Berita Kampus

Hari Aksara Pembakar Semangat Literasi

Hari Aksara menjadi sarana mengajarkan generasi untuk gemar membaca. (sumber foto: jumpaonline.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Tahukah kamu bahwa ada peringatan Hari Aksara?

Sabtu, 8 September 2018 kemarin diperingati sebagai Hari Aksara Internasional. Hari ini ditetapkan dari sebuah konferensi menteri-menteri negara anggota PBB pada tanggal 17 November 1965 di Teheran, Iran, UNESCO. 

Hal yang melatarbelakangi adanya Hari Aksara Internasional ialah karena masih banyaknya masyarakat dunia yang tuna aksara. Indonesia telah melakukan gerakan pemberantasan buta aksara sejak tahun 1948. Bahkan, negara kita berhasil mendapatkan penghargaan “Avicenna Award” dari UNESCO pada tahun 1994.

Tak hanya itu, pada tahun 2004 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memasukan perencanaan Pemberantasan Buta Aksara ke dalam Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) pada tahun 2004-2009. Bahkan dikeluarkan sebuah keputusan mengenai Wajib Belajar Sembilan Tahun Buta Aksara. Hingga Indonesia kembali menyabet penghargaan, kali ini dari Laura Bush sebagai Duta Keaksaraan Internasional.

Sebenarnya, apa sih aksara itu? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aksara adalah huruf. Namun, huruf yang dimaksud dalam peringatan Hari Aksara Internasional ini bukan hanya mengenai abjad A hingga Z. 

Dalam peringatan ini, aksara lebih menekankan pada upaya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca dan menulis, juga untuk menumbuhkan semangat literasi.

Dibanding beberapa tahun yang lalu, Indonesia sudah cukup baik dalam penuntasan masyarakat tuna aksara. Dari hasil yang dicapai, sebanyak 97,93 persen masyarakat Indonesia telah berhasil diberaksarakan. Hal ini memberi kita gambaran bahwa pemerinta telah sadar mengenai pentingnya melek aksara.

Untuk sekadar tahu baca dan menulis saja itu tidak akan memperkuat sebuah literasi. Maka dari itu masyarakat terutama anak-anak yang berada dijenjang pendidikan harus dibekali dengan kemampuan teknologi yang baik. Tidak bisa dimungkiri, bahwa di zaman milenial ini teknologi merupakan pendukung kemajuan suatu bangsa.

There is a reason it used to be a crime in the confederated states to teach a slave to read: literacy is power. (Matt Taibbi)"

Dari ungkapan di atas, dapat kita ketahui bahwa membaca itu sangat penting bagi perkembangan, salah satunya dengan melek aksara. 

Budaya membaca di Indonesia masih tergolong kurang baik. Generasi muda lebih senang bermain games ketimbang membaca buku. Bahkan dalam mindset anak muda zaman sekarang, orang yang membaca buku itu terkesan cupu.

Maka dari itu untuk mengajak masyarakat, khususnya generasi muda agar gemar literasi, kita harus bisa mengemasnya menjadi lebih menarik dan menggunakan teknologi sebagai perantara. (aul/adl)




Kolom Komentar

Share this article