Opini

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Permasalahan rokok akhir-akhir ini sangat meresahkan, tak terkecuali bagi mahasiswa kesehatan masyarakat yang ada di Kaltim, bahkan di Indonesia. (Sumber foto: news.liputan6.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Berbicara tentang tembakau tentu saja tidak pernah jauh dari suatu hal yang berasap serta sangat mengganggu bagi lingkungan yaitu rokok. Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap tanggal 31 Mei, dan pada tahun ini peringatan hari tersebut mengusung tema “Rokok Ancam Kita dan Pembangunan.”

Permasalahan rokok akhir-akhir ini sangat meresahkan, tak terkecuali bagi mahasiswa kesehatan masyarakat yang ada di Kaltim, bahkan di Indonesia. Mulai dari belum tertandatanganinya sebuah perjanjian internasional untuk pengendalian tembakau yaitu Frame Work Convention on Tobacco Control (FCTC) yang sudah ditandatangani oleh 183 negara, namun sampai saat ini masih dipertanyakan kapan Indonesia mengaksesi FCTC.

Lalu berlanjut ke RUU Pertembakauan titipan industri rokok dan terselenggaranya dua tahun berturut-turut pameran mesin-mesin rokok, World Tobacco Process And Machinary (WTPM), hingga peraturan menteri perindustrian tentang roadmap mengenai produk hasil tembakau yang menguntungkan pihak industri rokok.

Rokok tentu saja mengancam kita, tidak hanya bagi yang merokok saja namun juga bagi orang-orang yang berada di dekat perokok tersebut, terlebih lagi berdampak bagi lingkungan sekitar. Sesuai data yang didapat dari statistik konsumsi rokok dunia pada tahun 2014 mencapai 5,8 triliun batang, 240 miliar batang (4,14 persen) di antaranya dikonsumsi oleh perokok Indonesia.

Sedangkan data yang didapat dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada bulan Maret 2016 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur didapatkan hasil bahwa perokok di Kalimantan Timur yang berusia lima tahun keatas mencapai 19,78 persen atau sekitar 628 ribu penduduk atau di antara 100 orang terdapat 20 perokok. Rata-rata konsumsi rokok perhari 15 batang.

Pada tahun 2008 penelitian Tobacco Economics in Indonesia 200 ribu orang meninggal dunia dikarenakan penyakit yang memiliki hubungan dengan konsumsi rokok seperti jantung, kanker, paru-paru serta gangguan medis lainnya. Dan, 97 juta orang terpapar oleh asap rokok.

Dari data tersebut menunjukkan betapa besarnya konsumsi rokok di Indonesia, serta dampak kesehatan bagi mereka yang merokok bahkan yang terpapar oleh asap rokok. Hingga berdampak pada kerugian negara, data yang didapat dari Kemenkes ialah kerugian total akibat konsumsi rokok selama 2013 mencapai Rp378,75 triliun.

Harus diketahui bahwa wajah masa depan bangsa ialah dari pemudanya saat ini. Namun sangat disayangkan ketika masa depan bangsa tersebut sedikit tertutup oleh asap rokok. Bayangkan, 628 ribu pemuda Kaltim saat ini berpotensi terkena penyakit yang diakibatkan oleh rokok, belum lagi orang-orang di lingkungan sekitar yang terpapar oleh asap rokok, hal tersebut tentu saja mengancam pembangunan daerah serta bangsa Indonesia.

Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut tentunya ialah dengan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Penerapan KTR ini sangat gencar oleh menteri kesehatan Indonesia, hal tersebut karena dapat menjadi solusi untuk menekan angka perokok serta meminimalisir munculnya perokok pemula dan melindungi perokok pasif yang masih menginginkan menghirup udara segar tanpa adanya asap rokok.

Menteri Kesehatan juga mempunyai inovasi baru yaitu Layanan Konseling bebas pulsa di nomor 0800-177-6565. Layanan tersebut dapat digunakan oleh siapa saja yang ingin berkonsultasi terkait upaya berhenti merokok atau terkait kesehatan dari dampak rokok.

Namun, kembali lagi berbicara tentang KTR, harus diketahui terlebih dahulu arti dari KTR ialah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual dan mengiklankan dan atau mempromosikan produk rokok. Hal ini bertujuan untuk melindungi perokok pasif dari bahaya rokok, dan juga mengurangi kebiasaan perokok untuk merokok khususnya di tempat-tempat umum.

KTR sendiri telah diatur oleh UU RI Nomor 36 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2003, Pergub Kalimantan Timur Nomor 01 Tahun 2013, serta Perwali Samarinda No 51 Tahun 2012, bahkan baru-baru ini dikonfirmasi oleh DPRD Prov Kaltim saat audiensi hari kebangkitan nasional untuk menolak RUU Pertembakauan bahwa Perda tentang KTR telah disahkan. Hal tersebut tentunya menjadi acuan dan payung hukum ketika ingin menerapkan Kawasan Tanpa Rokok.

Tempat-tempat yang disebutkan di dalam KTR sendiri ialah tempat anak bermain, tempat fasilitas kesehatan, tempat peribadatan, serta kawasan pendidikan. Universitas Mulawarman merupakan kawasan pendidikan yang semestinya harus menerapkan KTR di lingkungannya, namun nyatanya KTR masih sulit diterapkan di universitas tertua yang ada di Kalimantan Timur ini. Terbukti dari fakta di lapangan bahwa masih ditemukannya mahasiswa yang merokok di lingkungan sekitar, bahkan tak jarang terlihat beberapa dosen yang menghisap batang rokok, tidak hanya itu, namun juga beberapa karyawan di rektorat Universitas Mulawarman juga merokok bahkan di jam kerja.

Dari survei yang dilakukan oleh BEM FKM beberapa waktu lalu mendapatkan data bahwa 89,8% menyatakan setuju untuk penerapan KTR di Universitas Mulawarman ini. Hal tersebut didasari karena mereka sadar bahwa seluruh masyarakat Universitas Mulawarman berhak terlindungi dari bahaya rokok serta asapnya tersebut.

Namun jika dirasa sulit untuk menerapkan KTR secara keseluruhan di Universitas Mulawarman, maka solusi yang tepat ialah menerapkan KTR perlahan-lahan mulai dari kawasan Rektorat Unmul.

Dikatakan demikian karena kawasan Rektorat Unmul masih sering ditemui mahasiswa yang merokok di kantin yang ada di rektorat tersebut yang mengakibatkan asap ngepul yang keluar dari kantin, terlebih adanya karyawan rektorat yang merokok di jam kerja. Maka sudah sepatutnya sebagai layaknya orang tua, Pak Rektor mengeluarkan keputusan untuk menerapkan KTR di wilayah rektorat Universitas Mulawarman tersebut untuk dijadikan percontohan fakultas lainnya dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan pendidikan.

Jika kawasan Rektorat diterapkan sebagai KTR maka hal tersebut tentu mempersempit gerak perokok untuk merokok di tempat umum, dan dampaknya ialah udara di rektorat segar dan bebas dari asap rokok, sehingga mengurangi potensi terkena penyakit akibat asap rokok.

Maka di Hari Tanpa Tembakau sedunia ini, saya sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat sangat berharap bahwa permasalahan rokok dapat ditekan oleh para pengambil kebijakan seperti pemerintah, tak terkecuali Pak Rektor yang dapat memutuskan untuk menerapkan KTR pada tahun 2017 ini di lingkungan rektorat untuk dijadikan kawasan percontohan penerapan KTR.

Karena di Universitas Mulawarman inilah lahirnya beribu generasi bangsa yang akan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan berbagai macam masalah, maka yang harus dilakukan ialah mencegah datangnya ancaman masalah ditengah-tengah kelahiran generasi bangsa ialah salahsatunya dengan penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Unmul Go KTR 2017!

Ditulis oleh Bayu Rosandy, Menteri Advokasi dan Kajian Strategis BEM FKM Unmul 2017



Kolom Komentar

Share this article