Tentang Kami

Terkenanglah Family Time

Agenda Family Time Sketsa, Sabtu (4/2). Memilih Tenggarong sebagai lokasi untuk melupakan sejenak rutinitas dan menikmati kualitas waktu bersama.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA- Yang jahat dari perkotaan adalah kau lupa ada udara yang terlalu segar. Perkotaan dan hiruk-pikuk yang berpusar antara jalan raya, rutinitas, dan kewajiban membuat keriuhan sendiri di kepala. Maka saat Sketsa lewat divisi Litbang mengadakan Family Time, salah satu destinasi yang dipilih pun tak muluk adalah menghirup udara sepoi lantas bermain-main ke sawah.

Pada Sabtu (4/2) lalu, kru Sketsaberamai-ramai berangkat ke Tenggarong, tepatnya menuju Kelurahan Bukit Biru. Start perjalanan dimulai pukul 11.00 Wita, rombongan tiba satu jam sesudahnya. Gerombong Sketsa ini diterima dengan hangat oleh bibi dari Ketua Litbang, Mayang Indriany Risna Biru. Di sebuah rumah yang terletak di sekitar kaki Bukit Biru, dari depan rumah tampak pemandangan sawah terbentang luas. Siang itu pula, perut personel yang kosong diisi dengan makanan yang dimasak bersama-sama. Ada sayur bening, tahu, tempe, ikan layang goreng, serta pepes patin dan sambal tomat.

“Apa yang lebih nikmat dari itu?” seloroh Ketua Umum Sketsa, Khajjar Rohmah.

Setelah makan, sekian jam sebelum sore dipakai anggota untuk beristirahat. Ada yang memilih berbaring di ubin, membaca buku di selasar, lanjut mengobrol, hingga berebut kipas di bilik tempat salat. Semua dilakukan tanpa hal-hal yang memusingkan. Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 Wita, Family Time memasuki agenda berikutnya: jalan-jalan sore di pematang sawah.

Semua menikmati suasana yang hadir sore itu dengan caranya masing-masing. Ada yang merekam, mengambil gambar, berswafoto, dan ada yang sekadar mengamati. Hamparan hijau sawah, petani dengan sapinya, dan Bukit Biru yang perkasa dari kejauhan, kombinasi ini tidak bisa tidak mengingatkan dengan persoalan Kendeng. Sesuatu yang memberimu pemahaman mengapa jangan semen.

Kami meninggalkan sawah sebelum matahari terbenam. Meski hari sudah petang, beberapa petani yang berpapasan tak lupa membagi senyumnya. Masih tak jauh dari situ, padi yang berisi tampak semakin menunduk. Sementara yang tak berisi belum mau tunduk.

***

Malam Minggu kami habiskan di rumah salah satu anggota Sketsa 10 yang berbaik hati dan tak sungkan direpotkan, Siti Nur Hidayah atau biasa dipanggil Sita. Gerombong Sketsa kembali diberi santapan malam berupa soto ayam. Karenanya, tak bisa disembunyikan wajah gembira anggota malam itu.

Rumah Sita memiliki balkon dengan ruangan terbuka yang cukup luas untuk dipakai seluruh anggota bermain dan tidur. Sekitar pukul 20.00 Wita sudah ada anggota yang mendaratkan dirinya di kasur dan baru bangun saat subuh. Sisanya yang terjaga sempat melakukan hal-hal seperti menonton film horor pilihan di malam Minggu, membulatkan adonan donat, hingga memainkan permainan sederhana.

Esok hari pun tiba. Anggota yang di hari pertama berhalangan datang, satu per satu mulai menyusul di hari kedua, Minggu (5/2). Ini adalah hari terakhir. Oleh Litbang, kegiatan di hari terakhir direncanakan bakal tuntas lewat perjalanan ke Pulau Kumala. Sebelum itu, Sita mengizinkan kami untuk menyantap sarapan donat, nasi pecel, soto ayam, dan buah-buahan seperti pisang rebus dan kates. Karenanya, lagi, tak bisa disembunyikan wajah gembira anggota pagi itu.

Demi mengisi waktu setelah sarapan, permainan sederhana yang semalam sempat dimainkan kembali dilakukan. Kali ini dengan jumlah anggota yang lebih banyak dan membaginya menjadi dua kubu. Permainan ini cuma tebak-tebakan, cara memainkannya satu kubu cukup memilih satu tokoh acak dan kubu lawan wajib menebak tokoh itu setelah mengajukan 10 pertanyaan. Kelihatan sederhana tapi ternyata tidak begitu karena tokoh acak yang dipilih benar-benar sangat acak: Nurdin M. Top, Young Lexx, Norman Kamaru.

Tuntas dengan itu kami lanjut perjalanan ke Pulau Kumala. Membayar biaya masuk Rp 7 ribu dan Rp 10 ribu untuk naik ke atas kapal wisata yang mengelilingi pulau. Kami mengambil gambar bersama-sama sebanyak 24 orang yang hadir hari itu. Kemudian lewat ponsel masing-masing diam-diam mengambil gambar satu sama lain. Membanyol, tertawa, diam--untuk selanjutnya disimpan dan dikenang. Bahwa pada suatu ketika pernah ada hari yang dilalui dan dirancang sedemikian rupa. (tia/wal)



Kolom Komentar

Share this article