Opini

Bapak Republik Indonesia Yang Terlupa

Tan Malaka (Sumber foto: dw.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


”Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah”.

Momentum yang dilaksanakan setiap tahunnya, perayaan yang sudah menjadi habbit-nya Indonesia dalam merayakan Hari Pahlawan Nasional. Pemuda banyak memiliki power untuk menjadi warna dan pemuda adalah generasi penerus sekaligus pemersatu. Butuh paradigma yang moderat dalam membangun kebhinekaan. Terlepas dari itu dalam memanfaatkan momentum 10 November, hari ditetapkannya sebagai Hari Pahlawan Nasional. Begitu mengasyikkan ketika semuanya antusias dalam memanfaatkan momentum untuk merayakannya seolah telah menjadi manusia yang pancasilais tetapi hanya sebagai aktivis bingung eksis.

Begitu banyak pemuda yang melupakan segelintir pemuda yang revolusioner dan mati-matian memperjuangkan Indonesia hingga merdeka sepenuhnya. Sejauh mana kita memahami dari kisah para pahlawan yang barangkali asing bahkan tak dikenal akrab oleh telinga yang mengaku aktivis pembela rakyat.

Tan malaka

Salah satu nama yang hanya sekilas disebutkan dalam film Jendral Sudirman, tak banyak yang menyebutkan namanya. Bak figuran dalam sejarah. Kemudian ia diasosiasikan sebagai pemberontak dan gerakan radikal komunis tanpa pernah tahu apa latar belakang, perspektif, serta upaya-upaya menghalau imperialisme barat di Indonesia. Dalam sejarahnya, Tan Malaka memiliki kontribusi yang cukup besar dalam perjuangan bangsa. 

Prof M. Yamin menyebutnya sebagai “Bapak Republik Indonesia”.  Dalam karyanya yang berjudul Menuju Merdeka 100%, cita-cita Tan Malaka untuk mewujudkan Republik Indonesia yang terlahir dari revolusi, menurutnya segala bentuk kompromi dengan kaum kolonial Belanda adalah sebuah tindakan yang tak dapat ditolerir. Meski demikian, tak selamanya Tan Malaka meyetujui pergerakan radikal yang dilakukan tanpa perhitungan yang cermat. Dalam karyanya yang lain berjudul Aksi Massa, langkah radikal dalam memperebutkan kekuasaan bukanlah solusi terbaik. Agar sebuah pergerakan dapat mencapai tujuan. Tan Malaka menawarkan aksi massa sebagai solusinya. Karena aksi massa tidak mengenal fantasi kosong seorang tung putch atau seorang anarkis atau tindakan berani dari seorang pahlawan. Aksi-aksi massa dari orang banyak untuk memenuhi kehendak ekonomi dan politik mereka.

Imperialisme Belanda lebih tua dan lebih kuno dari pada imperialisme Inggris dan Amerika, dipisahkan oleh satu lembah yang tak dapat diseberangi dari jajahannya. Negeri Belanda, karena tidak mempunyai bahan-bahan untuk industrinya, dari dahulu hanya mengusahakan pertanian dan perdagangan. Pusat industri Belanda berada di Indonesia. Sedangkan pusat perdagangan dan keuangannya ada di negeri Belanda.

Cita-cita Tan Malaka yang mewujudkan republik dengan revolusi, pun beliau mengidamkan Indonesia merdeka 100 persen. Disebutkan pada saat pertemuan dengan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, dan KH Agus Salim, Tan Malaka hadir tanpa diundang berkata lantang, "Kepada kalian para sahabat, tahukah kalian kenapa aku tidak tertarik pada kemerdekaan yang kalian ciptakan. Aku merasa kemerdekaan itu tidak kalian rancang untuk kemaslahatan bersama. Kemerdekaan kalian atur oleh segelintir manusia, tidak menciptakan revolusi besar. Hari ini aku datang kepadamu wahai Sukarno sahabatku, harus aku katakan bahwa kita belum merdeka, karena merdeka adalah 100 persen. Hari ini aku melihat kemerdekaan hanyalah milik kaum elit yang mendadak bahagia menjadi borjuis, suka-cita menjadi abtenar, kemerdekaan hanyalah milik kalian, bukan milik rakyat. Kita mengalami hal yang salah mengenai makna merdeka, dan apabila kalian tidak segera memperbaikinya maka sampai kapan pun bangsa ini tidak akan pernah merdeka! Hanya para pemimpinnya yang akan mengalami kemerdekaan, karena hanya mereka adil makmur itu dirasakan. Dengarlah perlawananku ini, karena apabila kalian tetap bersikap seperti ini, maka inilah hari terakhir aku datang sebagai seorang sahabat dan saudara. Esok, adalah hari dimana aku akan menjelma menjadi seorang musuh kalian, karena aku akan tetap berjuang untuk merdeka 100 persen”.

Tan Malaka yang begitu merisaukan kondisi negara yang semakin menciutnya wilayah republik dengan berdirinya Negara Boneka bentukan Belanda. Sedangkan kaum kapitalis, kolonialis, dan imperialis berhasil mengacaukan perekonomian dan keuangan republik Indonesia. Ia tidak pernah mau berunding dengan lawan, ia menganggap berunding adalah sikap mengorbankan kedaulatan dan kemerdekaan rakyat.

Definisi merdeka zaman now telah terkikis dalam pengertian semu. Campur tangan pihak asing dan kepentingan pribadi telah mengalahkan semangat proklamasi. Dari segelintir kisah Tan Malaka semoga mampu menyadarkan kaum muda Indonesia bahwa Indonesia belumlah meredeka sepenuhnya. Butuh korelasi yang saling bekolaborasi dalam mewujudkan cita-cita merdeka 100 persen.

Ditulis oleh Jumarni, mahasiswi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Unmul 2015



Kolom Komentar

Share this article