Opini

Poligami: Diperbolehkan, Namun Tidak Mutlak

8 Maret yang diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Weheartit.com

Hari ini, 8 Maret dianggap sebagai harinya perempuan. Mengapa? Karena di hari ini pula banyak aksi yang melibatkaan kaum perempuan. Mereka turun ke jalan, sembari menyuarakan segala kegundahan atas apa yang mereka rasakan sebagai makhluk bernama perempuan.

Aku bukan orang yang suka turun ke jalan. Aku lebih suka menyuarakan sesuatu melalui tulisan. Melalui tulisan ini juga, izinkan aku menyampaikan keresahanku mengenai fenomena yang marak diperbincangkan di beberapa kalangan. Tak terkecuali perempuan.

Aku perempuan berusia 20 tahun, nyaris 21 bahkan. Mahasiswi, belum menikah. Tetapi suka mengamati kehidupan orang-orang yang menikah. Jangan salah paham, aku hanya tertarik bagaimana mereka menyatukan dua pikiran yang berbeda dalam satu jalan yang sama. Lebih lanjut kitika aku menyinggung pernikahan, ada satu peristiwa yang tidak bisa dipisahkan, yakni poligami.

Aku bukan seorang feminis. Sekali lagi tulisan ini hanya sebagai bentuk kepedualianku terhadap perempuan yang menjadi “korban” kesalahan praktik poligami.

Bagi kalian yang beragama Islam, kalian bisa membuka Alquran, lalu bacalah QS. An-Nisa ayat 3, lalu resapi tiap katanya. “Dan jika  kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana  kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua,  tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka  (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu  adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Sejatinya ayat tersebut sudah menjelaskan maksud dan tujuan poligami. Ayat tadi pula yang agaknya menjadi pegangan kuat bagi mereka yang ingin berpoligami. Sampai di sini sudah mengerti arah tulisan ini? Kalau belum, akan aku lanjutkan.

Sebenarnya, Rasulullah sallallahu alaihi wassalam telah mempraktikkan hal serupa. Di mana beliau menikahi 9 orang wanita tua yang tidak lagi bisa menafkahi diri mereka sendiri. Saat itu adalah saat di mana mayoritas perempuan menjadi janda karena sudah tidak memiliki suami (meninggal karena perang). Dan Rasulullah saw. saat itu memutuskan untuk menikahi dan membantu menafkahi para janda tua itu.

Bukan praktik poligami yang dibawa Rasulullah saw. yang ingin saya bicarakan. Namun, rasa-rasanya kini poligami menjadi seperti sebuah kewajiban bagi orang yang gemar mempraktikkannya. Tidak salah, namun bisa jadi tidak sepenuhnya benar jika dilakukan secara sembrono.

Jika Rasulullah dahulu berpoligami dalam rangka membantu janda-janda tua yang sudah tidak berdaya, lain halnya dengan fenomena yang saya amati belakangan ini. Sekali lagi, melalui tulisan ini saya tidak menampik bahwa poligami memang tertuang jelas dalam kitab suci. Namun yang ingin saya soroti ialah mereka yang berpoligami tanpa sebab dan musabab yang jelas. Mengapa? Karena kini, nyatanya sebagian besar dari mereka berpoligami atas dasar nafsu belaka, yang mana hal tersebut tidak pernah diajarkan Rasulullah.

Jika Rasulullah berpoligami terhadap janda tua yang ditinggal mati oleh suaminya di medan perang, kini mereka jutsru menikahi wanita-wanita muda yang belum pernah menikah sama sekali. Alasannya sudah jelas seperti yang saya kemukakan di awal.

Jika mengupas kembali tafsir QS. An-Nisa ayat 3 tadi, terlihat jelas bahwa poligami bukan sesuatu yang dilarang, namun juga bukan berarti sesuatu yang mutlak dilakukan. Ingat dengan penggalan kalimat terakhir yang berbunyi; … Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka  (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu  adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Melengkapi kalimat sebelumnya, telah dijelaskan juga bahwa ada peluang bagi seseorang untuk tidak berlaku adil, dalam hal ini pada istri-istrinya. Sehingga poligami juga bukanlah sesuatu yang mutlak dilakukan bagi seseorang.

Tapi, ada saja sebagian orang yang mengatasnamakan sunnah Rasulullah. Padahal mereka hanya ingin mengedepankan nafsu semata. Naudzubillahimindzalik.  

Coba amati, apakah mereka yang berpoligami itu menikahi janda-janda tua sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dahulu? Apakah sebagian orang tadi juga memiliki istri lebih dari satu benar-benar ingin menolong perempuan yang lemah seperti Rasulullah lakukan? Lantas jika ingin mencontohkan perilaku poligami yang dibawa Rasulullah, bukankah beliau lebih lama bermonogami ketimpang poligami?  Simpan jawabanmu sendiri.

Lantas pertanyaannya kini, apakah mereka yang melakukan praktik poligami itu dapat berbuat adil kepada istri-istri mereka? Lalu, apakah mereka yang berpoligami sudah benar-benar memaknai poligami dengan sebenar-benarnya? Atau hanya berlindung dengan embel-embel sunnah?

Sejatinya, kedudukan perempuan dalam Islam sungguh sangat dimuliakan. Karena hanya dari perempuan yang baik, akan terlahir keturunan yang baik. Bukankah kita sudah sering mendengar bahwa perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anak mereka?

Melalui momentum Hari Perempuan Sedunia ini, mari kita jadikan sebagai ajang untuk menyuarakan segala keresahan. Karena meski Islam telah memuliakan kedudukan kaum perempuan, nyatanya hingga saat ini justru persoalan kedudukanlah yang paling banyak mendapat pertentangan.

 'Sudahkah aku menjadi perempuan yang baik bagi agama maupun negara?'

Mungkin itu hanya satu  dari sekian banyak pertanyaan yang bisa aku dan kalian tanyakan pada diri sendiri. Sebagai kaum yang kelak akan menciptakan generasi-generasi emas di masa mendatang.

Terakhir, untuk menutup tulisan ini, izinkan saya mengucap selamat Hari Perempuan Sedunia. Tanpa kalian, percayalah, dunia tidak akan seindah ini.

Ditulis oleh Suti Sri Hadriyanti, Mahasiswi Ilmu Komunikasi, FISIP 2016.



Kolom Komentar

Share this article