Press Release

Sylva Mulawarman Meneropong dan Jajaki Hutan Tropis di Muara Siran

Potret anak Kampung Muara Siran.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Dok. Penulis

Seandainya pemerintah mempunyai sedikit ketegasan, kesungguhan dan komitmen untuk infrastruktur kampung, membangun bangsa dari sektor pendidikan dan mengelola hutan secara lestari maka keadaan kampung ”di atas air”, Muara Siran tidak separah sekarang ini. 

Seandainya akses perjalanannya mudah, barangkali akan banyak yang berkontribusi serius menetapkan komitmen atas pembangunan masyarakat dan pengelolaan hutan lestari, barangkali persoalan-persoalan yang muncul belakangan dapat diantisipasi. Sayang upaya pemerintah masih tidak memadai.`

Kampung Muara Siran, kampung yang diapit dan bersinggungan dengan hutan konservasi berupa Cagar Alam Sedulang, lahan gambut paling luas di Kalimantan Timur dengan luas potensial 76.882 hektar dan sebagian luasannya dari total 278.767 masuk dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) seperti Hutan Tanaman Industri (HTI: sawit, karet dll). 

Lahan gambut Siran juga mempunyai danau yang dinamai “Danau Siran” luasnya 750 hektar, berada tepat di tengah kawasan gambut. Selain itu, kampung Muara Siran juga berdekatan dengan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK), hutan masyarakat yang merupakan objek dari perhutanan sosial  dan disusul akan disahkannya untuk Kawasan Hutan Lindung disepanjang das mahakam dan sub-das serta perlindungan pesut mahakam di wilayah Muara Siran.

46 Perguruan Tinggi di Indonesia Hadiahi Lembaga Kehutanan Unmul sebagai Tuan Rumah PMKI

Bagi Fakultas Kehutanan Unmul, pergeseran nilai terhadap sumber daya hutan berarti menata ulang kurikulumnya. Sejak Agustus 2001 lalu, kurikulum Unmul bukan lagi sekedar penghasil kayu, melainkan pula produksi jasa lingkungan, ekosistem hayati dan kesejahteraan masyarakat. Prinsip pengelolaan hutan pun telah bergeser, bukan lagi kelestarian hasil, melainkan pengelolaan Hutan Lestari. Hingga saat ini, kurikulum terus memperbaiki mutu untuk melakukan pendekatan pendekatan ekologis dan mewujudkan masayarakat yang sejahtera.

Hasilnya? 4 mata kuliah: Hutan Kemasyarakatan, Sosial Pedesaan Hutan, Perhutanan Sosial dan Agroforestry dan mata kuliah pendukung lainnya yang pernah digagas oleh Prof. Dr.Ir. Mustofa Agung Sardjono. Tidak jauh berbeda dari tujuan Tri Dharma Perguruan Tinggi (PT), sebagai unsur dari PT yaitu, mahasiswa yang diwadahi oleh lembaga kemahasiswaan seperti Lem Sylva Mulawarman juga terstruktur dengan kurikulum Sylva Indonesia dalam hal mendukung praktik Ilmu Kehutanan di masyarakat.

Lem Sylva Mulawarman sebagai lembaga eksekutif mahasiswa yang cukup tua di Unmul telah memasuki usia ke 56 tahun tepat pada Jumat, 1 Maret 2019 lalu. Penamaan lembaga organisasi ini tidak saperti organisasi eksekutif mahasiswa pada umumnya di Unmul, diawali dengan Senat Mahasiswa Kehutanan Unmul dan kini berubah nama menjadi Lem Sylva Mulawarman hingga kini. 

Dengan usianya yang sudah memasuki 7 windu rupanya sudah sangat kerap dipercayakan menjadi Unit Pelaksanaan Tugas (UPT) program Nasional Ikatan Mahasiswa Kehutanan Seluruh Indonesia (Sylva Indonesia). Sylva Indonesia merupakan ikatan satu-satunya kehutanan di seluruh Indonesia yang terdiri dari 46 dari 66 perguruan tinggi berjurusan Kehutanan.

Sebagai lembaga eksekutif perpanjangan tangan untuk UPT Unmul yang dihadiahi sebagai tuan rumah dalam pelaksanaan program kegiatan Pelatihan Mahasiswa Kehutanan Indonesia (PMKI) selama 5 hari pada April 2019 mendatang. Merunut sejarah Lem Sylva Mulawarman juga sudah pernah melaksanakan PMKI pada tahun 2009 dan praktik lapangannya di Taman Nasional Kutai, tetapi pada PMKI 2019 ini, terdapat banyak perubahan materi dan tempat praktik Ilmu Kehutanan.

Pada agenda ini akan gelar road show, pelatihan Saintis bidang Keilmuan Kehutanan, pergerakan, praktik lapangan di hutan konservasi, hutan lindung, hutan objek perhutanan sosial/reforma agraria, lahan gambut, pengelolaan daerah aliran sungai, Sylva live in ( Sylvain) atau bakti masyarakat, aksi nasional dan glow in Sylva

Ada 2 kabupaten menjadi pilihan untuk praktik lapangan dan lokasi live in Sylva yaitu di Desa Mentawir Penajam Paser Utara dan Kampung Muara Siran, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Menengok Langsung Kampung Muara Siran

Dalam rangka mendukung kegiatan PMKI, Sylva Mulawarman mencoba meneropong hutan tropis Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara dengan segala permasalahan dan potensinya menjadi fokusan Lem Sylva Mulawarman untuk melakukan kegiatan dan menjajakinya. 

Untuk mempermatang konsep kegiatan PMKI, Lem Sylva Mulawarman yang disetujui oleh ketua panitia, memberangkatkan anggotanya untuk melakukan survei lapangan yang dinamai “Tim Serasah”, untuk menengok langsung Kampung Muara Siran. 

Tim Serasah ini mengirim rimbawan muda Mulawarman angkatan 2017 dengan dikordinatori oleh Gilbert Renaldy Manullang dan Muhammad Taufiq, serta panitia yang turut serta Jefri Toding Bua, Ahmad Ainun Ridho, Yuka Nofrando Purba yang didampingi oleh 1 Sylvais Angkatan 2014, sebagai Staring Commite (SC) PMKI.

Selama 2 hari Tim Serasah memulai perjalannya dari Samarinda menuju Kampung Muara Siran, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai kartanegara. Perjalanan ditempuh dengan 4 jam perjalanan melalui jalan darat dan 1 jam perjalanan lewat air dengan 2 kali penyeberangan sungai. Rusaknya jalan dan tidak tersediannya beberapa site plan informasi titik lokasi membuat tim sulit menemukan Kampung Muara Siran.

Tim Serasah melakukan orientasi lapangan di sekitar desa dan menemukan beberapa data dengan luas wilayah 42.201 hektar dan dihuni sekitar 369 KK dengan 1.356 total jumlah penduduk. Masyarakat masih pertahankan budaya kearifan lokalnya, telah memiliki BUMDES dalam memperdayakan masyarakat, menjaga hutan dengan menggantungkan kehidupanya pada sumber daya alam sekitar.

Terbukti dengan mata pencaharian sebagai nelayan dan pewalet. Eksistensinya sebagai nelayan didukung dengan sungai dan lahan gambut yang luas. Menurut Pokja Perhutanan Sosial, tercatat rata-rata 8 ton ikan air tawar berhasil ditangkap setiap harinya dengan alat tangkap tradisional. 

Terdapat situs Kerjaan Tua Kutai dan Agama Hindu, juga 1 sekolah dasar, 1 sekolah menengah atas dengan 3 ruangan kelas yang memprihatinkan, serta guru yang masih honorer. Keadaan sumber daya manusia, pendidikan dan akses jalan sert  jarak tempuh ini menjadi menarik untuk lebih dalam lagi tim jajaki.

Salah satu Tim Serasah, Jefri Toding Bua menyoroti bidang pendidikan dan infrastuktur desa, selama perjalanan ia mengatakan, seandainya pemerintah mempunyai sedikit ketegasan, kesungguhan dan komitmen untuk infrastruktur kampung, membangun bangsa dari sektor pendidikan dan mengelola hutan secara lestari maka keadaan kampung ”di atas air”, Muara Siran tidak separah sekarang ini.

Seandainya akses perjalanannya mudah, barangkali akan banyak yang berkontribusi serius menetapkan komitmen atas pembangunan masyarakat dan pengelolaan hutan lestari, barangkali persoalan-persoalan yang muncul belakangan dapat diantisipasi. Sayang upaya pemerintah masih tidak memadai.

Hingga pada keesokan harinya, Tim Serasah menggelar audiensi dan diskusi dengan Camat dan Kepala Desa Muara Siran. Dalam pertemuan tersebut, H. Surya Agus,SP. selaku Camat Muara Kaman menyatakan kesiapan dan kesediaannya menyambut mahasiswa Kehutanan seluruh Indoenesia, serta membantu dalam hal untuk tempat Sylva live in dan pusat kordinasi ke beberapa kawasan hutan di dekat wilayah tersebut.

Sekretaris Kampung Muara Siran juga memberikan banyak data dan beberapa peta permasalahan desa dan kawasan hutan yang bersinggungan langsung dengan Kampung Muara Siran.

Yuka dari Tim Serasah yang sudah langsung akrab dengan penduduk Kampung Muara Siran melakukan diskusi-diskusi kecil dengan warga. Ibu Asnah, seorang warga Kampung Muara Siran, ibu yang digaji sukarela untuk membersihkan balai desa bercerita tentang kehidupan Muara Siran. Ibu tersbut juga menjelaskan bagaimana peran hutan di sekeliling Muara Siran terhadap perekonomian warga Muara Siran.

Muara Siran bersinggungan langsung dengan hutan konservasi berupa Cagar Alam Sedulang dengan luas 62.500 hektar, dengan ekosistem hutan rawa, rawa air tawar, hutan dataran rendah dan perairan tawar dan termasuk juga dalam wilayah das Mahakam, sub-das Kedang Pala, Kedang Rantau, Ngayu dan Seputih, perlindungan dan konservasi pesut Mahakam.

Bentangan lahan gambut paling luas di Kalimantan Timur dengan luas potensial 76.882 hektar dan sebagian luasnya dari total 278.767 masuk dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) seperti Hutan Tanaman Industri (HTI: sawit, karet dll). Lahan gambut siran juga mempunyai danau yang dinamai “Danau Siran” luasnya 750 hektar. 

Muara Siran, menjadi kampung percontohan pengelolaan dan merawat gambut serta hutan alam mandiri berbasis masyarakat di kabupaten konservasi di seluruh Indonesia. Program PBB untuk pengurangan emisi seperti REDD (Reducing Emmissions from Deforestration and Degradation) turut menyambangi Muara Siran dengan hadirnya Kementerian Lingkungan Hidup dari Thailand untuk menjadikan Muara Siran sebagai penyerap karbon di mata dunia.

Selain itu, kampung Muara Siran juga berdekatan dengan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK), Hutan Masyarakat yang merupakan objek dari perhutanan sosial dan disusul akan disahkannya untuk Kawasan Hutan Lindung di sepanjang das Mahakam dan sub-das di wilayah Muara Siran.



Yuka Nofrando Purba: Ayo Kawan Mengamalkan Ilmu Kita, Sylva Indonesia untuk Muara Siran!

Keputusan Mendikbud No.155 Tahun 1998 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Lembaga Kemahasiswaan dan Perguruan Tinggi dan UU. NO 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi serta Tridarma Perguruan Tinggi menjadi landasan mahasiswa sebagai penerus bangsa untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh selama di kampus.

Yuka Purba, Mahasiswa Kehutanan 2017, anggota Tim Serasah mengatakan, “Untuk itu perlu sinergisitas antara pemerintah, masyarakat dan mahasiswa dalam upaya pengelolaan hutan yang lestari dan masyarakat sejahtera, Ayo kawan amalkan ilmu kita, Sylva Indonesia untuk Muara Siran." 

Dengan hadirnya mahasiswa Kehutanan seluruh Indonesia April nanti, kawan-kawan mahasiswa dapat mengapliksikan ilmu yang telah dipelajari untuk meningkatkan sumber daya mahasiswa Kehutanan Indonesia ke arah riset pengembangan dan pengolahan hutan yang adil, lestari dan demokratif serta kemampuan pengetahuan, teknik riset dan pengembangan mahasiswa Kehutanan dalam bidang pergerakan (kempemimpinan/kebangsaan, manajemen organisasi, advokasi), dan bidang sains ilmu kehutanan (gis, konservasi, perhutanan sosial, energi ramah lingkungan). Pendampingan masyarakat hutan dalam pengelolaan hutan berbasis terpadu untuk mengembangkan Kampung Muara Siran.

Press Release oleh Fitriyani Sinaga, Rimbauan Unmul.



Kolom Komentar

Share this article