Reportase

Perlahan-lahan Meniadakan Rumah Warga dari Kampus

Salah satu jejeran rumah yang berlokasi di kampus FKIP Banggeris. (Foto: Fadiah Adlina)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Wilayah kampus Unmul tak hanya digunakan sebagai sarana studi dan juga hal lainnya yang berkaitan dengan kegiatan perkuliahan, tapi juga di ujung sudutnya terdapat beberapa rentetan rumah yang terlihat bersanding dengan kokohnya bangunan fakultas.

Anak-anak kecil berlari keluar masuk tanpa ragu di depan ruang kelas. Hiruk pikuk perkuliahan sudah akrab di kesehariannya. Bukan barang satu atau dua tahun mereka di sana. Mereka bahkan telah hidup bersama dengan perubahan dan perkembangan Unmul sejak masa silam. Pemandangan ini dapat ditemui di FKIP Pahlawan, FKIP Banggeris, dan juga FIB.

Sejak mereka membangun rumah dan memilih menetap di dalam kampus Unmul, tanah tersebut merupakan milik pemerintahan provinsi (Pemprov) Kaltim. Hal ini membuat para pemukim yang berada di wilayah Unmul tidak mengambil pusing masalah legalitas tanah yang mereka tempati. Ditambah lagi degan status mereka yang sebagian besar merupakan bagian dari civitas akademika Unmul. Namun beberapa tahun terakhir, Sugiarta, selaku Kepala Bagian Hukum Tata Laksana (HTL) Unmul menyatakan bahwa Pemprov Kaltim telah menghibahkan tanah tersebut kepada pihak Unmul.  

“Mengurus permohonan dihibahkan dari tahun 2011, baru diserahkan ke kita di tahun 2015,” ujarnya.

Tanah yang telah dihibahkan Pemprov Kaltim ke Unmul antara lain Kampus Gunung Kelua, Kampus Unmul Jalan Flores, FKIP Banggeris, dan Kampus Laboratorium Kebun Percobaan Desa Teluk Dalam. Sementara itu, FKIP Pahlawan kini masih dalam proses permohonan hibah dari Unmul ke Pemprov Kaltim. Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa penertiban rumah warga yang berada di wilayah kampus baru dapat dijalankan, setelah sebelumnya masih menjadi milik Pemprov Kaltim.

Sugiarta menyatakan bahwa para pemilik rumah yang berada di wilayah kampus menyalahi aturan tata kelola aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini dikarenakan aset yang digunakan oleh pihak ketiga (pemukim) tidak sesuai dengan aturan semestinya yang seharusnya dikenai kontribusi atau tarif.

Beberapa warga yang tinggal di daerah kampus memilih berjualan dengan membuka bagian depan rumahnya sebagai kantin. Menanggapi hal ini, Sugiarta menerangkan bahwa untuk warga yang tinggal di dalam kampus dan mendirikan bangunan semi permanen untuk berjualan, perlu mendapat perhatian dari pihak pimpinan fakultas atau universitas. Yakni dengan mempersiapkan tempat atau bangunan sesuai peruntukannya yang presentatif dan mereka dipindahkan dengan cara menyewa sesuai aturan BUMN.

Warga yang telah lama menetap akan merasa betah berada di wilayah kampus Unmul. Dibuktikan dengan kepemilikan rumah yang bahkan telah sampai turun temurun, menyebabkan proses pemindahan warga yang bermukim di beberapa titik Unmul memakan waktu. Sugiarta menambahkan hal ini  tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba, melainkan harus melalui beberapa proses. Seiring dengan proses yang berjalan, beberapa rumah yang telah lama menetap di dalam wilayah kampus Unmul berkurang.

“Kita kan tidak bisa frontal, harus pelan-pelan. Tapi kan buktinya satu demi satu bisa dilewati,” ujarnya.

Hal ini dibuktikannya dengan kampus FEB yang sekarang sudah tidak ada lagi permukiman di dalamnya. Disusul dengan FKIP Gunung Kelua yang kini juga bebas dari rumah warga. Dalam waktu dekat ini, FIB akan mengikuti langkah tersebut.

Setelah berhasil sebelumnya dengan beberapa fakultas, ternyata belum semua diproses. Sugiarta menilai untuk wilayah Gunung Kelua, FISIP dan Fahutan menjadi fakultas yang belum ia sentuh. Bukan hanya menjadi tanggung jawabnya, Sugiarta menyatakan bahwa memerlukan dukungan yang kuat dari pihak masing-masing fakultas untuk dapat menciptakan suasana kampus yang rapi.

“Semuanya tergantung komitmen kepemimpinannya juga,“ katanya. (adl/wal)



Kolom Komentar

Share this article