Mahasiswa memang memegang peran penting dalam sejarah bangsa ini. Tidak sedikit gerakan perubahan yang dipelopori oleh para mahasiswa, salah satunya adalah gerakan yang terjadi pada 10 Januari 1966 yaitu aksi Tritura. Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat adalah sebuah demonstrasi besar yang diadakan oleh mahasiswa dari seluruh Indonesia yang dipelopori oleh KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Sesuai namanya, Tritura sendiri berisi tentang 3 tuntunan rakyat yaitu pembubaran PKI, pembersihan kabinet dari unsur G30S/PKI dan penurunan harga pangan.
Hal yang melatarbelakangi Tritura sendiri tidak lepas dari peristiwa G30S/PKI yang menewaskan jenderal besar Indonesia. Selain itu, harga pangan yang semakin tinggi pun semakin menambah keresahan masyarakat. Dengan kondisi yang seperti itu akhirnya para mahasiswa pun mendatangi DPR-GR dengan membawa 3 tuntutan itu. Namun tuntunan mereka mendapatkan respons 2 bulan kemudian tepatnya saat Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang berisi perintah kepada Mayor Jendral Soeharto untuk membubarkan PKI dan ormas-ormasnya.
Meski sudah 53 tahun berlalu sejak aksi Tritura terjadi, seharusnya semangat juang itu masih terpelihara sampai saat ini. Kenapa seharusnnya? Berkaca pada kenyaatan yang terjadi sekarang, para mahasiswa saat ini cenderung acuh tak acuh dengan keadaan bangsanya. Bahkan banyak dari mereka yang tidak mengenal sejarah bangsa mereka sendiri, contoh kecilnya saja mungkin mereka banyak yang tidak tahu tentang Tritura ini sendiri. Hal ini menunjukan rendahnya rasa ingin tahu terhadap sejarah perjuangan bangsanya sendiri.
Di masa globalisasi seperti sekarang ini, dimana informasi bisa beredar dengan cepat dan kebebasan berpendapat pun sudah dijamin dalam UUD pasal 28E ayat (3), seharusnya para mahasiswa bisa lebih kritis dan bisa lebih pro aktif dalam mengemukakan pendapatnya untuk kebaikan bangsa ini. Toh tinggal mengetik saja di keypad tanpa harus repot repot berorasi seperti zaman dahulu.
Namun kenyataannya, malah banyak mahasiswa yang masih tidak mau tahu dan tidak mau peduli tentang kondisi bangsanya sendiri. Mereka lebih tertarik untuk melihat gosip artis terkini dibandingkan berita. “Tidak mau repot dan tidak mau dibilang sok tahu” mungkin itu adalah gambaran singkat mengapa banyak mahasiswa tidak mau tahu tentang kondisi bangsanya saat ini. Banyak juga yang beranggapan berbicara santai dengan topik kondisi bangsa sendiri adalah hal yang tabu dan hanya dilakukan oleh orang dewasa bukan anak muda seperti mereka.
Mahasiswa zaman sekarang juga masih mudah diadu domba oleh pihak ketiga. Hal ini menyebabkan banyaknya pertikaian yang terjadi di kalangan mahasiswa, lihat saja di media sosial banyak dari oknum-oknum yang bertikai merupakan para mahasiswa. Apalagi di menjelang pemilu sekarang ini, di mana informasi bisa beredar dengan cepat dan luas tanpa ada saringan sehingga memunculkan banyak berita hoaks yang bisa memecah belah bangsa. Seharusnya kita bersatu padu untuk membuat gerakan perubahan untuk bangsa ini tapi malah kita sendiri yang terpecah belah.
Pergerakan mahasiswa milenial kini sangat kurang, bahkan bisa dibilang mati. Berbeda dengan zaman dahulu di mana mahasiswa sangat vokal dalam menyerukan aspirasi bangsa. Padahal saat itu kebebasan berpendapat masih sangat diatur, mahasiswa zaman sekarang malah cenderung tidak peduli. Padahal kita sebagai generasi muda lah yang menjadi penentu masa depan bangsa ini. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?
Ditulis oleh Andi Rizky Amalia Syahrir, mahasiswa Kedokteran, FK 2018.