Sosok

Kecintaan Jefri dengan Tarung Drajat, Berbuah Emas di Pomnas

Jefri usai pemberian hadiah di Pomnas 2019.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber foto: Dokumen Pribadi

SKETSA –Unmul seakan terus berpacu untuk melahirkan bibit-bibit unggul berprestasi. Mulai dari bidang akademik maupun non akademik, yang tentunya hal ini menjadi kebanggaan tersendiri dalam memberikan kontribusi  untuk mengharumkan nama kampus. Kali ini, Sketsa berkesempatan menemui satu di antara sekian banyak ‘permata’ Unmul, salah satunya  dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Jefri Andrianus, salah satu mahasiswa program studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (Penjaskesrek) FKIP ini berhasil menorehkan prestasinya di kompetisi bergengsi Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas) 2019 lalu di cabang olahraga tarung drajat. Rupanya, prestasi tersebut salah satu hasil dari ketelatenan pria yang akrab disapa Jefri ini menekuni dunia olahraga tarung drajat sejak bangku sekolah dasar.

Jefri mengaku tidak serta merta belajar seni bela diri. Ia berujar, keinginannya untuk mendalami cabang olahraga ini berkat campur tangan sang ayah yang juga merupakan seorang atlet tarung drajat dan sukses meraih prestasi.

“Bapak sempat menjuarai turnamen Pekan Olahraga Nasional (PON) di 2008,” ceritanya.

Mahasiswa angkatan 2018 ini juga menambahkan, seorang atlet sepertinya yang masih berstatus mahasiswa harus memiliki jadwal yang rapi untuk mengatur kegiatan sehari-hari. Termasuk membagi waktu antara perkuliahan dengan latihan. Terlebih lagi, Jefri tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti turnamen besar di November ini. Sempat beberapa kali menemukan kesulitan, Jefri mengaku dapat mengatasi itu.

 “Membagi waktu sebenarnya susah susah gampang. Semuanya kembali ke pribadi masing-masing,” jelasnya.

Selain termotivasi dari sang ayah, ada alasan lain yang membuat Jefri jatuh cinta dengan tarung drajat. Ia menilai cabang olahraga ini memiliki keunikan. “Ini satu-satunya seni bela diri yang tidak memakai tenaga dalam. Murni menggunakan fisik dalam tekniknya,” paparnya.

Berlaga hingga meraih prestasi tentunya tak lepas dari doa dan dukungan keluarga. Bukan hanya itu, kampus yang namanya juga tengah diperjuangkan turut serta memberikan dukungan, salah satunya dengan memberikan kemudahan dalam memperoleh perizinan. Hal sederhana ini disyukuri Jefri.

Larut dan berkembang menjadi seorang atlet tarung drajat, Jefri menilai eksistensi tarung drajat sejauh ini masih belum maksimal layaknya cabang olahraga lainnya. Ia juga menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah dalam menyejahterakan kehidupan atlet-atlet muda berprestasi. “Saya lihat apresiasi dan bentuk penghargaan dari pemerintah masih agak minim ya. Padahal kalau dipikir-pikir, kita sebagai atlet selalu membawa nama daerah dalam setiap kejuaraan,” tuturnya.

Jefri mewakili suara atletnya, yang kerap dituntut untuk selalu bisa meraih medali emas di tiap kejuaraan yang diikuti. Ketika prestasi tersebut berhasil diberikan, apresiasi yang diberikan justru terkesan ala kadarnya. Hal ini juga masih menjadi kendala bagi Jefri dan atlet-atlet lain di luar sana. Kendati demikian, hal ini tak lantas menyurutkan tekad Jefri untuk tetap menjalani apa yang ia cintai dengan sepenuh hati.

“Karena lewat tarung drajat saya banyak belajar. Karena setiap napas pertarungan adalah napas persaudaraan,” tutupnya. (ira/sut/adl)



Kolom Komentar

Share this article