Diskusi Situasi Kaltim, Dosen FEB: Pemerintah Harusnya Puasa!
Memperingati Hari Pahlawan, BEM FEB gelar Selasar Dedikasi. (Foto: Eka Rizky P)
SKETSA - Hangatnya mentari sore, FEB, dan tanah yang di alas terpal, BEM FEB Unmul menggelar program kerja diskusi bernama Selasar Dedikasi dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, 10 November lalu.
Diselenggarakan di halaman parkir FEB, Selasar Dedikasi bertema "Menanamkan Nilai-nilai Kepahlawanan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi di Kalimantan Timur" dimulai sekitar pukul 16.30 Wita.
Purwadi Dosen FEB Unmul, hari itu didaulat menjadi pemateri. Sebagai pengantar, ia mengatakan saat ini Kaltim sedang hancur-hancurnya, hutan gundul, banjir di salah satu perbatasan Kaltim Mahakam Hulu, hingga pelabuhannya hilang.
Bicara pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari uang, beberapa provinsi di Jawa bisa sejahtera walaupun uang mereka tidak banyak. "Karena pemimpinnya dekat dengan rakyat dan dia tahu apa kebutuhan yang diperlukan rakyat setempat," ucap Purwadi.
Dalam peraturan Menteri Keuangan disebutkan larangan mengutang ke luar negeri melebihi 60%. Apabila melebihi, sama saja seperti menjual negara ke negara lain.
Senada dengan itu, program ketiga Gubernur Kaltim yang ingin menjadikan struktur pondasi ekonomi di sektor pertanian guna meminimalisir utang luar negeri, dikatakan Purwadi tak terasa.
“Pertanian mana yang sudah kita nikmati hari ini? Semua impor! Yang dulunya negara lain belajar pertanian dari kita, sekarang justru lebih maju dari kita,” tegasnya.
Tak cukup sampai di situ, ia pun menyinggung isu Bandara Samarinda Baru (BSB) yang masih cukup hangat dibicarakan.
Balikpapan yang menolak perpanjangan runway BSB dan melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo karena khawatir Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan sepi penumpang.
“Ini pertumbuhan kota, hak semua kota untuk maju dan Samarinda ibu kota provinsi, kalau punya bandara sekelas Balikpapan, saya yakin pertumbuhan akan lebih cepat dan akan berdampak ke kota lain di sekitarnya," imbuhnya kemudian.
Poin penting selanjutnya adalah perkara SDM Indonesia yang banyak tetapi kalah saing dengan Singapura yang penduduknya sedikit tapi maju. Kemudian, soal efisiensi penggunaan uang pemerintah seperti plesiran, pemakaian kendaraan plat merah, karena bahan bakar dan perawatan mesin menggunakan uang negara. Ditambah lagi soal kendaraan luar yang bebas lalu-lalang di jalan Kaltim.
"Pemerintah seharusnya tegas, misal satu tahun tiga juta, hitung berapa kalau ada 100/1000 mobil," tukasnya.
Bagi Purwadi, salah satu langkah menuju peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kaltim adalah dengan melakukan penghematan. Tidak saja di sisi rakyat, tapi juga penguasa.
"Pemerintah lah yang harusnya puasa," pekiknya.
Poin pembahasan terakhir yakni terkait Pilkada dan Pemilu, Purwadi berharap ada yang berani menantang bakal calon pemimpin untuk membalik struktur keuangan menjadi 20% untuk kebutuhan pemerintahan dan 80% untuk publik yang selama ini sebaliknya.
Senja semakin senja, manakala peserta melontarkan pertanyaan kepada Purwadi. Salah satunya adalah Sukardi yang juga menjabat Wakil Gubernur BEM FEB. Kardi menanyakan apakah Indonesia menumbuhkan ekonomi kerakyatan atau otonomi khusus. Tanya itu dijawab Purwadi lugas. Dikatakannya ekonomi kerakyatan masih belum tersentuh dan masih sebatas teori saja.
Terpisah, Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) Mochammad Zaini mengatakan tak masalah dengan kuantitas peserta yang hadir.
“Soal peserta, kami tidak terlalu memikirkan, intinya kami ingin konsisten melakukan proker dengan rutin baik perserta banyak atau sedikit,” ujar Zaini.
Bersama pihaknya, ke depan Zaini bakal mengawal isu Pemilihan Gubernur (Pilgub), Pemilihan Rektor (Pilrek) dan ekonomi pasca tambang. (erp/aml)