka bersama dengan keluarga besarnya sejak virus corona melanda Indonesia.

Dengan keadaan ini, ia mencoba untuk memahami keadaan dan menyikapi hal ini dengan semangat dan bijaksana. Meski sebelumnya sulit menerima perbedaan yang terjadi.

"Awalnya iya. Tapi sekarang mulai bisa terima keadaan, meski agak berat gitu (tapi) mau mahamin kondisi sekarang," tutupnya. (wuu/ycp/pil/len)



Kolom Komentar

Share this article