Opini

Turnitin Mengubah Pengajar Menjadi Pemalas

Opini turnitin

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Google Images

Perkembangan teknologi turut mengubah kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan setiap teknologi yang ditemukan atau diciptakan sudah tentu mampu mempermudah orang dalam kesehariannya. Dengan demikian, masyarakat sudah tentu mengalami dinamika tersendiri di berbagai bidang kehidupannya. Seiring dengan keberadaan suatu teknologi yang menyederhanakan urusan setiap orang.

Salah satu bidang yang turut terdampak dengan adanya perkembangan teknologi adalah pendidikan. Sebelum ditemukannya kertas, manusia menyampaikan ilmu kepada sesamanya melalui suatu media dengan melukis pada batu, menulis di atas daun, dan lain sebagainya. Setelah ditemukannya kertas dan mulai mengenal aksara, manusia menggunakan penulisan kertas sebagai sarana menyampaikan pesan ilmu. Demikian pula setelah ditemukannya mesin ketik, komputer, hingga internet.

Sejak ditemukan oleh Vint Cerf dan teman-teman sesama ilmuan lainnya hingga berkembang pada saat ini, internet turut serta membantu menyederhanakan sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang semakin sederhana tersebut menjadi salah satu faktor yang mengubah kebiasaan dalam dunia pendidikan.

Pada konteks kekinian, segala ilmu dapat dicari dan tersedia dalam dunia maya. Hanya dengan membuka komputer, laptop, telepon genggam, tablet, dan perangkat lainnya dengan sangat mudah. Semua orang dapat mengakses serta membaca segala informasi dan pengetahuan kapan pun dan di manapun mereka berada.

Hal ini jauh berbeda dibandingkan dengan zaman dahulu. Sebelum secanggih sekarang, untuk mendapatkan suatu ilmu; selain diajarkan melalui pendidikan formal maupun secara tradisional, orang diharuskan pergi ke perpustakaan untuk membaca buku-buku ataupun sumber tertulis lain disana seperti koran, majalah, dan lain-lainnya. Hal ini sudah tentu menyulitkan orang tersebut karena sumber pengetahuan yang lebih terbatas, ketersediaan buku tidak terjamin, dan lain-lain.

Pada dasarnya keberadaan internet mempermudah segala urusan dan membuat manusia menjadi lebih baik, termasuk dalam urusan pendidikan. Namun, ada saatnya internet justru mengubah kebiasaan orang menjadi buruk.

Salah satu kebiasaan tidak bagus yang muncul seiring dengan perkembangan internet adalah kemalasan. Tidak dapat dipungkiri dengan segala kemudahan untuk mengakses internet dan mendapatkan ilmu, perilaku para pelajar cenderung menjadi lebih pemalas daripada pendahulunya. Pelajar zaman sekarang bisa melihat internet untuk menyelesaikan tugasnya tanpa harus repot pergi ke perpustakaan untuk membuka buku.

Seorang pelajar juga tidak diharuskan membuka satu persatu halaman di buku, karena dengan internet bisa dicari bahan pelajaran dengan hanya menuliskan kata kuncinya. Kemalasan pelajar yang berkepanjangan berpotensi meningkatkan kasus plagiarisme dalam dunia pendidikan.

Bukan tidak mungkin seorang pelajar dapat menyalin utuh suatu pembahasan di internet tanpa mencantumkan sumber. Hal ini tidak ubahnya sama dengan perilaku menyontek seorang pelajar di kelas ketika sedang diadakan ujian akhir.

Padahal penting bagi seorang pelajar untuk mencantumkan sumber bacaan yang didapatkannya dari internet. Selain untuk menghindari plagiarisme, sumber yang jelas secara tidak langsung akan menunjukkan keabsahan substansi dari sumber bacaan tersebut. Keabsahan substansi akan menentukan suatu fakta dalam sumber bacaan sehingga penting untuk memilah sumber bacaan yang memuat fakta atau bukan.

Pelajar, selain diharuskan menghargai orisinalitas karya tulisan, juga dituntut harus memiliki kemampuan untuk memilih suatu sumber bacaan sehingga mereka bisa memvalidasi kebenaran ilmu yang didapatkan dari sumber di internet.

Pelajar tidak boleh menjadi pemalas dengan hanya menyalin utuh suatu sumber bacaan yang ada di internet atas dasar penegakan norma untuk menghargai orisinalitas suatu sumber serta memvalidasi kebenaran ilmu yang didapat dari sumber tersebut.

Perilaku pelajar yang malas tersebut akan berdampak kepada perilaku para pengajar. Pengajar sudah tentu tidak menginginkan hasil pekerjaan pelajarnya berdasarkan hasil menyontek dari sumber daring. Dengan begitu dalam rangka mengantisipasi plagiarisme, pengajar dituntut untuk bisa memeriksa suatu tulisan atau tugas lain yang dibebankan kepada para pelajarnya.

Hal ini merupakan suatu tantangan yang sangat berat, mengingat seorang pengajar diberi tanggung jawab mengajar pada suatu kelas yang berjumlah olrang tidak sedikit sehingga sudah tentu merepotkan pengajar. Selain memeriksa satu per satu kebenaran dari tugas pelajar, pengajar juga dituntut untuk memvalidasi keabsahan sumber ilmu yang dibaca oleh pelajarnya.

Bagi sebagian pengajar yang cukup “melek teknologi”, mereka tidak ragu untuk menggunakan suatu teknologi pengecekan otomatis suatu tugas atau tulisan, contohnya turnitin. Turnitin adalah aplikasi pengecek otomatis yang dapat digunakan sebagai fasilitas untuk memeriksa tingkat peniruan atau plagiarisme suatu tulisan dengan tulisan lainnya.

Dengan fasilitas tersebut seorang pengajar tidak perlu repot memeriksa satu persatu tulisan atau tugas para pelajarnya. Cukup dengan mengunggah file tulisan atau tugas kepada aplikasi pengecekan otomatis, dengan sederhana aplikasi tersebut akan memberi nilai keabsahan tulisan tersebut berdasarkan tingkat plagiarismenya. Semakin mirip suatu tulisan dengan sumber aslinya, semakin besar nilai plagiarisme yang ditunjukkan.

Penggunaan turnitin atau aplikasi pengecek otomatis lainnya dapat berdampak positif apabila digunakan sebagai fasilitas tambahan untuk membantu pengajar menilai tugas pelajarnya. Pengajar tidak perlu kelimpungan dengan banyaknya tugas yang diterima dari para pelajarnya dan dengan mudah mengambil nilai dari hasil aplikasi tersebut untuk dijadikan acuan penilaian kepada pelajarnya. Dengan aplikasi pengecek otomatis, beban seorang pengajar menjadi lebih ringan dengan bantuan teknologi internet tersebut.

Tanpa disadari, aplikasi pengecek otomatis sebenarnya berpotensi membahayakan bagi sistem pendidikan, khususnya sistem pengajaran formal. Menurut pendapat Penulis, apabila aplikasi pengecek otomatis digunakan secara tidak bijak, maka penilaian tugas para pelajarnya akan menjadi tidak akurat. Hal tersebut sudah tentu merugikan para pelajar, karena mereka akan mendapatkan nilai buruk atas hasil subjektif dari aplikasi pengecek otomatis.

Ini bukan isu isapan jempol belaka. Faktanya beberapa pengajar yang terlena dengan fasilitas ini bisa saja menjadi malas untuk melakukan pengecekan kembali pekerjaan pelajarnya untuk kemudian disesuaikan dengan hasil aplikasi pengecek otomatis tersebut. Oknum pengajar tersebut menjadi pemalas; hanya menggunakan subjektifitas aplikasi pengecek otomatis sebagai pertimbangan utama memberikan penilaian.

Apabila hasil tes yang dilakukan aplikasi pengecek otomatis menunjukkan tingkat plagiarisme tinggi, oknum tersebut secara serta merta menganggap pekerjaan seorang pelajar salah karena dianggap telah “menyontek”. Padahal penilaian dari aplikasi pengecek otomatis hanyalah suatu “kecurigaan” atas plagiarisme yang dilakukan oleh pelajarnya. Selayaknya kecurigaan pada umumnya, kecurigaan mencontek pelajar seharusnya dibuktikan dengan dilakukannya pengecekan kembali supaya mendapatkan hasil yang lebih objektif.

Kemalasan pengajar akibat penyalahgunaan aplikasi pengecek otomatis dapat memungkinkan terjadi suatu kerusakan dalam sistem pendidikan. Selain dapat memberikan penilaian yang tidak objektif, penyalahgunaan aplikasi pengecek otomatis bisa saja membuat pelajar mearasa pelajar tidak dihargai atas kejujuran dan kemampuannya terhadap tulisan atau tugas yang dibuatnya.

Pisau akan menjadi berguna di tangan koki handal, tetapi akan menjadi berbahaya di tangan pembunuh. Aplikasi pengecek otomatis dapat didayagunakan dengan bijaksana, tetapi apabila digunakan dengan salah justru bisa merugikan.

Penulis tetap menyalahkan perilaku menyontek atau plagiarisme yang dilakukan pelajar dalam mengerjakan tugas atau tulisan yang bersumber dari internet sehingga diperlukan suatu kemampuan bagi para pelajar untuk bisa melakukan riset dan penulisan yang layak. Kecurangan tetaplah menjadi suatu kecurangan dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

Akan tetapi ada baiknya pekerjaan para pelajar tetap dinilai objektif oleh pengajarnya berdasarkan substansi atau isi yang dituangkan dalam tugas mereka. Aplikasi pengecek otomatis selalu dapat dijadikan opsi untuk mempermudah mendeteksi kecurangan para pelajar.

Hanya saja merupakan suatu tindakan yang tidak bijak apabila hasil aplikasi pengecek otomatis digunakan sebagai acuan penilaian utama terhadap pekerjaan pelajar tanpa suatu pertimbangan objektif lainnya.


Ditulis oleh Rifqi Akbar Darmawan, mahasiswa Ilmu Hukum, FH Universitas Padjadjaran.



Kolom Komentar

Share this article