Sumber Gambar : Istimewa
SKETSA - “Kalau kita melakukan sesuatu dengan lebih, justru kita bisa bermanfaat untuk orang banyak. Kalau kita cuma mau menikmati hidup kita saja, maka yang menikmati ya kita sendiri. Sementara Allah memberi potensi yang sangat besar yang nantinya kita bisa menghasilkan sesuatu yang bisa dimanfaatkan untuk orang lain.”
Begitulah prinsip kebermanfaatan yang membawa Esti Handayani Hardi sampai di titik saat ini. Ia merupakan penyandang gelar profesor termuda di Universitas Mulawarman.
Dihubungi pada Selasa (24/11) melalui panggilan suara WhatsApp, perempuan berkacamata ini menyambut hangat awak Sketsa. Meski di tengah jadwalnya yang padat, ia menyempatkan diri untuk berbagi bersama kami.
Beranjak dari lulusan S1 di Budidaya Perairan Universitas Diponegoro pada tahun 1998-2002, ia melanjutkan pendidikan S2 di Ilmu Perairan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2002-2003 hingga mendapatkan gelar doktornya di IPB 2008-2010.
Esti mengaku bahwa kesuksesan yang telah diraihnya bukanlah hasil keringatnya sendiri, melainkan juga dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Mulai dari keluarganya, para mahasiswa hingga pihak fakultas yang selalu mendukung dalam bentuk fasilitas penelitian, atau fasilitas beberapa kegiatan yang menunjang.
Sejak dahulu, Esti dikenal sebagai pribadi yang mampu menghadapi masalahnya sendiri. Inilah hal yang menjadi panutan bagi banyak orang. Ia selalu bertukar pikiran dengan orang yang dianggap lebih senior dan bijaksana. Dengan menceritakan kendala dan masalah yang sedang dihadapi, kemudian mendapatkan masukan dari pengalaman-pengalaman mereka yang telah sukses terlebih dahulu.
Sebagai perempuan yang menjadi cerminan para mahasiswa, membentuk dirinya menjadi pribadi yang kuat. Baginya, tantangan sebesar apapun jangan sampai membuat diri merasa rendah. Esti mengatakan, janganlah mundur apapun kesulitan yang sedang dihadapi.
“Bagaimana bisa saya menasehati orang lain? Bagaimana saya memberikan contoh kepada orang lain kalau saya sendiri aja nggak kuat, kalau saya sendiri saja gampang nyerah,” ucapnya.
Kunci utama kekuatan Esti ialah kedua orang tuanya. Untuknya, doa orang tua adalah yang paling manjur. Setiap melakukan sesuatu, dirinya selalu mengawali dengan memberikan kabar walau hanya melalui telepon dan sekadar memohon doa serta meminta nasihat.
Menurutnya, ilmu bisa didapat dari mana saja termasuk orang di sekitar. Terkhusus dengan apa yang pernah ia dapatkan, yakni kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Seharusnya, hal ini dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai bentuk rasa syukur.
Esti meyakini bahwa setiap orang memiliki potensi, entah disadari atau tidak dan potensi itu harus terus digali serta dimanfaatkan. Ia percaya, Tuhan memberi manusia potensi luar biasa dengan keberadaan akal yang tak terbatas sehingga kita dapat diarahkan ke jalur yang diinginkan. Kehidupan yang hanya sekali, harusnya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebermanfaatan sekitar.
Kepada Sketsa, ia tak jarang geram dengan orang yang menganggap bahwa hidup hanya sekali justru harus digunakan untuk bersantai. Hidup harus bermanfaat dan orang lain harus memperoleh manfaatnya, bukan malah merugikan pihak lain.
“Jadi kita memang hidup harus simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan dalam hal positif. Bahwa keberadaan kita, ilmu yang dikasih ke kita itu jangan cuma mentok di saya tapi harus dibawa ke orang lain,” tegasnya.
Saat Esti diberikan amanah menjadi profesor di usia muda, ia merasa seharusnya bisa berbuat lebih banyak dengan ilmu yang dimiliki. Dirinya juga memiliki tekad untuk harus menghasilkan gebrakan-gebrakan inovatif yang bisa membantu nelayan, pembudi daya hingga masyarakat pesisir.
Penelitian dan Karya Esti
Dengan keyakinan yang selalu konsisten terhadap prinsip kebermanfaatan, hal ini membuatnya selalu melakukan segala sesuatu dari hal yang kecil secara berkala. Aktivitas rutin yang dilakukan tak lepas dari kegiatan utamanya sebagai seorang dosen, penelitian juga pengabdian kepada masyarakat. Dengan harapan, ilmu yang dimiliki juga bermanfaat untuk pengembangan di masyarakat dan penelitian.
Setelah mengunjungi hampir seluruh daerah di Kalimantan Timur, ia melihat secara langsung kondisi budidaya ikan di tanah Borneo. Esti merasa prihatin, karena belum ada obat yang dibuat khusus untuk perawatan ikan pada saat itu. Semua ikan diberi obat yang seharusnya untuk manusia. Ia merasa gelisah terkait masa depan budi daya ikan nantinya.
Berangkat dari hal itu, Esti yang berkonsentrasi di bidang kesehatan ikan memulai riset dan penelitiannya untuk meningkatkan budi daya ikan maupun udang dengan fokus pada penyediaan obat ikan pada tahun 2011-2012. Dimulai dengan beberapa proses yang panjang, hingga kemudian ramuannya paten dan dapat dimanfaatkan.
Dari beragam prestasi dan karya yang telah diciptakan, keberadaan obat ikan yang berhasil diproduksi tersebut merupakan pencapaiannya yang paling membanggakan. Saat ini, banyak orang yang tak lagi kebingungan terhadap permasalahan kesehatan ikan setelah mengenal produk garapannya.
Apalagi, hingga kini obat ikan alami yang teregistrasi belum ada di Indonesia. Hanya produk inilah satu-satunya obat ikan alami dengan berbagai tantangan yang cukup besar karena pengujiannya harus dilakukan di seluruh Indonesia.
Sebagai dosen, puncak kebanggaannya berada ketika mahasiswa yang ia didik mencapai beberapa prestasi. Seperti melanjutkan pendidikan ke jenjang magister atau mendapat beasiswa ke luar negeri dengan membawa hasil riset yang masih satu rumpun dengan riset yang Esti lakukan.
Ia pun menceritakan bagaimana tantangan yang harus dihadapi sejak awal melakukan riset. Kesulitan untuk meyakinkan orang lain bahwa apa yang dilakukannya adalah sesuatu hal yang besar atau berhasil.
Esti menyebut, sulit sekali untuk mendapatkan dukungan karena orang-orang belum melihat hasilnya. Ditambah, dirinya pada saat itu belum cukup dikenal. Pada saat itulah, dibutuhkan orang lain yang punya pengalaman lebih dan selalu menjalin relasi untuk menjangkau ruang yang lebih luas.
Dengan keberhasilannya, kini dirinya sering diminta untuk menjadi narasumber dan penasihat obat ikan alami serta ketua inkubator bisnis di masyarakat akuakultur Indonesia. Esti juga sedang mengembangkan obat ikan alami supaya tidak ada peristiwa impor lagi. Selain menunggu selesainya administrasi yang sedang diurus, obat tersebut sudah dipasarkan hampir di seluruh Indonesia dan sudah diakui oleh lembaga resmi.
Tak hanya menceritakan kisah perjalanannya, Esti juga membawa pesan besar untuk seluruh mahasiswa Unmul. Ia mengatakan, setiap peristiwa tidak ada yang kebetulan.
“Tapi, itu adalah sesuatu yang sudah didesain oleh Tuhan. Bahwa para mahasiswa akan membawa nama besar Unmul. Jangan takut bermimpi, suatu saat itu kalian akan menjadi orang yang besar. Menjadi orang yang sangat bermanfaat untuk orang lain,” pesan Esti.
Dengan menghargai orang lain, uang serta pekerjaan, seharusnya mahasiswa tidak malu untuk melakukan hal baru sebagai bekal utamanya. “Bukan fokus pada hal besar, tapi berani melakukan hal-hal kecil untuk menjadi suatu hal yang besar. Karena hal besar tidak langsung menjadi besar, tapi kita lakukan dari hal-hal kecil dan sederhana. Jadi menurut ibu, sekali lagi mahasiswa Unmul itu harus berani dan harus kuat karena nama baik Unmul ada di tangan-tangan mahasiswa,” tutupnya.(khn/fzn/len)