Berita Kampus

Akui Lakukan Gubahan AD-ART di Luar Mubes, DPM FKM: Enggak Ada Niat

Herlanda Agatha Putra Damara, Ketua DPM FKM (Sumber: William Maliki)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Diterpa isu bakal dibekukan dan pergolakan dengan aliansi gabungan lima UKM internal Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) karena tudingan kongkalikong demi memuluskan langkah Miftah dalam Pemira dan membuat keputusan sepihak di luar mubes, Ketua DPM FKM Herlanda Agatha Putra Damara, akhirnya angkat bicara.

Ditemui Senin (27/11), Herlan memulai klarifikasi dengan dugaan kecacatan surat pengunduran diri Miftah. Ia membenarkan bahwa pada 31  Oktober Miftah telah memberikan surat pengunduran diri, yang mana surat itu kemudian dititipkan kepada Sekretaris Kabinetnya. Hal yang disayangkan, Sekab BEM FKM justru mengonfirmasi surat kepada anggota DPM FKM yang lain, bukan kepada Herlan langsung selaku ketua.

Setelah diperiksa, surat tersebut ternyata belum dibubuhi tanda tangan Ketua DPM FKM. Kemudian, anggota DPM FKM meminta untuk dibuatkan surat kembali. Surat kedua dibuat pada tanggal 5 November. Secara bersamaan yakni pada tanggal 6 November, Herlan menandatangani dua surat sekaligus, yakni surat tanggal 31 Oktober dan tanggal 5 November tersebut, lalu diproses.

Adapun, dugaan pelanggaran pasal 17 ayat 3 tentang pengukuhan dan pengunduran diri melalui ketetapan, Herlan mengaku bahwa DPM FKM belum pernah sebelumnya membuat surat ketetapan sehingga harus dirancang secara rinci melalui sidang paripurna. Pihak DPM FKM pun telah berupaya bekerja cepat, sehingga surat ketetapan keluar pada tanggal 8 November.

Dikatakan Herlan, DPM FKM juga tak menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan Miftah dan tidak mempermaslahkan tanggal yang tertera di surat Miftah.

Kepada Sketsa Herlan mengaku, sebelumnya DPM FKM tidak ingin memberikan klarifikasi apa pun, karena menurutnya, pernyataan yang DPM FKM berikan akan selalu dianggap keberpihakan, sementara dari DPM FKM sendiri dinilainya sudah bersikap netral.

"Kami sudah menjalankan mekanisme kami. Masalah surat itu diterima atau ditolak, itu urusan KPPR. Kalau terjadi kecurangan silakan lapor ke Panwas. Kami enggak ada masalah dengan suratnya Miftah,” tegas Herlan.

Perubahan AD-ART di Luar Mubes

Berikutnya, mengenai perubahan AD-ART yang dilakukan tanpa sengaja di luar mubes, Herlan mengakui kebenaran hal ini. Pada tanggal 6 November, DPM FKM membuka usulan amandemen AD-ART dan melakukan sosialiasi ke seluruh UKM dan kelas. Tak disangka, salah satu anggota DPM FKM yakni si pemegang dokumen melakukan editing pada pasal 27 bagian struktural dengan mengubah tulisan “Pembantu Dekan III” menjadi “Wakil Dekan I”.

Mengenai perubahan ini, anggota DPM FKM tersebut tidak mengetahui adanya larangan mengubah di luar mubes. Padahal, ia sendiri mengubah kalimat tersebut karena menyesuaikan dengan kondisi riil di FKM yang saat ini tidak lagi memiliki Pembantu Dekan III.

Setelah dokumen tersebut dibagikan via bit.ly, barulah anggota lainnya menyadari adanya perubahan pada pasal 27. Pihak DPM FKM segera meralat dan membagikan dokumen yang asli. DPM FKM sebenarnya ingin menyoalisasikan ulang, namun terhambat masalah waktu.

“Enggak ada niat sebenarnya untuk mengubah substansial di luar mubes, tapi karena yang pegang file ini enggak ngerti, jadi dia ubah. Niatnya bagus sebenarnya, tapi kan enggak boleh,’’ tutur Herlan.

Selang beberapa hari, datang surat gugatan dari aliansi lima UKM bahwa DPM FKM melanggar aturan AD-ART, yakni melakukan perubahan di luar mubes. Herlan mengatakan, ia bisa saja menolak gugatan itu, pasalnya terdapat beberapa kekurangan di dalamnya. Tetapi tidak dia lakukan.

Lebih lanjut Herlan menjelaskan, jalur koordinasi UKM berlaku untuk semua jenis koordinasi, bukan hanya perkara gugatan harus melalui BEM terlebih dahulu kemudian berlanjut ke DPM.

Tetapi aliansi lima UKM tersebut justru langsung menggugat DPM FKM. Pembuatan aliansi pun tanpa sepengetahuan BEM FKM, dan tidak mencakup semua UKM, sehingga dirasa ada unsur diskriminasi dan ada proses yang terlangkahi.

Herlan menambahkan, dalam AD-ART KBM FKM, dijelaskan bahwa UKM berfungsi untuk menampung minat dan bakat. Maka ketika mereka melakukan penggugatan apalagi sampai meminta DPM FKM dibubarkan, otomatis aliansi tersbut telah menyalahi wewenang ini.

”Tupoksinya mereka itu menampung minat mahasiswa dan jalur koordinasi harus ke BEM. Ini jelas menyalahi aturan, hanya saja dari kami yang tetap meminta maaf. Karena kalau sama-sama keras kepala enggak bakal bisa”, ucap mahasiswa perminatan Kesehatan Lingkungan itu.

Langkah Dinginkan FKM

Guna menetralisir suasana FKM yang kian memanas, DPM FKM meminta BEM FKM untuk mengumpulkan seluruh UKM dan menggelar Forum Ormawa yang juga kebetulan merupakan salah satu proker BEM FKM. Sebelum acara forum dimulai, telah disetujui bahwa agenda yang akan dibahas adalah klarifikasi DPM terkait perubahan AD-ART di luar mubes.

Sayangnya, forum yang diharapkan bisa menyelesaikan kesalahpahan malam itu, justru tidak berjalan kondusif. Dari penuntut berteriak-teriak dan mebuat salah satu anggota DPM FKM kesal dan terpancing. Pembahasan menjadi panjang, keluar dari isu kesepakatan, sampai akhirnya merembet ke pembahasan surat pengunduran diri Miftah.

Para penggugat menuntut untuk melihat surat, sedangkan Herlan menolak. Karena dirasa orang-orang itu tidak punya wewenang. Namun, karena sudah telanjur kesal, anggota DPM FKM akhirnya memperlihatkan surat.

Dari surat tersebut, penggugat mulai memprotes banyak hal dan menjadikan surat tersebut sebagai barang bukti. DPM FKM juga telah menjelaskan bahwa mereka hanya menjalankan mekanisme. Karena merasa terdesak oleh para ketua lembaga, keluarlah pernyataan dari anggota DPM FKM bahwa Miftah telah melanggar pasal 17 ayat 3.

Kemudian, aliansi lima UKM menuntut untuk dibuatkan notulensi agar ada pernyataan lanjutan bahwa Miftah telah melanggar pasal tersebut kemudian ditandatangani oleh aliansi ini.

“Itulah kenapa ada dua press release, yang pertama ditandatangani oleh semua UKM karena sesuai dengan apa yang dibahas. Yang kedua, DPM FKM enggak mau tanda tangan karena melenceng statement keluar dari anggota dalam keadaan terdesak," ungkapnya.

Selain itu, press release kedua dianggap tidak sah karena yang menginisiasi acara adalah BEM FKM, sehingga BEM FKM pula yang berhak membuat release. Memiliki pandangan yang sama dengan DPM FKM, BEM FKM pun turut enggan menyepakati release tersebut.

Herlan menganalogikan hal ini dengan sebuah seminar, tentulah yang berhak menandatangani sertifikat adalah pihak penyelenggara, bukan peserta. Dan posisinya waktu itu BEM sebagai penyelenggara, dan UKM sebagai peserta seminar.

Akhirnya, hasil diskusi forum menegaskan bahwa DPM FKM telah melakukan perubahan di luar mubes dan disetujui oleh semua UKM. DPM FKM pun meminta maaf, sebagian menerima sedangkan sisanya menuntut agar DPM FKM dibekukan.

Herlan menolak tegas. Menurutnya, yang berhak membekukan organisasi kemahasiswaan adalah birokrat. Sebelum ke birokrat, harus memberikan pertanggungjawaban DPM FKM ke Keluarga Besar Mahasiswa FKM (KBM-FKM) terlebih dahulu.

Tak dinyana, aliansi lima UKM kembali membuat surat gugatan pembekuan DPM FKM dengan ditujukan langsung ke birokrat. Hingga pada Senin (20/11), DPM FKM turun mengklarifikasi ke birokrat agar jangan sampai tidak tahu permasalahannya tapi mengabulkan pembekuan.

”Setelah mengklarifikasi gugatan, pihak birokrat tidak memberi kejelasan apakah DPM akan dibekukan atau tidak. Pihak birokrat mengarahkan dan meminta DPM untuk mengkaji ulang masalah dan menentukan sikap,” terang Herlan.

Setelah dipertimbangkan, sebagai bentuk netralitas dan keprofesionalitasan, DPM FKM memilih untuk tidak akan memberi pernyataan  maupun komentar mengenai permasalahan di Pemira universitas. DPM FKM hanya akan memberikan penjelasan untuk kepentingan penyelidikan kepada pihak yang berwenang.

Beberapa hari kemuadian, birokrat kembali mempertemukan semua lembaga yang merupakan ajuan dari BEM FKM. Dikumpulkanlah seluruh lembaga, dan DPM menyatakan sikap untuk tidak memberi komentar apa pun. Ternyata, sikap yang diambil DPM tersebut tidak diterima dan tetap dituntut agar dibekukan.

Di forum yang difasilitasi oleh birokrat tersebut, diperoleh dua kesimpulan, yakni DPM FKM dinyatakan bersalah dan penyelesaian masalahnya melalui mubes atau langsung kepada birokrat.

Adapun, birokrat juga memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, penyelesaian masalah melalui mubes. Kedua, sebagai bagian dari tugas, DPM FKM harus menjalankan mubes. Ketiga, pengurus DPM FKM 2017 atau demisoner tidak boleh menjadi pengurus DPM 2018. Keempat, pemilihan ketua DPM FKM ditentukan melalui mubes. Dan terakhir, meminta jaminan kepada semua pihak untuk menjaga kondusifitas FKM.

Dari lima rekomendasi itu, Herlan bersama pihaknya menolak poin ketiga dan keempat karena mubes telah digelar Sabtu (27/11). Permasalahan DPM FKM sendiri dibahas di Sidang Pleno IV. Hasilnya, DPM FKM dinyatakan bersalah dengan klasifikasi kesalahan sedang.

Adapun, sanksi yang diterima DPM FKM ialah pemotongan dana oleh kemahasiswaan, harus membuat Lembar Pertanggungjawaban oleh demisioner selama 6 bulan, dan beberapa sanksi lain yang sifatnya membangun.

Mubes berjalan lancar selama dua hari, yakni sejak 27-28 November. Tidak sedikitpun membahas tentang pelanggaran yang dilakukan aliansi lima UKM. Herlan bersyukur atas berlangsungnya mubes dan terselesaikannya semua masalah yang ada di tubuh ormawa FKM.

Herlan menyebut apa yang dilalui merupakan bentuk budaya kritis mahasiswa yang hidup lagi di FKM. Hanya saja, tetap harus memperhatikan tepat atau tidak gugatan yang dilayangkan.

Lebih lanjut, ia mengatakan aliansi ini tidak seharusnya merepresentatifkan diri sebagai perwakilan KBM-FKM.

Sedangkan hubungan Miftah dan DPM FKM dikatakannya baik-baik saja. “Iya, baik-baik saja. Miftah juga datang sewaktu mubes kemarin. Full dua hari dia hadir sebagai peserta penuh,” pungkasnya.

Sementara itu, Miftah yang ditemui setelah proses penghitungan suara juga menyampaikan hal senada dengan Herlan. Miftah tak mau terlalu memusingkan gugatan aliansi UKM yang menyasar dirinya. Pasalnya, ia menganggap orang-orang dalam aliansi UKM adalah seniornya yang patut dihargai.

“Mereka senior yang sudah mengajari saya dari maba. Sehingga saya yakin perhatian yang mereka berikan hari ini merupakan perhatian yang besar dan harus saya hargai. Saya ambil sisi positifnya. Hubungan profesional ini untuk di kampus, kalau di luar kami berteman,” ujar Miftah. (ann/aml)



Kolom Komentar

Share this article