Bagaimana Pendidikan Sejarah Merespons Museum Samarinda
Museum Samarinda masih menanti untuk diresmikan. (Sumber foto: Tribun Kaltim)
SKETSA - Total 11 pembangunan infrastruktur diresmikan oleh Pemkot Samarinda pada Kamis, pekan lalu (8/2). Beberapa di antaranya sudah lebih dulu dinikmati oleh warga kota seperti Jembatan Mahkota II, flyover, dan Taman Samarendah. Namun, beberapa juga belum yakni Tourist Information Center dan Museum Samarinda.
“Ini soft launching-nya, baru gedung saja,” kata Muhammad Faisal, Kepala Dinas Pariwisata Kota Samarinda seperti dilansir dari Tribun Kaltim. Faisal menargetkan grand opening untuk dua fasilitas tersebut akan dilaksanakan bersamaan dengan momentum Festival Mahakam.
Museum Samarinda merupakan kabar baik bagi kondisi museum di Indonesia, terlebih lagi untuk Kalimantan Timur (Kaltim). Berdasarkan catatan Asosiasi Museum Indonesia (AMI), per Januari 2016 total ada 428 museum di Indonesia. Kaltim sendiri menyumbang dengan enam museum.
Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak yang turut meresmikan berharap dengan adanya museum kota, sejarah Samarinda sebagai kota lebih dapat dijelaskan. "Jadi bukan Kotamadya Samarinda, tetapi Kota Praja Samarinda, hingga akhirnya berubah menjadi Kota Samarinda dan sejarah tersebut harus dicantumkan termasuk siapa walikota pertamanya," kata Awang dikutip dari Kaltim Prov.
Jamil, Ketua prodi Pendidikan Sejarah menjelaskan bahwa perkembangan sebuah kota ataupun daerah amat perlu untuk dicatat dan direkam. Arsip itu kelak dapat dimanfaatkan untuk membuat wisata alam, bahari, atau budaya sekalipun. Pendirian museum kota ini berguna sebagai “display dan edukasi untuk generasi berikutnya”.
“Karena sejarah itu perlu nanti diperlihatkan sebagai suatu situs dan kemudian dipelajari lebih lanjut,” kata Jamil.
Dunia sejarah mengenal tiga dimensi waktu: masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Menurut Jamil, Museum Samarinda bisa dipakai untuk memperlihatkan keadaan kota di masa lampau hingga cetak biru kota ideal di masa depan.
“Perkembangan dari daerah-daerah bisa diperlihatkan, bahkan di situ sebetulnya nanti tidak hanya sekadar pajangan, jadi nanti ada yang dikembangkan dalam bentuk suatu kerterbaruan dari yang lalu dan kemudian,” katanya.
Kendati belum bisa dikunjungi, Yeremia Ledi, Ketua Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (HMPS) mengaku bahagia dengan pendirian Museum Samarinda. Ia merasa dengan banyaknya peninggalan-peninggalan dari berbagai peristiwa yang ada di Kaltim, sudah sepatutnya sebagai ibu kota provinsi juga memiliki museum.
“Sarana edukasi bagi seluruh masyarakat Kaltim, khususnya di Samarinda untuk mengetahui bahwasannya begitu banyak sejarah-sejarah di sini yang tidak diketahui oleh masyarakat,” kata Ledi.
Ledi juga berharap ada penawaran ataupun kesempatan yang diberikan oleh Pemkot Samarinda untuk mau bekerja sama dengan HMPS. Semisal dengan membuka kegiatan edukasi sebagai pemandu museum atau membuat kegiatan yang bisa lebih meramaikan museum.
“Kegiatan seperti yang ada di museum-museum di Pulau Jawa yang dikenal dengan ‘Night at The Museum’. Malam museum ini kita akan menjelajah museum malam hari dengan peserta yang datang dari berbagai kalangan,” pungkasnya. (mla/wal/adl)