Polemik Kebun Raya Unmul dan Angan Wisata Alam Samarinda

Polemik Kebun Raya Unmul dan Angan Wisata Alam Samarinda

SKETSA - Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) sudah lama jadi pilihan objek wisata di Samarinda. Namun, terhitung sejak 1 Maret 2017 lalu KRUS telah dinyatakan ditutup untuk umum. Objek wisata yang terletak di Jalan Poros Samarinda-Bontang itu, ditutup dengan pelbagai pertimbangan.

Dimintai keterangan terkait tutupnya KRUS, Rudianto Amirta, Dekan Fakultas Kehutanan menjelaskan bahwa KRUS ditutup lantaran besar pasak dari pada tiang. "Belakangan biaya yang dikeluarkan dengan yang didapat dari kunjungan itu tidak lagi berimbang. Kami anggap sudah tidak menguntungkan wisatanya. Ya, sudah kita cut di sini," katanya kepada Sketsa.

Pengambilan keputusan tersebut juga dirasa sulit, apalagi Amirta menilai pengelolaan KRUS selama ini bermasalah. Bahwa, ada sebagian pekerja yang bermukim di KRUS. Adapun beberapa di antaranya membuat tempat pemancingan yang berada di dalam KRUS, lantas mengklaim menjadi hak milik pribadi dan tak berdampak pada pendapatan KRUS.

"Dengan berat hati fakultas mengakhiri kerja sama dengan sekian orang yang terlibat di dalam. Kemudian, memberi ruang untuk keluar dulu dari area di sana. Kami akan tata ulang. Orang yang kita libatkan juga orang baru. Kita seleksi dan buat perjanjian ulang," jelasnya.

Amirta telah mengeluarkan surat edaran kepada para pekerja untuk meninggalkan KRUS, mereka pun diberi tenggat waktu sekitar sebulan. “Dilematis juga. Ada yang mengandalkan hidupnya di situ. "Karena saya tidak ingin dibebani dengan status yang masih ada kendala di dalam (KRUS),"” akunya.

Melihat ketidakberesan dalam pengelolaan KRUS sebelumnya, Amirta akhirnya menunjuk beberapa orang yang memiliki komitmen untuk membenahi KRUS. Dulu ada 30 orang pengurus, namun menurutnya itu terlalu banyak. Pihaknya akan merinci ulang siapa dan berapa orang yang akan mengelola KRUS. Dosen Fahutan juga termasuk badan pengelola, yakni Ariyanto, ditengok Amirta sebagai sosok yang mampu memimpin dan membenahi KRUS.

"Mungkin dia (Ariyanto) juga yang akan saya tunjuk untuk pengelolaan lanjutannya. Karena, dia punya antusiasme yang besar. Dan dia buktikan, dia pimpin anak-anak (mahasiswa) ke situ (KRUS). Dia benahin satu-persatu," katanya.

Tak Sepakat Pembangunan Kaltim Park

Perihal rencana pembangunan Kaltim Park yang sempat digaungkan sejak 2013 lalu masih berupa angin lalu. Menurut Amirta, sejak awal Fahutan tak menyepakati jika KRUS akan berubah menjadi Kaltim Park. Namun, dilansir dari kaltim.prokal.co tahun lalu dekan sebelumnya, Abu Bakar Lahjie menyatakan bahwa Fahutan tetap mendukung pembangunan Kaltim Park meski mengakui rencana investasi jalan di tempat.

Perencanaan pun dulu telah masuk pada Detail Engineering Design (DED), namun mandek karena Pemerintah Daerah (Pemda) ternyata tak ada dana dan investor yang bermitra, yakni Jatim Park mesti mendanai penuh.

"Kan sudah enggak lanjutkan? Mitranya (Jatim Park) juga enggak bersedia," ucapnya.

Upaya Membawa Satwa Kembali

KRUS memiliki luas lahan 300 hektare, sedang 62 hektare yang dijadikan objek wisata akan diperbaiki dan memakan waktu. Lagipula, fungsi utama KRUS adalah hutan pendidikan dan penelitian, sehingga menurut Amirta tutupnya KRUS bukan masalah. Hanya saja ini jadi persoalan bagi Samarinda sebagai kota. KRUS telah lama digunakan sebagai objek wisata dan termasuk di antara yang sempat dibanggakan oleh warga kota. Pada masanya, pendapatan KRUS ini dihasilkan dari wisatawan yang berkunjung, melalui penjualan tiket juga penggunaan wahana yang tersedia.

Sayangnya, jumlah pengunjung terus berkurang tiap harinya. Terlihat sejak 2013 terjadi penurunan. Perlahan-lahan, banyak wahana di KRUS juga tak lagi beroperasi. Ditambah, kondisi kebun binatang mini yang sudah tak terawat dengan baik. Padahal kebun binatang itu jadi salah satu daya tarik bagi para pengunjung. Pada April 2015 sebagian satwa yang dilindungi pun diambil, kemudian dibawa ke Berau oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim. Mulai dari orang utan, beruang, uwa-uwa, dan lainnya yang juga termasuk satwa dilindungi.

Sebab, KRUS memang tak miliki izin konservasi, sehingga BKSDA harus mengambilnya untuk dilepas lagi ke alam. Peraturan itu memang baru diterapkan. Padahal, mulanya BKSDA yang menitipkan satwa tersebut ke KRUS karena merasa mereka tak cukup mampu menampung semua satwa.

"Dirawat (sama) kita, nambah terus jumlah (satwa)-nya," ucap Amirta.

Selelah izin diterima negara, KRUS tak cuma kawasan pendidikan dan penelitian, melainkan konservasi. Untuk itu, banyak mitra yang bisa diajak kerja sama nantinya. "Yang spesisifik ya, karantina dan klinik hewannya, kan sudah banyak. Sekarang izinnya dulu kita benahi," imbuhnya.

Jika berjalan baik, menurut Amirta KRUS akan kembali dibuka Mei nanti. Itu pun sembari dilakukan pembenahan. Mahasiswa dan dosen turut dikerahkan untuk pembenahan KRUS. (met/lel/jdj/wal)