Opini

Merdekakah (Pe) tani Indonesia?

Sumber gambar: keepo.me

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Indonesia baru saja memperingati kemederkaan ke-71 tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2016 silam. Tepat pula tanggal 24 September ini menjadi momentum Hari Tani Nasional. Sedikit mengulas kenapa ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional didasarkan pada hari kelahiran Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pernahkah terpikir di benak kita kabar dari pertanian di negeri tercinta ini,merdekakah (Pe) tani Indonesia?

Negeri ini kaya akan sumber daya alamnya yang berlimpah. Terbukti dengan menyandang gelar negara agraris yaitu suatu negara yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Namun, pada kenyataan yang dihadapi saat ini gelar negara agraris hanya sebuah kiasan. Terlihat dengan belum mampunya Indonesia mencapai impian Ketahanan Pangan yang juga merupakan salah satu Nawacita Presiden RI saat ini.

 Terutama yang paling memprihatinkan tentang kesejahteraan petani. Padahal petani pun menyandang gelar “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Petani tak pernah menjadi pusat perhatian lingkungannya terutama pembuat kebijakan pemerintah itu sendiri. Petani adalah orang yang tak hanya memikirkan dirinya sendiri, kebutuhan hidup keluarganya, namun juga ikut berperan memenuhi pangan orang banyak.

Sangat disayangkan ketika peran petani luput dari kepedulian yang selalu ditekan, oleh sistem kapitalisme karena apa yang mereka hasilkan tak seberapa dengan apa yang mereka dapatkan.

Tak bisa dimungkiri bahwa pertanian ini telah ada sejak zaman nenek moyang dulu. Seiring berjalannya waktu juga tak lepasdari dinamika kehidupan yang berubah, perubahan pola hidup baik barat maupun timur, pertumbuhan penduduk yang makin meningkat, gengsi individual serta kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, terkadang kepentingan pertanian ini ikut tergeser. Oleh kepentingan-kepentingan sistem politik di bumi pertiwi. Demikianlah penyebab problematika agraria bermunculan.

Memang perlu diingat prestasi sektor ini pernah mengalamiswasembada beras, tapi itu tak berlangsung lama.Kini prestasi itu menjadi mimpi. Perlu juga diingat bahwa sektor pertanian merupakan sektor penyumbang ekonomi terbesar ketiga setelah sektor industri dan sektor perdagangan.

Indonesia telah dikuasai dengan industri sehingga bergeserlah lahan pertanian. Ini menjadi salah satu tantangan terbesar bagi pertanian dalam mempertahankan posisinya di negeri ini. Apalagi industri yang di-back up langsung oleh investor asing jelas akan menguasai lahan. Sedikit demi sedikit dampak ini dirasakan langsung oleh para petani. Baik dalam hal profesi maupun keberlangsungan hidup petani. Terus bila itu tetap terjadi, siapa lagi yang akan menyediakan ketersediaan pangan untuk bangsa dan negara ini?

Adapun, upaya dari pemerintah dalam hal ini dikoordinir langsung oleh Kementerian Pertanian yang melakukan segala upaya dalam bentuk program-program sektor pertanian contohnya seperti Program Upaya Penanganan Khusus Padi, Jagung, dan Kedelai (UPSUS PAJALE), Sentra Peternakan Rakyat (SPR), dan lain-lain.Namun, perlu digaris bawahi bahwa apakah program tersebut tepat sasaran?Apakah segala program yang dirancang sebenarnya hanya sebuah wacana “Swasembada Pangan”?

Dari pembahasan problematika ini, didapat beberapa solusi penting untuk petani. Poin pertama, petani harus kreatif dalam pelaksanaan teknis.Seperti memikirkan apa yang bisa digunakan tanpa perlu menunggu dari apa yang diberikan. Kedua, inovatif  dengan menghadirkan sinergi bersama akademisi sebagai aktor intelektual. Untukberinisiasi sesuatu yang baru agar mampu menghasilkan produk yang lebih menarik dan berkualitas dalam persaingan pasar.

Poin ketiga, petani harus berdikari. Mampu mandiri dalam hal teknis baik hulu maupun hilir agar mencapai kesejahteraan yang sesungguhnya. Keempat, petani harus cerdas dalam berpikir dan bijak dalam segala pertimbangan. Perlunya, penyesuaian dengan kebutuhan saat ini serta memiliki peran besar di kemudian hari yang pastinya tidak ada unsur kerugian bagi yang lain. Kelima, sekaligus yang terakhir, petani harus bersatu. Ini menjadi unsur penting dalam mencapai kesejahteraan hidup, agar tidak bergantung dengan desakan pihak lain yang merugikan.

Maka dari itu haruslah ada kesadaran kita sebagai stock holder masyarakat dalam perhatian khusus untuk sektor pertanian ini. Cukup sudah kesedihan petani yang tak hanya mencucurkan keringat, namun sampai juga mencucurkan air mata.Tak ada yang perlu menambah beban petani setelah pikulnya penuh luka danperlakuan yang tak baik.

Ingat bahwa tak ada perbuatan yang lebih mulia dari perbuatan yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Berterima kasihlah kepada para petani yang hingga hari ini masih meluangkan pikiran dan tenaga untuk keberlangsungan hidup bangsa dan negara ini. Sportivitas bukan hanya milik kompetisi olahraga,tetapi juga sportivitas dalam menghargai hasil kerja para petani.

Tanah  airku bukanlah tanah airku lagi, namun tanah airnya si pemilik (asing) modal  besar. Bukan merdeka namanya ketika kita masih bertumpu pada mereka (asing)  lalu menyikut saudaramu (petani) sendiri,   itulah bukti pembodohan sistem kapitalisme.

Ditulis oleh: Putra Indrajaya, Ketua BEM Fakultas Pertanian 2016.



Kolom Komentar

Share this article