Reportase

Unmul dan Rentetan Peristiwa Kejahatan

Permasalahan kampus dapat menjadi celah munculnya tindakan kejahatan dan juga peristiwa tak diinginkan.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber ilustrasi: gosumut.com

SKETSA - Selain seputar aturan yang menyangkut mahasiswa, masih ada juga permasalahan kampus lainnya. Tak dapat dianggap sepele, permasalahan kampus dapat menjadi celah munculnya tindakan kejahatan dan juga peristiwa tak diinginkan, hal ini menyangkut masalah keamanan. 

Hal tersebut juga yang kemarin dibawa mahasiswa dalam tuntutan aksi. Sebut saja yang marak terjadi di Unmul, yaitu kasus pencurian. Meski satuan pengamanan telah dikerahkan, bukan berarti oknum kejahatan putus harapan. Mereka tetap berupaya mencari kesempatan dan jeli melihat peluang. Kasus pencurian helm menjadi yang paling sering dikeluhkan. Bukan hanya itu, tindakan kriminal yang juga sempat terjadi di wilayah Unmul antara lain begal, penyerangan bahkan pernah pembacokan.

Pada tahun ini sudah terjadi sekitar lima kasus pencurian helm. Disebutkan Hasan Koordinator Keamanan Unmul, hal ini disebabkan akses jalan yang terbuka karena adanya pembangunan proyek.

“Jika nanti ke depannya sudah rampung, kita akan perketat pengamanannya,” ujarnya.

Tahun lalu, sempat juga terjadi kasus pencurian kotak amal di musala Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Ternyata ini adalah kali kedua pelaku melancarkan aksi. 2015 lalu, ia mencuri kotak amal di musala Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).

Kegelisahan lainnya ialah begal dan juga penjambretan yang pernah terjadi di kawasan Unmul. 2015 lalu, dua mahasiswa Farmasi menjadi korban begal yang mengakibatkan luka. Selain itu, tercatat pada tahun lalu tepatnya di Februari, terjadi kasus penjambretan di sekitaran homestay.

Peristiwa lainnya, tepatnya 2018 lalu, pihak satuan pengamanan kampus bersama pihak kepolisian sempat mengamankan beberapa oknum yang membawa senjata tajam ke dalam kampus. Tempat kejadian perkara saat itu tepatnya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Mereka datang dengan menggunakan dua mobil.

“Tujuan mereka datang untuk menagih hutang ke satu orang. Tapi apakah orang yang dituju ini pengedar barang haram atau hanya sebagai tempat transaksi, kami tidak tahu. Alasannya dia saat itu tidak bisa membayar karena uangnya hilang, makanya dikejar sampai di kampus,” terangnya.

Tahun 2015 ke bawah, Unmul memiliki rentetan peristiwa kejahatan yang banyak terjadi. Seperti pengalaman yang tidak akan dilupakan Suri, saat ia masih menjadi mahasiswa baru di 2015 silam. Kejadian terjadi saat minggu tenang sebelum ujian semester. Ia memilih tidak pulang kampung, dan menetap di Samarinda. Malam itu sekitar pukul 9, ia tengah berada di teras musala Fakultas Kehutanan (Fahutan) untuk mencari Wi-fi demi mengerjakan tugas. Suasana sekitar memang sepi sampai akhirnya pelaku tiba berjumlah dua orang. Satu berjaga-jaga di motor sedang satunya lagi datang mendekati Suri. Ia meminta laptop sambil menodongkan parang.

“Saya langsung lawan. Saat itu laptop jatuh, tapi masih tetap terlibat perkelahian. Akhirnya dia lari ke motor dan saat itu parangnya jatuh. Saya kejar lagi dan kembali berkelahi, jatuh mereka dari motor. Sampai akhirnya saya didorong sama pelaku pertama. Mereka langsung kabur,” cerita Ketua Imapa ini.

Ia tak menyadari jika di tengah-tengah perkelahian tadi, lehernya sempat menjadi sasaran pembacokan. Usai pelaku pergi, Suri bergegas meminta bantuan, “Saya minta tolong ke FMIPA, karena lebih dekat aksesnya. Dibawa ke rumah sakit oleh satpam di sana. Ibaratnya sebagai perwakilan dari pihak kampus lah, karena saat itu sudah malam. Tapi saya ditinggal begitu saja,” ujarnya menyayangkan.

Di rumah sakit, Suri mendapatkan penanganan. Lehernya dijahit akibat luka dari pembacokan. Mirisnya, di tengah menahan sakit, ia juga harus menebus obat dan meminta bantuan temannya untuk menjemput di rumah sakit. Sementara pihak Fakultas Kehutanan (Fahutan) yang menjadi fakultas Suri hanya meminta penjelasan kronologis. Kasus ini bahkan tidak dilaporkan universitas ke pihak berwajib. Keesokan hari selepas kejadian malam itu, Suri berinisiatif untuk melaporkannya ke kepolisian. Namun sayangnya, juga tak ada proses tindak lanjut.

“Keamanan di sini (Unmul) kurang. Kegiatan malam katanya mau dikurangi. Kalau misalnya memang mau di kurangi, kenapa tidak diamankan? Itu yang saya pribadi kecewa,” tuturnya.

Menanggapi kasus pembacokan dialami Suri, Hasan mengatakan jika saat itu korban merasa keberatan, maka korban berhak meneruskannya ke ranah hukum. Ia juga tidak membenarkan perlakuan satuan pengamanan yang meninggalkan Suri di rumah sakit kala itu. 

“Sesuai aturan, harusnya kita mengantarkan, tetapi harus ada keluarganya datang dan kita jelaskan. Tidak boleh kita tinggalkan begitu saja, kalau saya tahu siapa anggota yang seperti itu, akan ditindak, dan mencari keluarganya."

Segala bentuk tindakan kriminal yang terjadi tidak serta-merta diselesaikan langsung oleh pihak keamanan kampus, melainkan diteruskan ke pihak kepolisian yang lebih berwajib. “Kita proses dulu di sini, kita data. Barang buktinya apa, kita foto pelakunya lalu kita serahkan ke kepolisian,” kata Hasan. 

Koordinasi juga menjadi kunci penting dalam proses pengamanan kampus. Bukan hanya antar petugas keamanan, namun juga dengan pihak rektorat. “Kalau kita keamanan yang di rektorat, di bawah naungan Kasub Rumah Tangga. Kita laporkan tiap satu jamnya ke pimpinan.”

Hasan juga mengaku masih mengalami kendala dalam sistem pengamanan. Di antaranya adalah alat berkomunikasi HT yang kurang, petugas keamanan di fakultas juga masih banyak yang tidak punya HT. Sehingga koordinasi masih belum berjalan maksimal. Minimnya personil juga menjadi soal lainnya, baik itu yang bekerja di lingkup rektorat maupun fakultas.

Selain itu, pembatasan jam malam yang masih menjadi masalah. Menurutnya ada baiknya dibatasi, paling tidak sampai jam 12 malam. Bukan hanya untuk mahasiswa, tetapi juga untuk seluruh lapisan civitas academica yang memiliki kepentingan di kampus hingga malam hari. Namun kenyataannya masih ada yang berkegiatan sampai larut malam, bahkan sampai menginap. Jika hal ini terjadi, susah untuk diketahui apakah orang tersebut adalah warga kampus atau dari luar.

Beberapa permasalahan sudah diajukan ke pihak atas untuk kemudian ditindaklanjuti, namun prosesnya berjalan lambat, bahkan sebelum dibawa mahasiswa dalam tuntuntan-tuntutannya. Hasan mengaku senang dengan pergerakan mahasiswa yang kemudian mendesak adanya perbaikan fasilitas di kampus. “Karena kalau kita yang mengajukan, responsnya lambat,” terangnya.

Kesadaran untuk menjaga keamanan kampus memang menjadi tanggung jawab seluruh pihak. Hasan yakin jika seluruh civitas academica mengikuti aturan, Unmul akan aman. (yun/syl/wuu/ina/ren/mrf/snh/rst/sii/adl/els)



Kolom Komentar

Share this article