Berita Kampus

Duta Damai Dunia Maya Melawan Terorisme Maya

Pelatihan Duta Damai Dunia Maya 2018. (Sumber: Armin Beni Pasapan)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - "Data menunjukkan bahwa pelaku terorisme itu kebanyakan anak muda. Anak muda itu labil, gampang dipengaruhi tapi gampang juga mempengaruhi. Untuk itu program ini ada," kata Armin Beni Pasapan, salah satu Duta Damai Dunia Maya Kaltim.

26 Juli lalu, Armin bersama 59 pemuda terpilih lainnya dikukuhkan setelah sebelumnya diberi pelatihan di Hotel Grand Senyiur, Balikpapan pada 23 Juli. Duta Damai Dunia Maya sendiri ialah program nasional yang dilakukan oleh bagian Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI yang menggandeng kaum muda untuk memerangi terorisme, kekerasan, intolerasi, hingga hoaks lewat media sosial. Saat ini sudah ada 720 Duta Damai Dunia Maya di seluruh Indonesia.

Tahap penjaringan dimulai sejak Mei, berupa administrasi dan wawancara. Syarat utamanya, kata Armin, harus punya tekad membangun negeri dengan semangat persatuan. 60 duta ini kemudian dibagi menjadi lima kelompok, yang masing-masing punya satu website untuk mengkampanyekan perdamaian. Website itu harus memuat konten yang terbit setiap Jumat dengan tema serta arahan dari Pusat Media Damai BNPT. Kontennya dapat berupa tulisan, poster, atau bahkan, meme. Kelimanya yakni,  www.lamin.dutadamai.id, www.etam.dutadamai.id, www.pesutetam.dutadamai.id, www.kawalan.dutadamai.id, www.mahakam.dutadamai.id.

"Kami ini sifatnya informatif, ya. Artinya, bukan dalam kapasitas penindakan, tapi lebih ke mencegah," jelas Armin.

Lebih lanjut Armin menerangkan, seorang Duta Damai Dunia Maya diharuskan memahami framing pemberitaan media dan aksi-aksi propaganda yang dilakukan kelompok intoleran, mengerti bahayanya, dan terpenting, setia dan cinta NKRI tertanam baik-baik dalam benak.

Terorisme gaya baru yang kini lebih merambah media sosial, seperti menyebarkan ketakutan atau propaganda intoleransi kepada  kelompok lain, menurut mahasiswa Hubungan  Internasional itu mampu dijawab dengan program ini. "Silent majority. Mereka (kelompok intoleran) sedikit tapi militan, terstruktur," cergasnya.

Ditanya seperti apa situasi bisa dikatakan damai, Armin terdengar bingung. Setelah mengambil jeda sekian detik, ia mengatakan, "Ya mungkin kita masih dalam konteks damai ya, di Indonesia. Tapi untuk momentum ke depan, pileg dan pilpres adalah momen paling kuat kelompok radikal masuk di dalamnya. Mereka akan mengacaukan, karena mereka anti demokrasi, anti pemerintahan. Kaltim sendiri masih dikategorikan aman, meskipun ada banyak juga dari mahasiswa yang sudah menyebarkan propaganda pemikiran ke yang lain. Inilah tantangan terbesar kita, selain menjaga kesolidan dalam komunitas duta damai." (aml/wil)



Kolom Komentar

Share this article