Di Mana Fakultas Dipijak, di Situlah AD/ART Dijunjung
Klarifikasi BEM Hukum mengenai pelarangan organisasi kepada mahasiswa baru yang tidak mengikuti MPMB dan LK. (Foto: facebook.com)
SKETSA - 27 nama maba Fakultas Hukum yang tidak mengikuti Masa Penyambutan Mahasiswa Baru (MPMB) 2016 dan Latihan Kepemimpinan (LK) dan Outbound 2016 terancam sama sekali tidak bisa mengikuti organisasi internal maupun eksternal di Unmul. Alih-alih bergabung, sebelum mengetuk pintu sekretariat saja, muka mereka dihadang oleh aturan yang berlaku sejak lama di Fakultas Hukum.
Aturan itu termaktub dalam AD/ART yang disepakati setiap tahun di Musyawarah Besar (Mubes) oleh seluruh lembaga internal yang ada di Fakultas Hukum. Serta disetujui langsung oleh Mahendra Putra Kurnia selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Fakultas Hukum.
“Kami tidak pernah melarang teman-teman mahasiswa untuk bergabung organisasi internal atau eksternal cuma sebelum keluar ikutilah aturan yang ada,” kata Muhammad Rizaldy, Presiden BEM Hukum kepada Sketsa melalui sambungan telepon, Minggu (4/12).
Rizaldy menjelaskan aturan ini tidak ditujukan untuk membatasi ruang gerak mahasiswa Hukum. Dia mengibaratkan maba Hukum seperti seorang anak yang butuh didikan dari orangtua. Orangtua memiliki tugas untuk mendidik, menanamkan ajaran-ajaran, norma, dan lain-lain yang berkaitan dengan isi “rumahnya”.
BEM Hukum ialah orangtua itu, memunyai proses didik yang perlu ditanamkan kepada anak-anaknya. Setelah nanti anak itu usai menerima ajaran, keputusan selanjutnya penuh ada di tangan si anak.
“Apakah nanti mau pindah di rumah mana, mandiri, ataukah pergi kuliah di luar, ibaratnya, ya seperti juga di Fakultas Hukum,” ucapnya.
Larangan mengenai maba Hukum yang tidak boleh berorganisasi tingkat fakultas hingga universitas jika belum mengikuti MPMB dan LK mulai diberlakukan sejak 2013. Saat itu Rizaldy baru masuk menjadi mahasiswa sehingga dia sendiri tidak tahu persis seperti apa awal mula terbit statuta ini. Hanya saja semenjak itu, aturan tersebut terus dijunjung sebagai pedoman dan disepakati bersama.
“Mungkin teman-teman Sketsa juga sudah tahu kok seperti apa. Tahun lalu saya ke sekrenya Sketsa. Itu teman-teman Sketsa oprect sementara belum ada LK dari Hukum. Jadi kita larang dulu (maba Hukum) untuk bergabung. Baru bisa bergabung setelah mengikuti LK,” katanya.
AD/ART ini, kata Rizaldy, juga menyelamatkan mahasiswa Hukum dari kecemburuan sosial. Karena setiap tahunnya BEM Hukum tiada lelah menyampaikan sosialisasi tentang betapa pentingnya LK. Untuk itu, mahasiswa Hukum yang mengikuti LK patut dijaga kepatuhannya dengan memberi sanksi tegas kepada mahasiswa lain yang tidak ikut.
“Sanksinya itu berupa tidak bisa organisasi internal dan eksternal,” tukas Rizaldy.
Aturan Tanpa Ampun
BEM Hukum seakan tidak memberi kelonggaran apa pun kepada mahasiswa yang absen di MPMB dan LK. Selain lumpuh berorganisasi, para mahasiswa terkucilkan ini makin sempit ruangnya karena tidak diperbolehkan untuk jadi perwakilan dan membawa nama Fakultas Hukum.
“Biar berprestasi seperti apa pun, tidak ikut LK dan dia dikirimkan sebagai delegasi lomba debat atau apa, kita larang. Itu kita harus pantau dulu dan itu yang bertanggungjawab BEM Hukum melalui Kementerian Kastrat (Kajian Strategis),” jelasnya.
Jumlah maba yang tidak mengikuti MPMB dan LK tahun ini sudah jauh lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Malahan dulu pernah jumlah maba Hukum yang tidak ikut sampai 100 (bandingkan dengan tahun ini yang cuma 27 maba). Kendati begitu, beberapa maba 2016 sudah berjanji untuk mengikuti MPMB dan LK tahun 2017. Tentu saja dengan konsekuensi harus bergabung bersama para angkatan baru selanjutnya.
“Kemarin ada yang janji hitam di atas putih juga karena orang tuanya sakit di opname. Semingguan pada saat kami sosialisasi LK dan pelaksanaan dia tidak hadir. Pas sudah tahu dan kita sweeping, dia konfirmasi ternyata orang tuanya sakit. Dia janji ikut (tahun depan),” ulasnya.
Sempat ada ide untuk BEM Hukum mengadakan LK susulan, tetapi kemudian itu tidak dilakukan. Rizaldy menjelaskan, LK susulan dinilai memberatkan karena membuat panitia jadi kerja dua kali. Belum lagi kebanyakan dari panitia juga masih aktif mengikuti kelas perkuliahan.
Kebijakan BEM Hukum melalui AD/ART-nya ini agaknya bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Bahwa setiap orang memiliki kemerdekaan berserikat dan berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Namun begitu, Rizaldy menolak lembaganya disebut inkonstitusional. Ia mengatakan, lembaganya tidak melarang semua mahasiswa, melainkan hanya yang tidak mengikuti MPMB dan LK. Lagi pula, menurutnya, aturan di dalam itu (kampus) tidak mesti sesuai dengan yang ada di atasnya lagi (UUD). Ia menyebut, dewasa ini ada banyak fakultas di luar sana yang melakukan hal tersebut. Jadi tak hanya Fakultas Hukum di Unmul.
“Saya lebih melanggar konstitusional kalau misalkan saya melarang seluruh mahasiswa Fakultas Hukum untuk harus di organisasi internal saja. Itu baru pemberantasan HAM,” tandasnya.
Pada akhirnya, mulai dari dinyatakan diterima sampai lulus mahasiswa Hukum jika tidak mengikuti MPMB dan LK, maka tetap tidak ada hak baginya memilih organisasi di lingkungan Unmul. (wal)