Opini

Mematahkan Stigma : Seluruh Civitas Akademika Universitas Mulawarman Harus Bekerja Keras

Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saat ini memang belum banyak kita temui persaingan tenaga kerja dengan negara tetangga lainnya. (Sumber foto: special)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia dengan posisi nomor 4 di dunia, sebesar 250 juta lebih penduduk. Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saat ini memang belum banyak kita temui persaingan tenaga kerja dengan negara tetangga lainnya. Meskipun situasinya seperti itu, tentu persaingan tenaga kerja dalam negeri saja membuat kita meringis. Merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan kategori Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus 2016 data pengangguran di Indonesia sebesar 118,41 juta jiwa. Sebanyak 12.24% di antaranya adalah lulusan Perguruan Tinggi yaitu sebesar 14.57 juta jiwa.

Sebuah permasalahan klasik yang dihadapi oleh seluruh perguruan tinggi adalah mempersiapkan tenaga kerja, entrepreneur, saintis, hingga akademisi berkualitas untuk negara. Universitas Mulawarman merupakan salah satu universitas terbesar sekaligus tertua di lingkungan Kalimantan Timur, hari ini kenyataannya banyak lulusan Universitas Mulawarman masih tidak tahu bagaimana mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja. Problematika terbesarnya adalah, bagaimana bertarung di kerasnya persaingan tenaga kerja di era sekarang? Budaya diskusi dan membaca yang mulai pudar di kalangan mahasiswa dan pemuda membuat hal tersebut semakin jelas adanya. 

Pertengahan Tahun 2017 ini, terlihat banyak sekali upaya dari Pemerintah untuk mengurangi pengangguran di Indonesia. Namun, apakah mahasiswa lulusan Universitas Mulawarman percaya diri menghadapi persaingan tenaga kerja saat ini? Hari ini stigma tentang keunggulan pendidikan di tanah Jawa masih erat melekat pada benak masyarakat di luar tanah Jawa, maka dari itu mampukah kita semua bangkit dari stigma tersebut?

Menyoroti perihal kondisi pendidikan tinggi di Universitas Mulawarman, saat ini sedang berbenah menjadi yang lebih baik dari sebelumnya, terlihat dari berbagai aktivitas seminar & lokakarya nasional maupun internasional yang sudah terselenggara maupun yang akan terselenggara pada masa mendatang. Walaupun masih banyak kebijakan-kebijakan yang belum sepenuhnya dapat diterima oleh semua pihak, salah satunya masih banyaknya aktivitas demonstrasi mahasiswa kepada jajaran pimpinan Universitas Mulawarman.

Salah satunya yang harus dibenahi adalah kualitas dari tenaga pengajar yang harus lebih aktif dan dua arah dalam mengajar, sebagai mantan mahasiswa saya merasakan bahwa tenaga pengajar yang dalam prosesnya memberikan model pengajaran dua arah sangat diapresiasi mahasiswa karena lebih mudah untuk dipahami ketimbang model pengajaran yang monoton dan kerap kali mencatat. Kehadiran tenaga pengajar di kelas juga menjadi salah satu ukuran penting dalam model pengajaran yang pada kenyataannya sering sekali tenaga pengajar tidak masuk pada jadwal yang ditentukan. Universitas Mulawarman yang telah bekerja keras untuk memperoleh Akreditasi A dari BAN-PT, bukan semata-mata menjadi di atas angin. Masih patut disadari bahwasanya dari branding lulusan Universitas Mulawarman masih kalah dari Universitas Brawijaya, Universitas Gadjah Mada, dll.

Mahasiswa merupakan agen perubahan, sosial kontrol, dan menjadi cadangan pemimpin masa depan dengan memegang teguh Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Penelitian, Pendidikan, dan Pengabdian pada masyarakat. Mahasiswa Universitas Mulawarman hari ini harus mampu membantu kampusnya untuk mematahkan stigma remeh lulusan Universitas Mulawarman. Karena sejatinya, akreditasi universitas saja tidak cukup untuk menjadi bekal persaingan tenaga kerja. 

Pentingnya softskill yang diasah melalui pengalaman kerja semasa kuliah ataupun berorganisasi nyatanya mampu menarik minat perusahaan untuk merekrut karyawan. Berdasarkan data yang saya peroleh ketika mengikuti pelatihan Leadership Development yang digagas oleh Djarum Foundation yang pada saat itu, Rosiana Silalahi sebagai pembicara mengatakan bahwa IPK hanya mempengaruhi sampai meja administrasi, setelah itu yang dinilai adalah public speaking, negotiation skill, communication skill, dan emotional skill. Softskill tersebut dapat diasah melalui organisasi. Berorganisasi membuat kita belajar banyak seperti latihan berbicara di depan publik, bagaimana bernegosiasi yang benar, bagaimana berkomunikasi sesama teman, atasan, maupun bawahan, hingga melatih menahan emosi.

Saat ini persaingan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh Ikatan Alumni Universitas (IKA), bukan tentang praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) hanya saja tentang kecepatan transmisi informasi. Perguruan tinggi lain sedang giat membentuk Ikatan Alumni agar lulusan perguruan tinggi mereka dapat memperoleh informasi dengan lebih cepat dan tepat. Hari ini, Universitas Mulawarman rupanya sedang menggiatkan Ikatan Alumni Universitas Mulawarman, harapannya Ikatan Alumni ini mampu membawa perubahan yang lebih baik. Forum Komunikasi Alumni wajib dibentuk untuk memudahkan transmisi informasi.

Harapannya, Universitas Mulawarman mampu melahirkan lulusan berkualitas tepat guna untuk memenuhi standar pasar persaingan tenaga kerja. Di samping itu, mahasiswa dan segenap civitas akademika harus bersama-sama untuk mematahkan stigma remehnya pendidikan di luar tanah Jawa.


Ditulis oleh Raffie Rafshanjani mahasiswa program studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2013




Kolom Komentar

Share this article