Opini

Bagaimana Progresifitas Pemuda dalam Mengobarkan Revolusi Pancasila Melalui Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila?

Monumen Pancasila Sakti. (Sumber foto: Babatpost.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Dunia mengalami perkembangan begitu cepat, tanpa diimbangi dengan kemampuan manusia untuk beradaptasi. Hal demikian di satu sisi mengindikasikan suatu kemajuan, namun di sisi lain menimbulkan kerentanan bagi suatu bangsa. Kerentanan yang terjadi karena ketidakmampuan untuk mengendalikan perubahan sehingga menggerus apa yang menjadi inti karakter dan identitas bangsa Indonesia. Karakter dan identitas bangsa Indonesia adalah Pancasila.

Perkembangan dunia yang begitu cepat (suka tidak suka, mau tidak mau) telah menggerus nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yang dimaksud, baik itu nilai religiusitas yang menekankan etika dan moral dalam kehidupan mendapatkan suatu ancaman dari kebebasan tanpa batas yang semakin dominan dan eksesif. Begitupun dengan nilai kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan kegotongroyongan yang sedang menghadapi tantangan dari nilai-nilai baru, seperti individualis, konsumeris, asosial, dan sebagainya.

Pemuda hari ini yang umumnya sebagai generasi milenial secara tidak sadar teralienasi dari nilai-nilai Pancasila. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan secara utuh mengenai nilai-nilai Pancasila dan bagaimana harus merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, menjadi tanggungjawab negara akan generasi penerus bangsa yang sudah mulai kehilangan arah pandang, keliru dalam berpikir, dan salah dalam bertindak.

Negara Indonesia belum memiliki suatu instrumen sosialisasi dan internalisasi Pancasila yang baik kepada pemuda. Pada saat yang bersamaan pula generasi pemuda ini terpapar dengan nilai-nilai asing melalui media internet dan media sosial lainnya, yang notabene lebih menarik dan atraktif, dan sebagiannya tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Tendensi pemuda hari ini tidak bisa dilepaskan dari hal-hal yang bersifat instan, jalan pintas, mencari kemudahan, kesenangan, sehingga rentan sekali untuk terjerumus ke dalam paham-paham baru (liberalisme, kapitalisme, sekularisme, radikalisme) yang lebih seksi dan atraktif. Hal ini jika tidak dipandang sebagai suatu masalah yang krusial di negara Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan ideologi Pancasila lambat laun mulai terkikis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan itu negara akan kehilangan rohnya.

Apabila Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa mulai luntur, ini mengindikasikan bahwa negara Indonesia sedang sakit. Kondisi ini menunjukan negara Indonesia gagal. Negara gagal di sini tidak harus secara struktural negara itu bubar, akan tetapi negara gagal dipandang dari segi kualitas, yaitu sebagai negara yang tidak punya roh, karena kepribadiannya secara perlahan tergerogoti..

Tahun ini merupakan tahun politik, di mana secara lebih luas dalam masyarakat, harus ada institusi-institusi untuk lebih merekatkan persaudaraan antar rakyat khususnya di desa-desa, sebab akibat kegiatan Pilkada ini, tampak gejala retakan dalam persaudaraan antar masyarakat di daerah-daerah. Suasana persaingan yang mengarah pada pertarungan kekuasaan dengan melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat, ternyata menimbulkan perpecahan dalam tubuh masyarakat.

Masyarakat terus-menerus dipengaruhi oleh kehidupan politik yang demi pencapaian kemenangan tanpa mempertimbangkan lagi akibat-akibat bisa terjadinya perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, kita sebagai pemuda harus menghidupkan institusi yang memperbanyak komunikasi, salah satunya misalnya institusi yang lebih banyak bersifat kebudayaan. Misalnya saja di pulau Jawa, ada pertunjukkan wayang kulit, masyarakat seakan mempersatukan diri dalam ‘kenikamatan’ budaya. Mereka tidak ingat lagi perbedaan karena ‘politicking’ berkadar tinggi yang melanda kehidupan mereka sehari-hari.

Dihadapkan dengan kemungkinan-kemungkinan terjadinya malapetaka baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang telah berkali-kali kita alami dalam sejarah Indonesia modern, untuk kesekian kalinya kita berpaling kembali kepada nilai-nilai yang telah kita miliki dalam Pancasila. Tentu hal ini bukan sekedar retorika, apalagi sekedar klise. 

Bagaimanapun tantangan yang kita hadapi saat ini, yang berasal dari luar yang timbul karena persaingan global dewasa ini, harus bersandarkan kepada suatu dasar yang kepadanya bersandar gagasan politik, gagasan hukum, gagasan ekonomi, sosial, pertahanan keamanan. Artinya, bahwa ada kebutuhan terhadap satu ideologi. Dan ideologi satu-satunya yang kita miliki adalah Pancasila. Terlepas dari belum tercapai kepuasan sepenuhnya atau sikap skeptis yang mungkin saja ada terhadap Pancasila, tidak mungkin kita menyusun kembali suatu ideologi baru.

Zaman boleh berubah tetapi nilai-nilai Pancasila baik itu nilai religiusitas, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, keadilan, tradisi gotong-royong, semangat kekeluargaan, tenggang rasa, dan sebagainya harus tetap relevan dan tumbuh sebagai karakter dan kepribadian bangsa Indonesia. Tentu upaya ini perlu mendapat tindakan kreatif-atraktif agar tertanam efektif pada semua stakeholder bangsa Indonesia, khususnya pemuda.

Pemuda Indonesia pernah besumpah kepada negara Indonesia akan bersatu dalam tumpah darah bangsa dan bahasa. Zaman boleh saja berganti, akan tetapi janji pemuda kepada negara Indonesia harus selalu menuntut bukti dan memastikan sumpah pemuda tetap relevan hingga saat ini. 

Indonesia adalah keberagaman, Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang seharusnya saling menguatkan dan saling koheren dengan peradaban bangsa. Peran pemuda dengan semangat gotong-royong harus merawat keberagaman dan merevitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam lajunya perkembangan dunia. Nilai-nilai Pancasila harus dipahami secara utuh dan direalisasikan dalam segala bentuk aktivitas baik pemuda secara umum, maupun mahasiswa hari ini baik dalam lingkup akademik maupun non akademik. Misalnya, melalui diskusi tentang tindak lanjut dari nilai-nilai Pancasila di lingkup pemuda, mahasiswa maupun juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila di lingkungan masyarakat.

Suatu hal yang menyedihkan jika pemuda hari ini bersikap acuh tak acuh dan bahkan ikut mempertajam perpecahan, aktif menyebarkan ujaran kebencian, hanyut dalam hoax dan larut dalam propaganda politik murahan. Masa depan bangsa adalah milik kita para pemuda, jangan sampai hari ini kita pemuda hanya berpangku tangan dan menitipkan nasib bangsa Indonesia yang mulai terkikis nilai-nilai Pancasila, pada generasi tua. Jangan sampai pemuda terprovokasi dengan para berhala yang sedang sibuk berebut kuasa. Pemuda harus hadir dengan semangat revolusionernya dengan mengobarkan revolusi Pancasila melalui revitalisasi nilai-nilai. Pemuda harus menjadi pembawa damai bagi rakyat yang gelisah, menjadi penentu ketika solusi terhadap perpecahan dan konflik SARA hari ini terlihat buntu.

Pengalaman ketertindasan, diskriminasi, dan eksploitasi memang pantas disesali dan dimusuhi. Namun, manusia tidaklah cukup sekadar untuk memerangi keburukan, melainkan menghadirkan kebaikan. Kebiasaan kita untuk mengutuk masa lalu dengan mengulanginya, bukan dengan melampauinya, sehingga membuat perilaku politik Indonesia tidak pernah melampaui fase kekanak-kanakannya. Untuk melampui masa lalu memerlukan konsepsi patriotisme yang lebih progresif. Patriotisme yang tidak cuma bersandar pada apa yang bisa dilawan, tetapi juga pada apa yang bisa ditawarkan. Program historisnya bukan hanya menjebol, melainkan juga membangun, memperbaiki keadaan negeri. Itulah tugas historis pemuda!

Ditulis oleh Febrianus Felis, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman



Kolom Komentar

Share this article