Berita Kampus

Kebijakan Skripsi Sasindo: Bentuk Apresiasi dan Cinta Sastra Indonesia

Kebijakan skripsi dari prodi Sastra Indonesia.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Dok. Pribadi

SKETSA – Belum lama ini, Prodi Sastra Indonesia (Sasindo), Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unmul mengeluarkan kebijakan baru untuk mahasiswa semester akhir yang akan menggarap skripsi. Sebelumnya terdapat beberapa mahasiswa yang mengambil karya nonsastra Indonesia berupa karya terjemahan sebagai objek penelitian skripsi.

Namun saat ini, prodi telah memutuskan tidak boleh lagi adanya objek kajian nonsastra Indonesia pada skripsi mahasiswa Sastra Indonesia. Dihubungi Sketsa melalui Whatsapp, Ketua Prodi Sastra Indonesia, Dahri Dahlan bagikan perihal kebijakan baru ini.

“Dulu memang prodi masih bimbang, karena ada yang bilang boleh ada yang tidak,” ungkapnya, Rabu (1/7).

Kebijakan tersebut diartikan bahwa mahasiswa tidak diperbolehkan lagi menggunakan karya dari luar negeri, termasuk terjemahan sebagai objek kajian skripsi. Sehingga objek kajian skripsi yang menjadi fokus penelitian hanyalah karya-karya sastra dari Indonesia saja.

Dahri menambahkan dengan adanya kebijakan tersebut merupakan perwujudan dari eksistensi Prodi Sastra Indonesia itu sendiri. Menurutnya ini akan menjadi ciri Sastra Indonesia dan yang akan membedakan dengan kajian Prodi Sastra Inggris.

“Ya nama prodinya saja Sastra Indonesia. Kalau anak Sastra Indonesia boleh mengkaji Sastra Inggris, tidak ada bedanya dengan anak Sastra Inggris,” jelas Dahri.

Selain dari bentuk eksistensi prodi, dengan adanya kebijakan ini dia berharap arah perkembangan riset akan semakin jelas dan mahasiswa semakin memahami dan mencintai sastra Indonesia. Sehingga akan semakin banyak lagi kajian-kajian sastra Indonesia ke depannya.

Satu suara dengan kebijakan prodi, mahasiswa Sastra Indonesia menyambut baik kebijakan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Marisda, mahasiswi angkatan 2017, menurutnya dengan kebijakan baru ini akan meningkatkan kesusastraan Indonesia dan menjaga karya-karya sastra maupun budaya.

"Melalui ini pengarang akan lebih merasa antusias mencitpakan karya baru," sebutnya kepada Sketsa.

Tak hanya Marisda, Galuh Candra Pratama mahasiswa angakatan 2018 ini juga setuju terhadap kebijakan baru dari prodi ini. Menurutnya kebijakan ini bisa mencegah terjadinya tindakan plagiarisme, yang tak jarang dilakukan mahasiswa.

“Karena banyak sekali hasil penelitian karya sastra dalam bahasa asing yang bisa saja dimanipulasi dengan cara memplagiatnya dan menerjemahkanya ke dalam bahasa Indonesia,” terangnya.

Menurut Galuh kebijakan ini tentu sangat baik. Karena melalui kebijakan baru ini mahasiswa Sastra Indonesia bisa lebih mengenal dan mengapresiasi karya-karya anak bangsa dari dalam negeri. (khn/nhh/wil)



Kolom Komentar

Share this article