Opini

Memperingati Hari HAM: 6 Laskar FPI Tewas, Polisi Lakukan Pelanggaran HAM?

Namun, logika mengatakan bahwa seharusnya kepolisian hanya menembak mati dua orang pengguna senjata api guna meniadakan ancaman.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar : CNN Indonesia

Menjelang peringatan Hari HAM 10 Desember 2020, publik kembali geger dengan tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di tangan Kepolisian Kapolda Metro Jaya. Keenam laskar FPI meregang nyawa setelah peluru melesat menembus kematian mereka. Apakah kasus ini telah menistakan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM)?

HAM merupakan hak yang dimiliki oleh setiap individu sebagai anugerah dari Tuhan sejak lahir. HAM terdiri dari tiga macam hak dasar yakni hak untuk hidup, memperoleh kebutuhan makan dan berpakaian dengan layak. Ketiga hal tersebut merupakan syarat dasar yang harus diperoleh seluruh manusia dengan diakui oleh setiap orang dan hak tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun.

Pada tanggal 10 Desember 1948, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) memotori Deklarasi Universal HAM dengan mengajak masyarakat dunia yang diikuti berbagai negara untuk andil dalam penegakan HAM. Maka sejak itu, setiap negara anggota PBB menyerap baik isi Deklarasi Universal HAM ke dalam hukum nasional masing-masing. Hukum nasional HAM pada suatu negara nantinya dijadikan tolak ukur oleh PBB dalam menilai seberapa besar hasrat suatu negara dalam menegakkan hak-hak asasi manusia yang berada di wilayahnya.

Sebelum Deklarasi Universal HAM oleh PBB. Serta sebelum merdekanya bangsa yang sangat kita cintai ini, para pendiri bangsa secara tidak langsung telah khatam dengan baik tentang definisi HAM itu sendiri. Melalui sejarah kelam penjajahan melahirkan buah-buah pikiran para penggerak kemerdekaan yang mengkristal dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, serta undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah sejak tahun 1998-2005.

Hal di atas merupakan bukti konkret betapa negeri ini menjunjung tinggi HAM sejak awal kemerdekaan. Sejalan dengan budaya bangsa Indonesia yang berlandaskan kepada adab-adab berkehidupan untuk setiap individu yang ada. Dengan ribuan perbedaan, rakyat Indonesia mengimplementasikan secara bijak HAM sejak dulu.

Namun seiring dengan bergejolaknya situasi sosial, politik dan ekonomi di Indonesia, perlahan menyayat niat baik para penggagas kemerdekaan dalam penegakan HAM. Aktivis buruh wanita bernama Marsinah dibunuh secara keji setelah melakukan aksi mogok kerja pada tahun 1993. Marsinah ditemukan tergeletak tak bernyawa dengan bekas luka penganiayaan yang sangat sadis. Bahkan kemaluan Marsinah ditemukan dalam keadaan hancur.

Pada ruang waktu yang berbeda yakni 2004, seorang aktivis HAM atas nama Munir meregang nyawa saat perjalanannya menuju Amsterdam kala itu. Munir tewas di dalam pesawat Garuda Indonesia yang ditumpanginya setelah meminum kopi yang mengandung racun mematikan.

Selain dari kasus pelanggaran HAM pada kedua aktivis tersebut, masih banyak lagi kasus pelanggaran HAM yang mewarnai sejarah kelam HAM di Indonesia baik yang dikabarkan maupun yang luput dari pengawasan publik. Tragedi ini menjadi bukti bahwa hukum HAM di Indonesia harus lebih diperketat lagi.

Menjelang peringatan hari HAM dunia, masyarakat Indonesia kembali menyoroti peristiwa tewasnya 6 orang laskar FPI yang ditembak mati oleh polisi. Peristiwa tersebut terjadi pada Senin dini hari tanggal 6 Desember 2020 di tol Cikampek. Beberapa kalangan menduga kasus ini merupakan kasus pelanggaran HAM.

Dari pihak Kapolda Metro Jaya menyampaikan, bahwa saat kepolisian melakukan penyelidikan dengan mengikuti rombongan Habib Rizieq Shihab (HRS) tiba-tiba mobil yang dikendarai kepolisian dipepet dan ditembak oleh laskar FPI pengawal HRS. Dan akhirnya baku tembak pun terjadi dan menewaskan 6 orang laskar FPI.

Di sisi seberang, Sekjen FPI menyampaikan bahwa laskar FPI tidak mengetahui mobil yang mengikuti dari belakang adalah pihak kepolisian. Serta dalam aturan FPI sendiri, para laskar tidak diperbolehkan untuk membawa senjata tajam dan senjata api.

Berbeda dari kedua pernyataan pihak Kepolisian dan FPI, saksi mata mengatakan dalam konferensi pers Kapolda Metro Jaya memperlihatkan barang bukti senjata api dan senjata tajam milik laskar FPI, versi kepolisian. Terdapat dua buah senjata api yang diperlihatkan.

Namun, logika mengatakan bahwa seharusnya kepolisian hanya menembak mati dua orang pengguna senjata api guna meniadakan ancaman. Serta sisa laskar yang bersenjatakan senjata tajam cukup untuk dilumpuhkan dengan menembak anggota badan penggeraknya. Hal ini tentunya menjadi suatu kejanggalan.

Terlepas dari berbagai pandangan yang ada, fakta mengatakan bahwa 6 orang putra bangsa telah tewas. Secara pandangan dasar HAM itu sendiri, peristiwa ini jelas melanggar HAM karena mencabut hak hidup individu.

Maka dari itu, dalam peristiwa ini Komnas HAM harus turun tangan. Penting adanya pembentukan tim investigasi independen guna mengungkap kasus dugaan pelanggaran HAM ini. Hal ini diperlukan dalam menegakkan HAM yang berdasarkan keadilan di Indonesia. Selain itu, kita sebagai warga negara Indonesia ikut andil dalam penegakan HAM di negeri yang kita cintai ini. Dibutuhkan inisiatif serta kontribusi aktif di lapangan untuk menghargai HAM di Indonesia.

Ditulis oleh Andi Indra Kurniawan, Gubernur BEM FEB Unmul 2021.



Kolom Komentar

Share this article