Berita Kampus

Jerat Hukum untuk D, Ketua HMJ SOS: Itu Sepihak!

Tak ada yang menyangkal ruang kritik kini kian dibatasi cengkeraman UU ITE. (Ilustrasi: bbc.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Tak ada yang menyangkal ruang kritik kini kian dibatasi cengkeraman UU ITE. Bersamaan dengan itu, polemik status Facebook D masih terus bergulir. Kali ini suara datang dari Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi (HMJ SOS) FISIP Unmul, organisasi tempat D berlindung. Melihat kadernya kini tengah dirundung masalah, HMJ SOS tak mau tinggal diam. Lebih-lebih tak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang D, mereka mengaku kecewa.

“Kami sangat kecewa. Karena dalam pengambilan keputusan maupun sanksi, kami tidak pernah dilibatkan. Sebagai lembaga yang menaungi D, jelas kami harus dilibatkan. Kenyataannya, birokrat mengambil keputusan secara sepihak padahal kami sudah berpesan untuk memanggil kami ketika rapat lanjutan membahas D. Belakangan, kami tahu rapatnya sudah dilakukan dan hasilnya tinggal dikirim ke rektorat untuk ditindaklanjuti,” terang Yuliani Saputri, Ketua HMJ SOS saat ditemui Sketsa, hari ini (4/1).

Kendati demikian, bersama pihaknya Putri berikrar tak akan patah arang. Wujud solidaritas dan langkah-langkah tengah diupayakan demi bebasnya D dari jerat hukuman. Sebab di mata Putri, kawannya itu tak sepenuhnya bersalah. Menurutnya, ada hal-hal yang dilanggar birokrat dan ada pihak lain di balik D yang hingga kini masih sebatas perkiraan, ditambah enggannya mulut D untuk menyampaikan itu secara gamblang.

“Kami tetap mendukung dan berusaha supaya D minimal bisa dikurangi hukumannya, bahkan bebas dari hukuman. Kami sudah mengirim surat, mendatangi kaprodi dan dekan untuk berbicara baik-baik. Kami juga melihat D tidak sepenuhnya salah, hanya saja kami belum berani menyimpulkan siapa orang di balik D. Sampai kasus ini berakhir, kami akan tetap di samping D,” tuturnya.

Dikatakan Putri, hingga kini D belum bisa memberikan persetujuannya terhadap solidaritas yang kini tengah ditempuh HMJ SOS. D seolah takut kasusnya makin keruh jika himpunannya itu ikut terlibat. Kesalahan lain, ditangkap Putri justru berada di tubuh birokrat FISIP. Seharusnya D diberi teguran terlebih dulu, kemudian surat peringatan, lalu hukuman. Tapi kenyataannya, hukuman langsung dijatuhkan tanpa prosedural yang berlaku dalam kehidupan berlembaga.

“Bagaimana sebenarnya keadilan? Kami kasihan kawan kami dibegitukan,” imbuhnya.

Selain itu, Putri pun menyayangkan luputnya sosialisasi tentang hukuman yang menyangkut UU ITE di ranah kampus. Menurutnya, tak pernah ada pemberitahuan maupun aturan yang mengatur masalah ini secara terang. Ke depan, dia berharap aturan menyangkut ini diperjelas agar tidak memunculkan korban lain di kemudian hari.

Dalam upaya solidaritas, kata Putri, HMJ SOS sebenarnya telah mengantongi maaf dari dekan dan kaprodi. Namun, keduanya kompak menyatakan D tak akan bisa melenggang bebas tanpa sanksi. Terkait kepastian sanksi apa yang kelak diterima D, dekan menolak berkomentar. Sementara, kaprodi menyetujui sanksi skorsing satu semester sebagai sanksi yang paling manusiawi.

“Bu Lisbet (kaprodi) dan dekan sebenarnya sudah memaafkan.Tapi mereka tetap sepakat akan memberi sanksi. Sanksinya apa dekan tidak mau komentar karena takut jadi fitnah. Kami berharap masalah kawan kami ini selesai dengan jalan damai dan kekeluargaan saja. Karena dampaknya tidak hanya dirasakan D, orangtuanya pun pasti terkejut. Kami berharap, birokrat bisa dengan rendah hati memaafkan kawan kami,” tutupnya. (aml/wal)



Kolom Komentar

Share this article