Opini

Sorot Problematika Pendidikan Kaltim 2017

Mahasiswa sebagai kaum intelektual seharusnya menjadi penggerak dalam perjuangan perbaikan pendidikan. Sebuah opini dari Idet Arianto Putra, Mahasiswa FKIP 2015. (Sumber foto: istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Hidup Mahasiswa!
Hidup Pendidikan Indonesia!

Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia, sebagaimana termuat di dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan nasional ini, pendidikan merupakan salah satu ‘jembatan emas’ yang dianggap tepat untuk dilalui agar dapat mencapai tujuan tersebut. Hal ini menjadi alasan utama, mengapa pendidikan menjadi salah satu sektor yang sangat diperhatikan dalam agenda pembangunan suatu bangsa dan negara.

Sebagaimana sebuah jembatan, pendidikan harus diupayakan sedemikan rupa agar menjadi alternatif penyebrangan yang baik serta dapat mengantarkan orang mencapai tujuan dengan selamat. Sebagaimana jembatan, pendidikan juga terdiri dari berbagai komponen pembentuk. Jika untuk membuat jembatan diperlukan material dasar seperti pasir, batu, semen, beton. Maka begitu juga dengan pendidikan. Pendidikan membutuhkan komponen pembentuk atau komponen yang memungkinkan terjadinya suatu (proses) pendidikan, seperti guru, siswa, kurikulum, media pembelajaran, dan lain-lain. Antara jembatan dan pendidkan ini, keduanya membutuhkan sokongan dana. Dana dalam bentuk yang lebih umum, yakni anggaran dimana melalui suatu proses perencanaan yang matang dan sistematis.

Sejatinya, pendidikan bukan sekadar hak, tetapi juga merupakan kewajiban warga negara. Pasal 28C ayat 1 UUD 1945 secara jelas mengatakan, bahwa: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Hal ini dipertegas lagi dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang mengatakan, bahwa: “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Kemudian, terkait pendidikan sebagai kewajiban, pasal 31 ayat 2 UUD 1945 menegaskan, bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan wajib memastikan bahwa pendidikan terselenggara dengan baik. Membiayai pendidikan adalah salah satu tanggung jawab pemerintah yang harus dilaksanakan. Hal ini secara eksplisit diatur di dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945, yaitu: “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Selain itu, Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) secara tegas mengatur bahwa: “Dana pendidikan selain gaji pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan, minimal wajib dialokasikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)”.

Problematika Pendidikan di Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun ini banyak sekali menuai respon negatif, terutama pada pendidikan dasar dan menengah, baik negeri maupun swasta.

Pada tanggal 2 Mei 2017, telah menjadi saksi carut marutnya pendidikan di Kaltim. Betapa tidak, Hari Pendidikan Nasional diwarnai dengan aksi tuntutan pencairan gaji guru honorer dan Tunjangan Penghasil Pegawai (TPP) PNS yang belum terbayarkan selama 5 bulan.

Ini akibat sejak diberlakukannya peralihan kewenangan pengelolaan pendidikan SMA/SMK di Kaltim, dari kabupaten/kota ke provinsi yang tidak berjalan mulus sehingga menyengsarakan sekolah terutama guru. Tidak hanya itu, kegelisahan dan keresahan para guru maupun penggiat pendidikan ialah dana bosda yang belum kunjung cair. Salah kaprahnya perencanaan Pemprov Kaltim dalam penyusunan anggaran, kemudian Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi yang dinilai telah gagal mengelola pendidikan di Kaltim. Terakhir, Pemprov telah mengkhianati nilai-nilai pendidikan selama ini karena parahnya koordinasi dengan DPRD sehingga anggaran terkesan lambat diketok palu.

Kekecewaan guru dan mahasiswa memuncak pada tanggal 22 Mei 2017. Guru dari perwakilan Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur bersama elemen mahasiswa mengadakan aksi kembali di depan Kantor Gubernur Kaltim untuk menagih janji Pemprov dalam hal ini oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim untuk segera mencairkan gaji yang telah dijanjikan pada aksi 2 Mei 2017. Aksi diwarnai ditolaknya semua guru untuk masuk ke dalam kantor Gubernur, namun perwakilan aksi diterima untuk audiensi di dalam bersama perwakilan Pemprov. Aksi ditutup dengan Pemprov dan Kadisdikbud Kaltim menemui massa aksi dan berjanji untuk segera mencairkan hak guru dan sekolah. Namun, ditanggal yang sama Kepala Dinas Pendidikan & Kebudayaan Kaltim mengeluarkan Surat No. 900/6795/DISDIKBUD.Ib/2017 yang ditujukan kepada Pimpinan Utama Bank Kaltim perihal permohonan pemblokiran rekening kepada 13 orang perwakilan guru yang mengikuti aksi hingga audiensi. Betapa mirisnya pendidikan di Kaltim saat ini.

Diakhir tahun 2017, tentunya problematika pendidikan ini menjadi evaluasi kita bersama untuk perbaikan pendidikan menuju tahun 2018. Jangan sampai problematika-problematika diatas terulang kembali. Apalagi 2018 roda pemerintahan Kaltim hadir dengan wajah baru. Karena itu Jaminan Pendidikan Nasional harus benar-benar dijamin dan terealisasi, dengan tidak mengkhianati Undang-Undang (UU) dan tentunya mengalokasikan 20% APBN/APBD untuk kesejahteraan pendidikan, karena sejatinya pendidikan merupakan cerminan masa depan bangsa. Jika hari ini pendidikan Kaltim berkualitas maka sumber daya manusianya ke depan juga akan berkualitas.

Kalimantan Timur sebenarnya sudah cukup untuk membangun sebuah listrik bertenagakan air mata, kesedihan bidang pendidikannya sudah sangat cukup untuk itu. Kita tahu negeri ini banyak penguasa yang haus dengan kekuasaan, penguasa yang selalu mengatasnamakan kesejahteraan pendidikan tetapi sekolah yang selalu jadi korban dan ketika guru menuntut haknya mereka selalu bersolek di ketiak UU yang mereka buat.


Indonesia sekarang sedang terbelenggu dalam kegelapan, yang katanya bertanah air satu namun mereka selalu berdiri di atas penderitaan pendidikan. Yang katanya berbangsa satu namun mereka selalu mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan bidang pendidikan. Yang katanya berbahasa satu namun mereka selalu mendustakan dan mengingkari janji untuk kesejahteraan pendidikan.

Setiap terjadinya penindasan hanya sedikit yang kritis, di antara yang kritis hanya sedikit yang peduli. Di antara yang peduli hanya sedikit yang bergerak.Di antara yang bergerak hanya sedikit yang berjuang dan yang berjuang itu adalah kita mahasiswa intelektual yang akan memperjuangkan perbaikan pendidikan.

 Salam Cinta, Salam Juang!
 Karena dengan cinta kita akan berjuang!

 Hidup Mahasiswa!
 Hidup Pendidikan Indonesia!

Ditulis oleh Idet Arianto Putra, Mahasiswa FKIP 2015.



Kolom Komentar

Share this article