Reportase

Menghadapi DO yang di Depan Mata

Sebagian orang menilai bahwa diterapkannya drop out sebagai motivasi agar dapat segera menyelesaikan studi. (Sumber foto: kabarna.id)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA -Drop-out (DO) adalah proses pencabutan status kemahasiswaan atas diri mahasiswa disebabkan oleh hal-hal yang telah ditentukan oleh universitas. Di Unmul ada lima hal yang melatarbelakangi jatuhnya DO kepada mahasiswa.

Pertama, DO Administratif berlaku bagi mahasiswa yang tidak melakukan daftar ulang selama beberapa semester atau tidak membayar biaya administrasi selama beberapa semester kepada universitas. Kedua, DO Akademik berlaku kepada mahasiswa yang selama beberapa semester berturut-turut mendapatkan IP semester rendah atau kurang dari standar yang ditetapkan oleh akademik.

Ketiga, DO karena seorang mahasiswa tidak dapat memenuhi ketentuan masa studi. Misalnya dalam tujuh tahun seorang mahasiswa itu belum bisa menyelesaikan masa studinya, maka boleh jadi ia akan terkena DO. Keempat, DO akibat mahasiswa melanggar ketentuan hukum, susila, etika, dan juga karena terjerat kasus kriminal. Kelima, DO lantaran mahasiswa tidak bisa memenuhi target SKS yang ditentukan perguruan tinggi dalam kurun waktu tertentu. Kondisi demikian bisa terjadi lantaran mahasiswa yang bersangkutan memiliki aktivitas lain di luar jam kuliah.

Bagi mahasiswa angkatan 2010, tahun 2017 ini akan menjadi penentu lolos atau tidaknya mereka dari jerat DO. Tentu saja itu adalah kekhawatiran bagi angkatan tua yang masih bertahan. Namun, berkat adanya tenggat di depan mata membuat mahasiswa justru terpicu.

“Justru menurut saya lebih efektif dan fokus karena kita ngerjainnya di bawah tekanan yang memforsir kita buat jadi lebih rajin dan serius ngerjain skripsi,” ucap Memet (nama samaran), mahasiswa angkatan 2010 prodi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik.

Saat ditemui di kediamannya 27 Maret lalu, Memet bercerita bahwa yang menjadi faktor utama dari keterlambatan ia lulus adalah karena ia kerap menunda tugas skripsi. Sebabnya pada semester pertengahan, Memet mencoba untuk mencari pengalaman dengan bekerja sebagai terapis bagi anak berkebutuhan khusus selama 1,5 tahun di Jalan Markisa, Samarinda Ulu. Bersamaan dengan masa kerja dan mata kuliah yang habis itu, Memet memilih menghabiskan waktu dengan bermain game hingga membuatnya terlena akan tugas akhir.

Sampai ia dapatkan pula teguran dari ketua prodi yang ingin  agar ia kembali berkutat skripsi. 

Waktu awal-awal kuliah, Memet sempat merasa salah jurusan dan itu membuat ia keteteran dalam menerima mata kuliah psikologi. Ia pun terlambat mengetahui adanya kesempatan untuk mengganti jurusan di awal perkuliahan.

“Ya,  dijalanin saja sampai akhir. Yang penting sudah tahu tentang psikologi itu seperti apa hitung-hitung buat nambah wawasan,” katanya.

Memet bahkan kadang harus berbohong untuk menjawab pertanyaan "kapan lulus?" yang dilontarkan orang tuanya. Kebohongan itu membantu ia bergerak untuk segera mewujudkan isi omongannya.

“Ini masih ngejar sidang kedua sih. Rencananya lulus nanti mau kerja di daerah Sepaku. Lumayan banyak perusahaan, dekat rumah juga. Biar tiap minggu atau libur bisa balik ke rumah orang tua buat bantu-bantu. Ya Sekaligus sebagai bentuk penebus kesalahan karena kemalasan kemarin,” pungkasnya. (ann/mpr/wal



Kolom Komentar

Share this article