Sosok

Napas Ibu di Dekan-Dekan Perempuan

Foto kiri adalah Dekan FEB Unmul, Prof. Dr. Hj. Syarifah Hudayah, SE., M.Si, dan foto kanan adalah Dekan FPIK Unmul, Ir. Sulistyawati, M.Si. (Sumber foto: Uswatun Hasanah dan unmul.ac.id)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Memaknai Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember merupakan suatu penghargaan bagi perempuan. Terlebih bagi perempuan yang tidak hanya sebagai ibu di keluarganya, tetapi juga “ibu” yang memegang amanah besar di tempat kerja.

Hal itu dirasakan betul oleh Syarifah Hudayah, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Unmul. Baginya, Hari Ibu menjadi momen untuk mengevaluasi dan menambah peran sebagai ibu yang bertanggung jawab dan berkualitas.

“Di Hari Ibu selain memperingati kita juga memaknai apa sih yang sudah kita lakukan baik untuk keluarga, instansi, masyarakat, dan negara. Karena tidak mudah perjuangan perempuan zaman dahulu seperti R.A Kartini dan Dewi Sartika yang mengangkat harkat seorang perempuan, ini yang benar-benar harus kita jaga, tunjukkan bahwa kita adalah wanita yang layak diperjuangkan,” ungkap Syarifah kepada Sketsa, Kamis (22/12).

Menurutnya, kemajuan suatu bangsa sangat erat kaitannya dengan peran wanita. Karena wanita kerap merangkap tugas sebagai ibu rumah tangga yang mendidik anak-anak, generasi penerus bangsa. Dengan harapan, anak yang baik akan jadi pemimpin di masa depan. Dan segalanya berawal dari sentuhan manis seorang ibu.

Oleh sebabnya, meskipun sebagai wanita karier, Syarifah sangat menghargai wanita yang 100 persen mengurus keluarga sebagai ibu rumah tangga. Dirinya pun menjaga betul, bahwa sebagai wanita karir, ia tetap harus mengutamakan peran sebagai ibu bagi anak-anaknya dan istri bagi suaminya.

“Jangan sampai harkat perempuan tertinggalkan, jadi harus bisa menjaga keseimbangan antara keluarga dan karier,” ucapnya.

Syarifah mengaku, ia berusaha untuk selalu meluangkan waktu bagi keluarga. Sebelum berangkat ke kantor, sesempatnya ia menyiapkan sarapan dan keperluan suami dan anaknya. Ketika jam istirahat ia usahakan untuk makan siang bersama atau sekadar berkomunikasi melalui sambungan telepon.

“Intinya saling pengertian dan menjaga komunikasi yang baik,” tukasnya.

Suami dan anak-anak Syarifah pun mendukung betul akan karier yang dijalaninya. Peran sebagai orang nomor satu di FEB tentu memerlukan fokus optimal. Bagi ibu dua dari anak ini, pekerjaan adalah sarana pengabdian untuknya bermanfaat bagi masyarakat.

Segala capaian hingga Syarifah bisa bergelar profesor adalah hasil didikan kedua orangtuanya. Terutama sang ibu, yang memiliki latar belakang pendidikan guru serta memunyai kepedulian yang tinggi terhadap anak-anaknya. Sebab bagi seorang ibu, keberhasilan anak adalah hal terpenting.

“Pokoknya harus sekolah, kami dididik dengan agama. Tidak keras, tapi kami segan,” terang anak pertama dari empat bersaudara itu.

Keberhasilah Syarifah hingga menempati posisi dekan saat ini pun diakuinya ia mulai dari titik nol. Dari dosen biasa lalu menjadi sekretaris jurusan, ketua jurusan, wakil dekan I dan terakhir Ketua Jurusan Program Studi Magister Manajemen 2012-2016 sebelum akhirnya ditetapkan menjadi dekan pada Februari 2016.

Kini Syarifah sedang menjalankan beberapa program untuk peningkatan mutu pendidikan di FEB, baik dari jenjang S1 hingga S3. “Banyak program yang kita lakukan, baik di bidang pengajaran, pelayanan, dan fasilitas,” jelasnya.

Lebih lanjut, Syarifah menjelaskan di bidang pelayanan, ia akan mengubah sistem yang sebelumnya manual menjadi berbasis online. Sedangkan untuk perbaikan fasilitas kampus ia ingin membangun konsep kampus di dalam taman. Agar kampus jadi lebih hijau dan mahasiswa pun betah untuk belajar dan berdiskusi di kampus.

“Berikan sesuatu yang membuat ibu Anda bahagia, dengan keberhasilan di bidang pendidikan. Dari sekarang adakan seminggu sekali bercengkerama dengan ibu Anda, meski hanya lewat telepon, karena kita (memang) tidak tahu sampai kapan kita masih bisa mencium kening ibu,” tandasnya.

Ibu dan Doa untuk Anaknya

"Seorang ibu itu di manapun ia berada, apa pun perannya di masyarakat atau di pekerjaan, maka ia akan tetap menjadi seorang ibu," kata Sulistiawati, dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), ketika memulai kisahnya.

Selama ini Sulis dikenal sebagai sosok tegas, namun tetap memilki keramahan. Menjadi seorang pimpinan di fakultas tak mengaburkan sosok keibuannya. Begitu Sulis berada di bawah atap FPIK maka dia seketika menjelma pula sebagai ibu bagi semua orang.

"Entah itu staf saya, mahasiswa, semua saya anggap sebagai anak saya," ucapnya.

Menurutnya, sosok ibu cerdas itu tak hanya yang memiliki karier saja. Agaknya terlalu naif kalau berprasangka demikian. Dengan menjadi ibu rumah tangga pun sebenarnya tak kalah hebat. Para ibu rumah tangga, patut diberi apresisasi karena telah menghabiskan waktu serta peluhnya untuk membimbing anak-anaknya.

"Tidak harus berkarier, ibu yang bekerja di rumah justru lebih menekankan pada pendidikan anak di rumah. Juga bagaimana dia mengatur rumah tangganya, mengatur keuangan dan lain sebagainya," tutur perempuan 58 tahun itu.

Memiliki sematan sebagai single parent sejak 2001 justru membuat Sulis semakin kuat. Selain terlatih sebagai wanita karier, ia ibu bagi empat anaknya. Kasih sayang adalah satu-satunya kucuran yang tak boleh luput untuk buah hatinya. Buliran doa tak pernah lengang dan selalu tercurah di setiap sujud.

"Doa utama seorang ibu pasti untuk anak. Semoga selau diberi kesehatan, rezeki, jodoh, apa pun itu yang terbaik. Entah anaknya mendoakan ibunya apa tidak," tukasnya.

Harapan Sulis untuk seluruh anak agar lebih menghargai dan menghormati ibunya. Sebab, barangkali anak tak selamanya mampu mengerti seberapa besar pengorbanan seorang ibu untuk hidupnya. Juga mestinya hormat dengan seluruh wanita yang merupakan calon ibu dari anak-anak yang akan cerdas.

"Bahkan wanita yang belum menjadi seorang ibu pun pasti punya sifat keibuan tanpa disadari," pungkasnya. (krv/snh/wal)



Kolom Komentar

Share this article