SKETSA – Adalah Sultan Loren Nana, sosok mantan pegawai Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Samarinda. Pria berusia 54 yang lahir di Wonomulyo, Sulawesi Barat itu mulai bekerja di sana sejak 1983.
Berbeda dengan sikap sejawatnya yang memilih bersikap tak acuh, Sultan mengaku sangat bersimpati dan peduli dengan permasalahan yang dihadapi kaum buruh. Hal itu juga yang membuatnya mengundurkan diri dari Disnakertrans pada 2003 padahal saat itu dia berstatus PNS golongan III.
Sepak terjang Sultan di ranah perjuangan kaum buruh dibuktikannya dengan bergabung bersama serikat buruh sejak 2001. Pada 2012, Ia pun diangkat sebagai sekretaris DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992.
“SBSI 1992 sendiri baru benar-benar aktif setahun kemudian," ucapnya.
Tak cuma itu, Sultan juga tercatat aktif menaungi LSM yang bergerak dalam Pemerhati Perkembangan Kalimantan Timur (MPP-KT). Ia dipercaya sebagai ketua harian.
Pada Senin (1/5) dini hari, para buruh yang tergabung dalam SBSI 1992 menggelar aksi di Taman Samarendah. Aksi tersebut bertepatan dengan hari buruh sedunia (May Day) dan menyuarakan lima tuntutan kepada pemerintah, yang utamanya menyangkut kesejahteraan buruh di provinsi Kaltim. Ketika itu, Sultan didapuk sebagai koordinator aksi.
Tuntutan yang disampaikan oleh SBSI 1992 adalah perbaikan kinerja Disnakertrans dalam menegakkan hukum ketenagakerjaan, penyesuaian upah tenaga honorer sesuai dengan Upah Minimum Provinsi/Kota (UMP/UMK), menghapuskan kerja paksa di perkebunan sawit, dan mencopot pejabat Disnakertrans yang tidak memiliki kompetensi.
Ia menekankan pentingnya serikat buruh dalam membela serta memperjuangkan hak-hak normatif buruh, seperti THR, hak lembur, hak beribadah, hak cuti (terutama cuti hamil), kesehatan kerja, dan kesejahteraan.
“Serikat buruh wajib memberikan advokasi dan pembelaan terhadap anggotanya sesuai perundang-undangan,” imbuhnya
Lebih lanjut, Sultan menjelaskan bahwa permasalahan yang dihadapi serikat buruh saat ini adalah sering terjadinya persinggungan dengan Disnakertrans yang dianggapnya hanya berpihak kepada pengusaha. Menurutnya, tugas Disnakertrans seharusnya adalah sebagai penengah dan fasilitator antara buruh dengan pengusaha.
Kemudian, Sultan juga mengritik para pejabat Disnakertrans yang ditudingnya tidak memiliki kompetensi. “Kepala Disnakertrans Kaltim dan Kota Samarinda tidak memiliki kompetensi di bidangnya. Ini fakta dan Pak Gubernur harus mencopot dan mengganti dengan yang lebih kompeten,” tuturnya.
Di samping itu, Sultan juga mengkritisi akademisi dari Unmul yang dipilih sebagai panitia pelaksana seleksi calon pejabat Disnakertrans. Menurutnya, panpel yang ditunjuk tidak memilih calon pejabat berdasarkan kompetensi yang mereka miliki melainkan asal-asalan.
“Ini sangat disayangkan, karena banyak prosedur yang harusnya dijalankan terabaikan oleh kepentingan politis,” ujarnya.
Ke depan, Sultan berharap Gubernur Kaltim dapat lebih memperhatikan dan mendengar suara serikat buruh serta duduk satu meja untuk mencari solusi yang dihadapi buruh di Kaltim. Ia juga berharap kinerja Disnakertrans dapat diperbaiki dan menjalankan tupoksinya sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang telah ditetapkan.
Sejatinya, perjuangan buruh adalah perjuangan kelas paling dominan. Oleh sebabnya, mahasiswa sebagai barisan massa rakyat mesti turun bersama berjuang bersama buruh. (pil/aml)