Opini

Jas Merah Kemerdekaan Bangsa Indonesia

17 Agustus 1945, bangsa Indonesia dengan tegas menyatakan kemerdekaannya atas penjajahan dan penindasan daripada negara lain, melalui pidato legendaris Bung Karno. (Sumber ilustrasi: radiosilaturahmi.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


“Kita cinta damai, namun kita lebih cinta kepada kemerdekaan.”  

Ir. Soekarno

17 Agustus 1945, bangsa Indonesia dengan tegas menyatakan kemerdekaannya atas penjajahan dan penindasan daripada negara lain, melalui pidato legendaris Bung Karno. Begitu banyaknya warga Jakarta yang hadir pada waktu itu, di samping penyiaran pidato Proklamasi Kemerdekaan melalui siaran radio amatir dan surat kabar ke seluruh penjuru negeri. Tanpa ragu! Meskipun pada saat itu pemerintah kolonial Jepang masih berupaya menahan euforia rakyat Indonesia sebagai akibat kewajibannya untuk menyerahkan negara tercinta ini kepada negara asing (lagi), tidak ada tawar menawar – harus merdeka.

Ada begitu banyak pengorbanan yang telah di lakukan para pendahulu kita untuk memperjuangan kemerdekaan bangsa ini. Mari membuka kembali memori kita saat mempelajari sejarah Indonesia: Ingatkah Anda tentang cerita perjuangan Pangeran Diponegoro di tanah Jawa? Atau kisah heroik Kapitan Pattimura di tanah Maluku? Bagaimana dengan kisah seorang tentara PETA bernama Supriyadi? Tulisan ini tidak akan pernah cukup membahas semua kisah heroik tersebut, namun coba pikirkan: Mereka telah menunjukkan jati diri mereka sebagai penghuni bangsa Indonesia, dan apa bukti yang dapat kita berikan?

Kemerdekaan bangsa ini, perlu kita tegaskan kembali, adalah hasil perjuangan dari seluruh elemen bangsa Indonesia. Bukan milik kaum mayoritas, bukan juga milik kaum minoritas. Apakah kita tidak membayangkan betapa sedihnya para pahlawan bangsa ini ketika melihat generasi penerusnya selalu dalam konflik berkepanjangan? Bukankah para founding fathers bangsa ini telah sepakat untuk memakai semboyan bernama Bhinneka Tunggal Ika (“berbeda-beda, tetapi tetap satu”)? Apakah kita pantas untuk meragukan kesepakatan itu?

Kepuasaan terhadap penegakan hukum bangsa ini seringkali pasang surut, tidak ada titik pasti. Ada saja pihak-pihak yang “masih belum mengerti” tentang keberadaan aturan hukum, bahkan oleh praktisi hukum sendiri. Terlebih, kita seringkali tidak sadar bahwa kita (pernah, atau bahkan sering) melanggar aturan hukum yang telah kita sepakati bersama. Kalau demikian, wahai saudara-saudariku, untuk apa kita lantang menyoroti aturan hukum, kalau kita juga seringkali melanggar aturan hukum? Bukan berbicara mengenai konteks hukum mana yang di langgar, melainkan lebih kepada cara dan logika masing-masing, agar dapat bermain cantik tanpa harus melanggar hukum. UUD 1945 adalah dasar hukum terbaik yang telah di percaya bangsa ini, maka lihatlah kembali, dan tegaskan diri kita untuk mematuhi hukum yang ada.

Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebuah konsep negara yang di gagas dan di sepakati bersama oleh segenap bangsa Indonesia. Sejarah mencatat, kita menolak mentah-mentah konsep negara serikat buatan Belanda kolonial, yang mana tidak menunjukkan jati diri bangsa yang sesungguhnya. Kita pun sepakat bahwa negara ini di bentuk bukan berdasarkan sistem kerajaan, karena setiap orang berhak menjadi calon pemimpin bangsa ini. Apakah kita tidak sedih, terketuk pintu hati kita manakala saudara-saudari kita di beberapa daerah merasa di telantarkan, dan ingin berpisah dengan kita? Apakah ini dapat di katakan lucu, ketika kita mampu menolong saudara-saudari kita yang jauh di negeri lain, lantas seringkali menutup mata terhadap saudara-saudari kita yang masih sebangsa? Apakah hanya karena perbedaan kepercayaan, warna kulit, kebudayaan, atau pilihan politik? Jelas sekali, ini yang keliru. Lantas, konsep negara tercinta ini kembali berguncang, dan layakkah di sebut sebagai negara kesatuan? Semoga kita kembali bersatu padu, dalam perbedaan.

Pelajaran sejarah terdengar membosankan, namun itulah yang membentuk kepribadian dan kecerdasan bangsa ini, baik secara pola pikir, kontrol emosi, dan keteguhan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Pernahkah Anda mengenal kata fenomenal “JAS MERAH”? Inilah intisari dari perbincangan panjang kita kali ini, bahwa setiap orang, kelompok, bangsa, dan peradaban dunia ini memiliki kisahnya masing-masing, entah itu pahit atau manis. Jangan pernah lupakan itu! Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, sebab ia adalah bagian dari kehidupan kita – layaknya sesuatu yang kita percayai sebagai introspeksi diri.

Kali ini, Presiden Joko Widodo mewakili pemerintah NKRI mengangkat tema kemederkaan ke 72 – Indonesia Kerja Bersama. Mari dukung dan sukseskan tema kemerdekaan yang di usung pemerintah kali ini, tanpa meninggalkan identitas diri kita. Seorang mahasiswa bukanlah pion catur yang selalu menuruti instruksi sang pemain, namun juga bukanlah angin puting beliung yang selalu lepas kendali. Mari berjuang bersama-sama, bergerak bersama-sama, bergotong royong, dalam satu kesatuan. Bukankah kita senang membersihkan halaman sekolah bersama-sama, apalagi membangun bangsa bersama-sama?

Kita tidak bisa diam melihat perkembangan bangsa ini, selain terlibat di dalamnya. Bangkitlah dari tempatmu beristirahat, sisngkan lengan bajumu, melangkahlah keluar pintu rumahmu, dan ajak rekan-rekanmu untuk bersama-sama membangun Indonesia, sedikit demi sedikit hingga menjadi bukit, gunung, bahkan menjadi pengunungan yang dapat menunjukkan betapa hebatnya bangsa Indonesia. Jangan lupa kenakan JAS MERAH mu, karena itulah pondasimu untuk membangun bangsa ini.

Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Dirgahayu NKRI ke-72


Ditulis oleh Maulana Husin Mubarok mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris FKIP, Kepala Departemen (Demisioner) Komunikasi dan Informasi Keluarga Mahasiswa Bidik Misi Universitas Mulawarman




Kolom Komentar

Share this article