Opini

Ibu kota Baru di Tengah Bayang-Bayang Ancaman Lubang Tambang

Sebuah opini karya Eka Lestariya Ningsih, Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM KM Unmul 2019.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: daerah.sindonews.com

Tak hanya anak-anak, kini lubang tambang berhasil merenggut nyawa orang dewasa. Kamis, 22 Agustus 2019 seorang pemuda bernama Hendrik Kristiawan (25) tewas di lubang bekas tambang di Desa Beringin Agung, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Sejak tahun 2011-2019, korban meninggal di bekas lubang tambang berjumlah 36 orang. Menurut data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim), secara umum korban berumur 16 tahun ke bawah. Detailnya 32 anak-anak sementara dewasa ada 5 orang.

Dari banyaknya korban, anak-anak merupakan mangsa yang paling rentan untuk menjadi korban. Mengapa? Karena anak-anak belum memiliki pengetahuan terhadap bahaya dari bekas lubang tambang. Apalagi sering ditemukan di sekitar area lubang tambang tidak ada pagar pembatas untuk menutup area.

Hal ini harusnya menjadi sorotan utama. Anak merupakan aset berharga bagi masa depan bangsa. Mereka adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang harus diasuh, dilindungi, dan dididik dengan baik. Bahkan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun betapa malangnya anak-anak yang ada di Kaltim, bahaya mengancam di tanah tempat mereka tinggal, bermain dan belajar. Kewajiaban negara untuk mengasuh dan melindungi mereka masih belum bisa ditunaikan.

Lemahnya pengawasan pemerintah dan penegakan hukum terkait perusahaan pertambangan membuka peluang jatuhnya korban dan masih sangat memungkinkan korban selanjutnya akan segera bertambah karena hingga kini sikap pemerintah terhadap kejadian lubang tambang masih belum konkrit.

Di Kaltim sendiri lubang tambang bukan barang baru, bahkan sudah menjadi momok. Menurut data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, setidaknya ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara menganga. Ribuan lubang-lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim. Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memiliki lubang bekas tambang batu bara paling banyak.

Beberapa kebijakan terkait reklamasi sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 78/2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. Di dalamnya diatur mengenai persetujuan, pelaksanaan, dan pelaporan hingga penyerahan lahan reklamasi dan pasca tambang. UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara serta Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang. Namun kebijakan tersebut belum mampu diterapkan secara maksimal dan membendung agar korban tidak kembali berjatuhan.

Di tengah bayang-bayang ancaman lubang tambang, Senin 26 Agustus 2019 Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan lokasi ibu kota baru yaitu di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Apakah Kalimantan Timur siap menjadi ibu kota?

Dari segi infrastruktur di beberapa wilayah Kalimantan masih sangat rentan terjadi banjir dikala musim penghujan datang. Selain banjir, aktivitas pertambangan batu bara, migas maupun semen sudah mengeksploitasi lahan yang ada di Kaltim bahkan sudah banyak korban dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.

Kawasan hutan pun kini mulai berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Belum lagi dengan pemindahan ibu kota yang pastinya akan melakukan pembukaan lahan secara besar-besaran. Hal ini semakin memperparah kondisi Kaltim.

Maka hari ini yang lebih dibutuhkan adalah pemulihan lingkungan untuk menjadikan Kalimantan Timur layak huni dan tempat yang aman bagi anak-anak. Ketika sumber daya alam dan manusia yang ada di Kaltim sudah mampu diberdayakan dengan baik, maka bisa jadi kesejahteraan masyarakat Indonesia dimunculkan dari Bumi Mulawarman. 

Ketika batu bara terakhir dikeruk

Ketika karst terakhir digerus

Ketika pohon terakhir telah rubuh

Dan ketika anak terakhir telah terkubur di lubang tambang

Apakah harus menunggu saat itu, hingga kita benar-benar menyadari bahwa Kalimantan akan menjadi provinsi paling mematikan?


Ditulis oleh  Eka Lestariya Ningsih, Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM KM Unmul 2019.



Kolom Komentar

Share this article