Sosok

Rilis Buku Demam di Kota Zeyn, Pandu: "Jangan Jadi Mereka!"

Acara peluncuran buku kedua Pandu Pratama Putra di Cafe D'Puncak Sabtu (23/12) kemarin. (Foto: Faqihendry)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Menciptakan sebuah karya fiksi tidak dapat dipandang sebelah mata. Ada proses pemikiran panjang di dalamnya. Lebih-lebih bagi mahasiswa jurusan Sastra, mampu menjadi kumpulan karya dan bisa dibukukan kemudian diterbitkan tentu menjadi sebuah kebanggaan.

Karya itu mampu menjawab dan mempraktikkan apa yang telah dipelajari selama kuliah. Hal itu seolah menjadi tujuan tersendiri bagi sastrawan muda. Tak banyak dari mereka yang berani mengambil jalur indie untuk menerbitkan karyanya.

Salah satu yang berani itu ialah Pandu Pratama Putra. Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) ini baru saja meluncurkan buku keduanya berjudul "Demam di Kota Zeyn". Bertempat di Cafe D'Puncak, acara yang dilaksanakan pada Sabtu malam (23/12) kemarin ini diisi dengan diskusi buku dan beberapa penampilan.

Dalam perilisan ini, Pandu melibatkan beberapa rekannya untuk turut memeriahkan. Di antaranya pembacaan puisi oleh lima mahasiswa Sastra Indonesia yaitu Wahid Tawaqal, Panji Asuhan, Irwan Syamsir, Ari La Kasipahu serta Anna Wandira.

Tak hanya itu, ada juga persembahan alat musik tradisional sampek yang dibawakan oleh Aldi, mahasiswa jurusan Etnomusikologi.

Meski sebelumnya telah menerbitkan buku "Jomblo Ngenes" dengan bantuan penerbit mayor, menjadi penulis indie kali ini dikatakannya menjadi tantangan tersendiri.

Dalam sesi diskusi buku, tak jarang Pandu membeberkan perjuangannya. Merasakan menjadi penulis indie yang dilakukannya seorang diri, dari masa pembuatan cerpen hingga menerbitkan lalu malam itu meluncurkannya.

Demam di Kota Zeyn merupakan kumpulan dari 12 cerpen yang berangkat dari keresahan Pandu atas isu gelap sosial yang sering terjadi di Samarinda. Seperti tentang penghianatan, kekejaman, penipuan, dan cinta. Cerpen-cerpen yang disajikan menarik dengan ending tak tak terduga dan mindblowing. Pandu sengaja membuat tokoh-tokohnya untuk tidak ditiru sebagaimana kebanyakan cerpen.

"Saya berharap sih nanti yang baca sadar akan sekitar dan tidak meniru tokoh-tokoh dalam cerpen yang saya buat," ujar lelaki asli Samarinda tersebut sambil tertawa kecil.

Lelaki kelahiran 1996 ini merasa senang dan puas dengan peluncuran bukunya, meskipun tak semua kawannya dapat hadir. "Kelihatan sih ceruknya, dan itu yang saya cari dan memang kelihatan siapa-siapa aja yang datang, dan setidaknya ini tetap memuaskan hati saya," paparnya.

Pengunjung yang datang tak hanya dari lingkaran FIB. Malam itu nampak hadir pula Patria Borneo dari Universitas Nahdatul Ulama.

Ia datang demi menyaksikan karya Pandu. "Saya udah ngikutin karyanya Pandu dari pertama. Jadi ini emang niat buat datang dan support dia juga," terangnya dengan bangga. (fqh/adl)



Kolom Komentar

Share this article