Berita Kampus

EKSEKUTIF MAHASISWA, APA KERJANYA?

Sketsa menghimpun kinerja BEM fakultas dengan menetapkan empat indikator. Di antaranya jumlah program kerja (proker), anggota, intensitas agenda rutin dan kajian keilmuan di masing-masing fakultas. (Desain: Kiki)

SKETSA - Salah satu pilar demokrasi, dijalankan oleh eksekutif sebagai pelaksana mandat rakyat, begitu pula di tataran kampus. Eksekutif mahasiswa memiliki peran besar dalam memimpin, menyampaikan aspirasi, dan pengawal kebijakan baik di internal kampus hingga skala nasional. Sejarah eksekutif mahasiswa, tak lepas dari gerakan mahasiswa dalam dinamika politik bangsa.

Ketika zaman Orde Lama, eksekutif mahasiswa disebut Dewan Mahasiswa (Dema), memasuki Orde Baru karena terlalu kritis, pada 1978-1989 pemerintah membatasi gerak eksekutif mahasiswa dengan mengeluarkan aturan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) dan mengganti Dema dengan Senat Mahasiswa yang hanya sampai di tingkat fakultas. Nyatanya, aturan kontroversial tersebut tak mengurangi sikap kritis mereka. Puncaknya pada aksi mahasiswa dalam reformasi 1998 yang menjatuhkan rezim Orde Baru.

Menikmati euforia momentum reformasi, kala itu kebebasan berpendapat dan berserikat digemakan di mana-mana. Senat Mahasiswa selain menjelma jadi lembaga legislatif, juga lembaga eksekutif. Dulu, lembaga eksekutif disebut Badan Pelaksana Senat Mahasiswa, kemudian agar terdengar praktis diubah menjadi Badan Eksekutif Mahasiswa disingkat BEM.

Lalu, bagaimana pergerakan BEM saat ini, sebagai corong pergerakan mahasiswa? Tidak lagi berbicara melulu tentang politik, atau kekuasaan hierarki presiden. Pasca reformasi, bukan berarti tak ada masalah, justru kian kompleks dan segala aspek. Mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya.

Unmul memiliki 14 fakultas yang kesemuanya terdapat BEM. Sebagai BEM, tentu mempunyai target dan kinerja yang ingin dicapai. Layaknya pemerintah daerah, mereka dapat memimpin, mengawal dan mengadvokasi kesejahteraan rakyatnya. BEM fakultas pun dapat memberikan sumbangsih pemikirannya sesuai dengan kekhasan bidang keilmuannya.

Sketsa menghimpun kinerja BEM fakultas dengan menetapkan empat indikator. Di antaranya jumlah program kerja (proker), anggota, intensitas agenda rutin dan kajian keilmuan di masing-masing fakultas.

Proker terbanyak ditempati oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Di bawah kepemimpinan Muhammad Miftahul Mubarok ini, BEM FKM memiliki 77 proker. Disusul BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dengan 58 proker. BEM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dengan jumlah sama yakni 57 proker. Sedangkan yang paling sedikit adalah BEM Fakultas Kedokteran (FK) dengan 4 proker.

Sementara BEM dengan anggota terbanyak, ditempati oleh FKIP dengan total 164 anggota, di bawah pimpinan Gubernur Mahasiswa, Rizaldo. Disusul BEM FEB dengan 122 anggota.  BEM FK dengan 98 anggota.

Menyadari prokernya paling sedikit, tapi BEM FK termasuk memiliki anggota terbanyak. Menurut Presiden BEM FK, Evan Faisal Mahadinata, banyaknya mahasiswa bergabung di BEM karena tidak adanya himpunan mahasiswa jurusan (HMJ). ”Otomatis mahasiswa yang gemar berorganisasi akan bergabung dengan BEM," tuturnya.

Sementara, Kampus Perjuangan justru tercatat memiliki anggota paling sedikit, ialah BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dengan 10 anggota. Ini dianggap wajar, karena memang baru saja kembali menjalankan roda pemerintahan BEM sejak vakum setahun lamanya.

Perihal intensitas agenda rutin, masing-masing BEM punya jangka waktu yang hampir sama. Paling cepat per satu sampai dua minggu atau paling lama satu sampai tiga bulan. Dalam agenda rutin tersebut dilakukan rapat internal, diskusi atau membahas kajian keilmuan. Soal kajian pun tak semua BEM mengandekannya. Dari 14 BEM fakultas, tercatat 10 BEM yang memiliki kajian. Sedangkan 4 di antaranya tidak memiliki kajian keilmuan yang dikawal khusus.

BEM FKIP fokus mengawal isu pendidikan melalui agenda Kopi (Kajian Obrolan dan Pendidikan) dan Kape (Kajian Pendidikan) mereka. Dari kajian tersebut memelopori aksi mahasiswa dan guru menuntut penyamarataan BOSDA dan TPP pada 16 Maret lalu.

BEM FISIP memiliki kajian kritis yang menyoroti kebijakan pemerintah, liberalisasi pendidikan dan permasalahan sosial politik di skala nasional hingga daerah. Sementara BEM Fakultas Hukum (FH) juga condong ke isu nasional seperti UU Pemilu, Hak Angket KPK, bahkan internasional yakni Konflik Rohingya. Kemudian BEM FEB, sesuai dengan disiplin ilmunya fokus mengawal fenomena ekonomi nasional.

BEM Fakultas Pertanian (Faperta) juga memiliki kajian isu pertanian. Sedang BEM FKM memiliki kajian mulai dari tataran kampus hingga nasional, seperti Unmul harus menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pencabutan papan reklame rokok di area pendidikan Samarinda, membahas keprofesian Kesmas dan RUU Pertembakauan sebagai kajian skala nasional.

BEM FK mengkaji tentang dunia kesehatan, mulai dari masalah tembakau hingga BPJS. Lalu, BEM FIB kajiannya tentang budaya dan karya sastra. Dua BEM fakultas terakhir dari Kehutanan dan Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) ini pun turut kaji isu lingkungan, lebih fokus BEM FPIK juga mengkaji permasalahan illegal fishing yang memang marak terjadi di bumi Indonesia.

Adapun yang tidak memiliki kajian, mempunyai alasan tersendiri. Salah satunya BEM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang tidak memiliki departemen kajian strategis (kastrad), sedang yang lainnya melakukan kajian secara insidental sesuai dengan permasalahan yang sedang terjadi. (Tim Redaksi LPM Sketsa)



Kolom Komentar

Share this article