Opini

Komedi Etika Pejabat

(Sumber Foto: republika.co.id)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Beberapa minggu ini berita di televisi nasional maupun di dunia maya dipenuhi dengan berita tentang bapak Ketua DPR Indonesia. Ya, siapa lagi kalau bukan Setya Novanto. Bapak yang dulunya mendapatkan gelar “Pria Tampan Surabaya (1975)” ini sedang hangat menjadi perbincangan publik bak aktor film layar lebar ataupun penyanyi hits zaman now.

Tapi yang membuat beliau menjadi perbincangan bukan karna prestasi atau ketampanannya, melainkan kasusnya akan korupsi e-KTP yang penuh dengan bumbu – bumbu drama. Bisa dikatakan sangat seru dan lucu untuk di ikuti. Sebenarnya beliau memiliki beberapa kasus seperti kasus PT.Era Giat Prima (1999), kasus Bank Bali (2004), penyeludupan beras Vietnam (2005) dan “Papah Minta Pulsa”.

Tetapi kasus tentang e-KTP ini yang saya rasa sangat menarik, karena demi menolak panggilan KPK, secara halus beliau memainkan sebuah drama-drama kecil yang terlihat lucu. Seperti tiba-tiba terlihat terbaring lemah di dalam rumah sakit, dengan menggunakan alat bantu pernapasan yang hanya menutup hidung dan monitor.

Menunjukan grafik denyut nadi terlihat menggambarkan garis lurus yang menandakan meninggal. Semua itu dilakukan demi menghindari panggilan dari KPK. Lalu apa yang terjadi setelah panggilannya dibatalkan? Beberapa hari kemudian beliau terliat sehat dan bermain tenis meja.

Berani karena benar, takut karena salah. Jika dilihat dari permainan dramanya seakan-akan beliau melihatkan bahwa dirinya bersalah. Jika memang benar datang dan hadapi, jangan mencoba lari dari kejaran hukum dengan membuat drama drama kecil yang terlihat sangat lucu. Dari hal tersebut kemudian menimbulkan banyak pertanyaan, dan salah satunya adalah begitukah etika seorang pejabat yang memiliki pangkat tinggi? Tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatannya. Hanya tahu lari dari masalah, padahal kalau benar tinggal datang hadapi dan menang.

Melihat drama apik yang dimainkan Setya Novanto harusnya menjadi tamparan keras bagi setiap otak-otak pejabat yang bermain kotor dalam pemerintahan. Dewasa ini masyarakat tidak bisa lagi dibodohi dengan permainan kotor seperti itu. Hukum seolah-olah berputar bagi para pejabat yang merasa punya kekuasaan tinggi. Mereka menganggap hukum adalah hewan peliharaannya yang bisa mereka atur demi kepentingan pribadi. Jika salah, katakan salah dan jika benar, angkat kepalamu lalu tegas katakan aku benar, tentunya hargai jalannya hukum.

Sebagai pejabat, cinta hukum adalah cerminan yang harus diberikan kepada masyarakat dan Indonesia. Jika memang wakil rakyat, maka berikan etika yang benar dalam menghadapi hukum negara. Jangan lari kemana – mana yang ujungnya menabrak tiang listrik. Masyarakat dibuat tertawa dengan skenario ada bakpao di kepala Papa tersayang. Di tengah – tengah drama seru yang dimainkannya, KPK diam – diam datang..hap! lalu ditangkap. Papa cuma bisa bilang adegan saya belum selesai, kenapa dipakaikan kostum orange?

 KPK hanya tersenyum kalau Papa sekarang adegannya jadi tersangka kasus e-KTP! Papa masih tidak terima dramanya selesai. Hanya hadapilah hukum yang berlaku, hasilnya nanti ya adalah hasil perbuatanmu sebelumnya. Sebagai pejabat Papa harus menunjukkan etika yang baik dan benar dalam merespon hukum.

Ditulis oleh Fachry Amy Tommy, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP 2015.



Kolom Komentar

Share this article