Opini

[Tajuk Rencana] Nasib Mahasiswa Dipertaruhkan

Melalui Tajuk Rencana yang telah Sketsa bagikan pada Selasa (11/7) lalu, berbagai tanggapan timbul.

SKETSA - Tahun 2013 adalah momentum pemerintah pusat memberlakukan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sistem yang berlaku di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia diterima dengan berat hati oleh sebagian pihak. Tumbal pertama angkatan 2013, persoalan kini telah di depan mata. Mereka diharuskan membayar penuh meski hanya tersisa tugas akhir.

Banyak yang mengeluhkan, adapula yang menyalahkan mahasiswa akhir ini. Melalui Tajuk Rencana yang telah Sketsa bagikan pada Selasa (11/7) lalu, berbagai tanggapan timbul. "Dilema, tapi memang konsekuensi jika kuliah lebih dari 8 semester pasti terasa seperti "rugi". Bukankah itu pilihan? Dan setiap pilihan pasti ada akibatnya. Semoga hasilnya adalah yang terbaik untuk semua pihak," tulis Laily Afsari, pada postingan Tajuk Rencana Polemik UKT 2013 yang dibagikannya di Facebook.

Sama, akun Facebook Bybah Sciim juga turut prihatin. "Kalau dipikir-pikir rugi juga kalau bayar UKT-nya, kan tinggal selesain skripsi aja, ditambah sidangnya. Kan gak ada ikut kelas lagi. Kalau misal bayar UKT-nya 1 juta aja masih mending lah, nah kalau yang 1 semester 6 juta atau 8 juta kan kasian," tulisnya.

Berbeda, melalui Instagram dengan tegas akun @Ibrahim_Arim mengkritik kinerja BEM KM Unmul. "Mestinya BEM KM Unmul ambil langkah cepat. Lobi ke rektorat maraton. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kasihan mahasiswa angkatan 2013. Paham masalah enggak sih?," komentarnya. 

Sedang, akun @Korpus_Dharmo komentarnya agak menyentil hati pembaca. “Kalau di kampus juga tidak melakukan apa-apa maka segera lulus. Toh, hanya jadi mahasiswa kuliah pulang dan selalu menitipkan nasib, berapa persen yang aktif dalam agenda organisasi dari mahasiswa angkatan 2013? Jumlahnya tak akan sampai 25 persen. Ribut-ributnya hanya soal SPP, habis itu hilang.

Toh solidaritas minim, barangkali kaum terpelajar hari ini tak seperti jamannya si pembangun republik. Saat ini kaum terpelajar banyak terjebak pada politik praktis, belum lagi mental jilat sana, jilat sini. Jangan-jangan BEM juga hanya jadi pengorganisir keresahan? 

Hasil advokasi yang berhasil mendorong mahasiswa untuk berkegiatan dalam organisasi juga mungkin tak ada? atau aku yang kurang tau sudahlah segera lulus jika dikampus juga tak melakukan apa-apa agar tak jadi generasi pengeluh realitas masyarakat tentu sudah sangat jauh tak sekecil teriakan hidup mahasiswa yang tak terdengar lagi," tulisnya panjang.

Lalu, ada akun @Khajjarrv yang komentarnya ditujukan kepada rektorat. "Mestinya rektorat, juga tidak menutup mata dengan kondisi mahasiswa. Seharusnya bisa diupayakan. Misal, bagi yang sudah tinggal pendadaran dengan UKT di atas Rp 4 juta, bisa diberi keringanan. Jangan pukul rata semua. Beri kelonggaran. Aturan itu bukan firman Tuhan, yang tidak bisa diubah. Undang-undang saja bisa di amandemen, kenapa Permen (peraturan menteri) tidak?," komentarnya tegas.  

Terlepas dari keprihatinan serta kritik pedas yang diberikan, mahasiswa 2013 ataupun angkatan selanjutnya, mestinya merasakan keadilan. Padahal, awalnya tujuan UKT adalah merampingkan biaya kuliah, serta menekan anggapan pendidikan itu kini tak lagi mahal. Oleh karenanya, Unmul berkewajiban meninjau ulang. 

Sebab, berdasarkan pasal 40 jo 41 Permenristekdikti nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional, "Perguruan Tinggi mempunyai kewajiban untuk mengevaluasi standar satuan biaya operasional tiap akhir tahun anggaran." Maka, standar satuan biaya inilah yang dijadikan dasar untuk menetapkan biaya yang ditanggung mahasiswa, dengan tetap mempertimbangkan sistem subsidi silang seperti dalam UKT.

PTN-PTN di Indonesia seakan tunduk pada peraturan. Nyatanya, kebijakan malah disalahgunakan. Tak sedikit pihak dirugikan. Jika salah satu kubu, yakni rektorat melunak, bukankah urusannya jadi lebih enak? Tak akan ada aksi bakar dan demo massa yang bikin Unmul ngilu.

Sayangnya, bila menengok perjuangan mahasiswa dengan gerakannya, tak sedikit mereka tak satu suara. Beda pendapat dan pemikiran, menjadikan mereka tak sejalan. Mungkin, wajar demikian. Lalu, adapula yang terpaku dengan hal-hal kekinian. Hingga lupa, mereka intelektual muda yang diidam-idamkan.

LPM Sketsa Unmul
Jumat, 14 Juli 2017



Kolom Komentar

Share this article