Sosok

Habibi, Sosok Inspiratif yang Tidak Menyerah di Tengah Kekurangan

Muhammad Habibi nampak tersenyum setelah menyelesaikan Sidang Pendadaran di FISIP. (Sumber foto: Dok. Pribadi)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Ada sebuah ungkapan yang berbunyi, ”Kalau semua ranting pohon di dunia ini dijadikan pulpen, dan seluruh air di laut dijadikan sebagai tintanya belum cukup untuk menuliskan ilmu yang diberikan oleh Tuhan.”

Begitu luasnya ilmu pengetahuan sehingga terkadang seseorang tidak akan merasa cukup jika hanya menguasai satu bidang keilmuan semasa hidupnya. Seperti yang dialami Muhammad Habibi.

Muhammad Habibi adalah seorang mahasiswa double degree dengan semangat yang tak pernah luntur. Habibi berhasil menjadi wisudawan dengan mengambil dua program studi, Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) 2012 dan Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) 2014.

Saat diwawancarai oleh Sketsa Sabtu (16/12) kemarin, Habibi mengungkapkan beberapa alasannya mengambil dua program studi di tahun yang berbeda.

Alasan pertama yakni waktu, menurut Habibi waktu yang digunakan untuk jam kuliah tentu saja berbeda dengan di sekolah dulu. Alasan waktu ini yang membuat ia berpikir mengapa tidak mengambil dua program studi sekaligus.

Kedua, tentu tidak sedikit mahasiswa yang merasakan salah jurusan. Ia juga merasakan hal yang demikian, Habibi merasa jurusan di Akuntansi kurang sesuai dengan passionnya. Habibi mengaku lebih menyukai dunia politik dan pemerintahan. Hal tersebut yang memperkuat Habibi untuk mengambil kembali Prodi Ilmu Pemerintahan setelah dua tahun menempuh pendidikan yang bergulat dengan keuangan.

Ketiga, yaitu semangat untuk terus belajar dan rasa penasaran tentang hal-hal yang terjadi dalam dunia perpolitikan. Dalam masa-masa mengemban dua prodi ini, Habibi merasa harus belajar terus mengenai ilmu yang ia rasa sangat penting.

“Dalam Kybernologi (Ilmu Pemerintahan) ilmu dijelaskan oleh Taliziduhu Ndraha yang menyebut bahwa Ilmu Pemerintahan adalah ibu dari semua ilmu,” ucap pria asal Gresik ini.

Di balik cerita bahagia yang dibagi Habibi kepada Sketsa, rupanya ia memiliki cerita yang kelam. Awal September 2017 lalu, Habibi mengalami kecelakaan cukup parah. Habibi harus kuat tatkala mengetahui ia harus kehilangan kakinya.

Habibi menceritakan 4 September lalu, ia dalam perjalanan dari Sangatta Kota di mana Habibi tumbuh besar dan menuju Samarinda Kota tempat ia menuntut ilmu. Tidak seperti biasanya, di mana ia akan bepergiaan pada pagi hari, namun kala itu ia baru akan memulai perjalanan siang hari pukul 11.30 Wita.

Menurutnya banyak hal janggal terjadi selama perjalanan, seperti diingatkan untuk berhenti sejenak, namun dengan beberapa pertimbangan ia tetap melanjutkan perjalanan hingga ke Samarinda dengan menempuh jarak sekitar 145 km.

Di perbatasan Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur ia melihat seorang anak berkendara dengan kecepatan tinggi dari arah yang berlawanan dan hilang kendali saat menabrak jalan rusak. Tepat saat itu pula, motor yang dikendarai si anak terlempar tepat ke arah Habibi dan  membuat tulang di sekitar engkel kakinya remuk.

Selama 28 hari Habibi dirawat dan menjalani sebanyak tiga kali operasi. Namun, nahas, kaki Habibi tidak berhasil diselamatkan dan harus menjalani amputasi pada 17 September lalu.

“Saya sangat bersyukur dapat tetap hidup, dapat tetap menghirup udara dunia. Di setiap langkah, saya selalu bersyukur,” ujarnya.

Salah satu motivasi Habibi untuk tetap semangat adalah apa yang telah dimulai maka selesaikanlah, motivasi yang diajarkan oleh kedua orang tuanya dan tak lupa untuk tetap bersyukur.

Di tengah kekurangannya, masih ada orang yang lebih parah dan mereka tetap semangat untuk terus bergerak, terus berjuang demi apa yang telah diimpikan, dan Tuhan tidak akan pernah memberika ujian kepada hambanya yang tidak mampu.

“Saya percaya saya bisa dengan kondisi ini dan saya bisa selesaikan apa yang saya mulai," tukasnya.

“Harapan saya kepada orang-orang, agar bisa menerima kekurangan dan jadikan kekurangan itu sebagai cara atau kelebihan untuk mencapai cita-cita,” tutup Habibi. (mrf/els)



Kolom Komentar

Share this article