Berita Kampus

BNPT Ungkap Kampus Terpapar Paham Radikal, Cendekiawan Muslim dan Ormawa Minta Pendidikan Kebangsaan Dihidupkan

Aksi solidarisme tolak radikalisme dan terorisme di Indonesia. (Sumber: beritamoneter.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Sejalan dengan kasus terorisme yang terjadi di Universitas Riau sepekan lalu, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Hamli beberapa hari sebelumnya mengeluarkan pernyataan kontroversial. Menurutnya, hampir semua perguruan tinggi negeri (PTN) kini sudah terpapar paham radikalisme yang menjurus terorisme.

Ia menerangkan, pola penyebaran paham radikalisme yang berkembang di lingkungan lembaga pendidikan saat ini sudah berubah. Jika awalnya penyebaran paham tersebut dilakukan di lingkungan pesantren, saat ini, kampus negeri maupun swasta menjadi sasaran baru dan empuk bagi penyebar radikalisme.

"PTN itu menurut saya sudah hampir kena semua (paham radikalisme), dari Jakarta ke Jawa Timur itu sudah hampir kena semua, tapi tebal-tipisnya bervariasi," kata Hamli dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/5) dikutip dari CNN Indonesia.

Pada kesempatan itu, BNPT membeberkan sederet nama kampus yang sudah disusupi paham radikal. Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB).

"PTN dan PTS yang banyak kena itu di fakultas eksakta dan kedokteran," ungkap Hamli.

Nilai-Nilai Kebangsaan Harus Dihidupkan

Cendekiawan muslim Azyumardi Azra gamblang menyebut Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sebagai tempat bersarang paham radikal. Ia meminta pemerintah lebih serius membenahi lingkungan kampus dengan meningkatkan peran pengajar.

"Pemerintah bisa melatih kembali tenaga pengajar soal nilai kebangsaan," kata mantan Rektor UIN Jakarta itu.

"Yang paling utama yang bisa dilakukan negara adalah coba mengembalikan kurikulum kebangsaan atau kurikulum Pancasila sejak dasar sampai perguruan tinggi agar kita sadar perbedaan itu dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang mengancam," ujar Andi Muhammad Akbar Presiden BEM FISIP. (aml/wil)



Kolom Komentar

Share this article