Opini

Penerapan Stoisisme dalam Kehidupan Kampus

Menerapkan stoisisme dalam masa perkuliahan.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Daily Stoic

Semenjak Covid-19 mulai menyebar ke seluruh dunia, semua kegiatan sehari-hari mulai dibatasi. Baik itu perekonomian, juga aktivitas perkuliahan yang berdampak kepada sistem pembelajaran itu sendiri. Perkuliahan di Indonesia masih dilakukan secara daring, hanya beberapa universitas yang sudah menerapkan sistem blended learning namun masih memerlukan penyesuaian.

Kegiatan perkuliahan yang dilakukan secara daring tersebut memanfaatkan media komunikasi. Sayangnya, hal ini membuat beberapa mahasiswa kurang bersemangat dalam mengikuti perkuliahan. Selain tidak dapat berinteraksi secara langsung dengan teman sekelas atau teman satu organisasi. Ada pula faktor eksternal lain yang membuat mahasiswa kurang termotivasi mengikuti pembelajaran. Seperti pemberian tugas perkuliahan yang rutin diberikan oleh dosen tanpa ada penjelasan materi sebelumnya. Ini berdampak pada stres akademik yang dialami oleh mahasiswa.

Menurut hasil penelitian oleh Psikologi Unmul, stres yang paling banyak dialami mahasiswa saat ini ada pada kategori stres sedang. Kondisi tersebut membuktikan, mahasiswa mengalami tekanan akademik selama melaksanakan kuliah daring di masa pandemi Covid-19.

Jika dikaitkan dengan salah satu filsafat yakni stoisisme, perkuliahan daring tersebut tergantung dari persepsi setiap individu dalam menyikapinya. Baik itu positif atau negatif.

Stoisisme sendiri merupakan cabang filsafat yang dipopulerkan oleh Epictectus (Budak), Seneca (Pejabat) dan Marcus Aurelius (Kaisar Romawi). Di mana ajaran tersebut masih relevan di mplementasikan hingga zaman modern seperti saat ini.

Inti ajaran itu sendiri adalah menyelaraskan hidup kita dengan alam. Alam bisa dikaitkan dengan seluruh isi semesta, termasuk manusia, tugas kuliah dan gangguan lainnya. Saat menjalani kehidupan, ada beberapa hal yang dapat kita kendalikan seperti diri sendiri (internal) juga hal yang tidak dapat kita kendalikan (eksternal) yakni di luar dari diri kita.

Menurut Epictectus yang merupakan seorang budak, "Yang membuat susah perasaan seseorang bukan lah sesuatu itu sendiri melainkan penilaian mereka tentang hal tersebut."

Contoh kasus dalam masa kontemporer yakni pemberian tugas perkuliahan oleh dosen kepada mahasiswa. Bukan tugas perkuliahan yang membuat mahasiswa itu stres, namun penilaian mengenai tugas perkuliahan tersebut yang membuat mahasiswa tertekan.

Bisa saja, mahasiswa A menganggap pemberian tugas perkuliahan membuat adaptasi pembelajaran mandiri mahasiswa meningkat. Namun menurut mahasiswa B, pemberian tugas kuliah merupakan cara dosen melakukan pembelajaran. Dan menurut mahasiswa C, pemberian tugas dapat dikarenakan dosen malas untuk melakukan pembelajaran. Sehingga dari kasus tersebut, penilaian atau persepsi dari tugas perkuliahan berbeda dari setiap individu.

Pemberian tugas perkuliahan oleh dosen itu merupakan sesuatu di luar kendali kita. Kembali lagi ke diri kita, apakah tugas tersebut mau di kerjakan atau tidak. Alam sudah mengingatkan, jika tugas tidak dikerjakan akan berdampak pada hasil akhir. Lantas kembali lagi ke setiap individu masing-masing dalam menyikapinya.

Marcus Aurelius yang merupakan seorang Kaisar Romawi sering bertanya kepada dirinya sendiri, "Kebajikan apa yang diberikan alam kepadaku untuk berurusan dengan situasi ini?" Di mana secara alami mengarah ke pertanyaan, “Bagaimana orang lain mengatasi tantangan yang serupa?” atau jika di masa sekarang "Bagaimana mahasiswa lain dapat mengerjakan tugas tanpa ada rasa takut dan tidak stres?"

Henry Manampiring selaku penulis buku Filosofi Teras menawarkan metode dalam mengendalikan diri dengan S-T-A-R (Stop, Think & Asses, Respond), yakni sebuah metode yang diadaptasi dari filosofi stoisisme itu sendiri.

Pada "Stop", terkadang kita harus berhenti sejenak dan tidak larut dalam tekanan atau emosi negatif. Kemudian dalam "Think & Asses", berpikir secara rasional bahwa penilaian kita terhadap emosi negatif harus di lakukan secara objektif. Sementara "Respond", memikirkan secara objektif untuk merespon tekanan atau emosi negatif tersebut dengan nalar bijak, berani dan adil.

Ditulis oleh Muhammad Taufiq Ramadhan, Ketua Himpunan Mahasiswa Administrasi Bisnis Unmul.



Kolom Komentar

Share this article