Opini

Sejarah Mungkin Berulang

Pemuda Indonesia saat ini sedang mencoba memahami bagaimana menjadi nakhkoda negeri ini. (Ilustrasi: jogjakartanews.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Akhir-akhir ini kita cukup gerah dengan kondisi terbaru dari Indonesia. Nyaris seluruh aspek kehidupan mengalami fase krusial. Transisi perubahan zaman kian menakutkan. Satu sisi menawarkan harapan namun sisi lainnya tetap menyediakan kekhawatiran.

Banyak elemen di Indonesia yang kini semakin menggebu-gebu untuk menagih peran pemuda. Tak heran, sebab masa lalu telah membuktikan itu. Dibentuknya Boedi Oetomo hingga jatuhnya rezim Soeharto adalah prasasti kiprah pemuda yang direkam oleh waktu. Setiap adanya perubahan selalu diawali dari gerakan anak-anak muda.

Ngomongin perubahan kayanya nggak ribet-ribet amat kok. Cukup diam saja perubahan-perubahan itu bakal terus terjadi dengan atau tanpa peran pemuda di baliknya. Persoalannya adalah ke arah mana perubahan itu?

Sikap untuk berdiam diri dapat membuat kondisi sosial menjadi lebih buruk. Salah satu penyebab sikap diam ini tumbuh subur adalah prinsip relativisme yang mulai semakin menjamur. "Udah urus diri masing-masing saja" sikap seperti ini justru yang membuat hancur negeri kita. Sebab gotong royong dan keramahtamahan adalah identitas kita sebagai bangsa yang harus lestari hingga ke akar rumputnya.

Runtuhnya Andalusia juga terjadi dengan sikap individualistis yang berkembang di samping kehidupan glamour yang membuat pemuda mabuk kepayang. Keruntuhan ini terjadi akibat pemuda-pemudi tak lagi berprinsip sebagai pondasi dan melupakan bangsanya memerlukan urat nadi yang mengalir darah gerakan pemuda di dalamnya.

Maka sudah seharusnya kita mendefinisikan perubahan itu menjadi perbaikan. Agar jargon-jargon ini tak masuk angin dan semakin utopis di tengah kalangan muda yang mulai hambar semangatnya.

"Apa yang diperbaiki bro? Emang negara kita rusak?" Oke gini cuy, alat aja yang sifatnya statis bisa mengalami kerusakan jika bergerak terus menerus. Sehingga nilai buku nya harus dicatat sebagai beban penyusutan dan harus pula dihitung sebagai akumulasi penyusutannya agar ternilai berapa harga sesungguhnya alat itu jika diukur pada akhir periode akuntansi. Lah, negara kita ini terus mengalami gesekan, baik itu vertikal-horizontal, internal-eksternal hinga tataran lokal-nasional. Maka perbaikan ini mutlak!

Untuk menopang upaya-upaya meneguhkan titik perbaikan, memerlukan energi yang tak sedikit. Mulai sinergi, harmoni, kolaborasi dan tagline menawan lainnya adalah upaya sekelompok anak muda untuk mengajak pemuda lainnya untuk turut bergerak. Walau tak di rel dan rute yang sama, pemuda tetap harus bergerak mengantarkan narasi cita-cita kemerdekaan dari stasiun gagasan satu ke stasiun gagasan lainnya.

Sembari konsisten meneruskan narasi dengan berbagai aransemen, pemuda-pemuda juga harus giat mendefinisikan sejarah para generasi tua yang pernah dan masih memimpin gerbong kepemimpinan negara. Agar ide-ide perbaikan itu tak menjadi pepesan kosong yang justru ditampilkan dalam wadah yang gosok. Tak menarik dan jauh dari selera serta kebutuhan masyarakat saat ini.

Era digital menawarkan banyak opsi dalam aplikasinya. Namun kondisi ini menjebak pemuda terjangkit ilusi dan virus berkepanjangan. Virus ini muncul layaknya candu, hingga tak sadar mereka sedang masuk dalam kerangka jebakan invenstasi jangka panjang.

Beragam aplikasi ini memanfaatkan kemalasan dan kengganan untuk berproses dari penggunanya sehingga mereka dapat melahirkan pundi-pundi pendapatan diselipi dengan motif simbiosis mutualisme. Padahal penggunanya harus terus membayar untuk itu, tak ubahnya parasit yang tampak lucu dan lugu namun perlahan melumpuhkan.

Perkembangan zaman tak bisa ditolak, namun masih bisa diarahkan. Kemajuan teknologi tak bisa terhenti, namun masih bisa dijadikan opsi. Substansi yang harus dikejar adalah perbaikan tadi. Di tengah-tengah kondisi yang sulit ini, pemuda masih meraba-raba bagaimana menemukan formulasi untuk menemukan tujuan yang sama namun dengan beragam cara yang berbeda. Sederhana, ide dasarnya adalah berkontribusi lewat hal yang disenangi dan saling bahu membahu.

Di tengah berbagai jenis pembungkaman gaya baru seharusnya kita menemukan beragam formulasi untuk mengantisipasinya hingga ke anak cucu. Tak hanya soal gerakan yang direpresi secara nyata tetapi juga regulasi yang semakin mencengkram walau tak kasat mata.

Kebutuhan akan nalar akademis seharusnya memiliki sambungan ke upaya-upaya pembebasan masyarakat dari berbagai penindasan. Sebagaimana pemuda-pemuda terdahulu membuktikannya bahwa perjuangan mengangkat senjata harus dibarengi dengan opsi alternatif melalui pembentukan serikat yang membuat narasi-narasi gagasan kemerdekaan semakin terikat kuat. Sebab sebutir peluru mungkin hanya menembus 1 kepala, namun 1 tulisan yang mengandung gagasan akan menembus ribuan kepala lainnya.

Jeruji besi tak akan membuat gerakan-gerakan perbaikan ini mati. Justru fasilitas negara yang kini dinikmati oleh pejabat akan segera tamat, sebab mereka akan segera terganti.

Pemuda Indonesia saat ini sedang mencoba memahami bagaimana menjadi nakhkoda negeri ini. Hal-hal apa yang semestinya dilakukan dan hal-hal apa yang harusnya dihindari. Golongan tua telah banyak memberi referensi, walau dengan cover yang kadang berbeda isi. Lain ladang lain belalang, kalau soal uang idealisme bisa melayang.

Generasi muda harus bersiap merebut peran penting roda perbaikan negeri ini. Teruslah bergerak walau kerap terbentur sana-sini. Indonesia bukan hanya soal mimpi. Apalagi hanya soal mendengar kisah legenda yang kini mungkin tak relevan lagi. Tapi kita masih punya hati yang bisa digunakan sebagai sumber energi.

Bersumpah memang membuatmu tampak gagah, namun gerakanlah yang membuat cita-cita kita benar-benar bermetamorfosa menjadi sejarah yang indah. Lawan rasa malasmu anak muda, pelihara rasa malumu agar kita tahu bahwa keyakinan kita untuk bertindak hari ini masih dalam bingkai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sejarah kebangkitan Indonesia mungkin berulang di tangan pemudanya. Dengan momentum sumpah pemuda, mari bangkitkan hati untuk gerakkan Indonesia. Selamat Hari Sumpah Pemuda!


Bumi Paguntaka, 28 Oktober 2017
Ditulis oleh Muhammad Teguh Satria (Ketua Umum PW KAMMI Kaltim Kaltara)



Kolom Komentar

Share this article