Resensi

Kepala yang Ingin Diperbaiki Marlina

Poster Film Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak yang tayang pada 16 November 2017 ( Sumber Foto: manginfo.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Reaksi orang-orang di Sumba, selain mual selebihnya biasa-biasa saja, ketika melihat Marlina dengan amarah di dada menenteng kepala Markus yang baru saja dipenggalnya semalam karena telah memperkosa dirinya.

Sumba yang terletak di Nusa Tenggara Timur adalah lanskap alam yang menyenangkan. Di sana bukit-bukit bersanding dengan serasi, seolah-olah tinggal tunjuk mana bukit yang mau kau daki. Namun, di sana sesuatu berjalan amat pelik. Kesenjangan seperti memiliki denyut yang bisa kau rasakan seperti ketika menaruh telapak tanganmu ke dada kiri.

Apabila kau perempuan dan apalagi jika kau mengalami penindasan, buang jauh-jauh rasa ragu. Sebab sudah tidak ada tempat, beri keberanianmu makan. Itu yang diperlihatkan Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak kisah seorang janda yang ternaknya dirampok dan diperkosa dalam waktu satu malam.

Terdiri dari 4 bagian besar--babak-babak yang memberi pilu. Setiap babak memperlihatkan situasi Marlina yang tidak biasa namun kita tahu itu ada. Dirinya adalah korban pemerkosaan yang mencoba melawan dan berani. Ia gambaran bagaimana pilunya menjadi korban pemerkosaan jika dengan memenggal kepala orang yang memerkosamu kau masih sangat mungkin dituduh bersalah.

Marlina membawa kepala Markus dengan niatan sebagai bukti lapor kepada polisi. Sayang sekali cuma sebatas niat karena selanjutnya yang terjadi adalah familier belaka. Polisi meragukan kesaksian korban, proses menindaklanjuti aduan pemerkosaan berjalan lambat. Berbagai macam dalih disampaikan seakan-akan korban pemerkosaan masih memang mempunyai waktu hidup tenang setelah apa yang mereka alami.

Padahal untuk menuju kantor polisi korban pemerkosaan seperti Marlina perlu mengumpulkan keberanian terlebih dahulu. Komnas Perempuan pada pertengahan 2016 melaporkan temuannya bahwa sebanyak 25.213 responden yang mengikuti survei secara daring, 6,5 persen (1.636 orang) di antaranya mengaku pernah diperkosa. Dari jumlah itu sebanyak 93 persen mengatakan tidak pernah melaporkan kejahatan seksual tersebut karena merasa takut dengan akibat-akibat yang mungkin akan timbul. Menurut Komnas Perempuan ini adalah refleksi atas rendahnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga penegakan hukum di negara ini dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual.

Pergolakan batin Marlina terlihat saat bagaimana ia menikmati tusuk satenya dengan gugup. Sementara kantor polisi yang berjarak setengah hari dari rumahnya berada tepat di sebelah warung makan itu.

Tak begitu jelas Mouly Surya menggambarkan latar waktu Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak. Beberapa kali ada penggunaan ponsel, tapi di kantor polisi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dicatat masih menggunakan mesin ketik. Kesenjangan di Sumba seperti moda transportasi yang harus menunggu truk lewat tiap satu jam sekali betul masih relevan hingga hari ini atau tidak.

Selain menyoal rape culture di negara ini, Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak mempertonjokan dengan geli tipe maskulinitas dewasa ini. Bahwa pria dengan kuasa--yang sebetulnya tidak pernah jadi miliknya--bisa seenaknya membebankan perkara dan salah kepada perempuan. Cukuplah kepala Markus yang ia penggal, selebihnya barangkali Marlina melalui kisahnya ingin memperbaiki kepala yang masih berpikir begitu. (wal/fqh)




Kolom Komentar

Share this article