
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Hidup adalah sebuah proses yang dimulai sejak insan dilahirkan, dan akan berakhir sewaktu meninggal dunia. Dimulai dari kualitas penghayatan individu terhadap seberapa mampu ia mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi juga kapasitas yang dimilikinya. Dilema kehidupan akan dirasakan mulai dari rasa kebahagiaan hingga sampai penderitaan.
Selain tuntutan kehidupan yang menyelaraskan realita, namun dengan seiring waktu hal yang membersamai dengan situasi kehidupan yakni terlampirnya naungan dalam insan keabadian, yang berkesinambungan dengan waktu pada fatamorgana.
Apabila seseorang berhasil menemukan makna hidup maka kehidupan ini akan dirasakan sangat berarti. Berliana, seorang penyair ternama, mempunyai seorang sahabat yang setia. Namanya Garbel. Biasanya setiap pagi Garbel mendengarkan kisah-kisah curahan hati dari Berliana.
Suatu hari, Berliana baru saja menyelesaikan karya puisinya yang sangat indah. Puisi tentang seorang wanita yang sedang menjalani dan menyelesaikan kisah pilu hidupnya. Siapa pun yang membaca puisi itu pasti merasa tersentuh. Wanita itu sangat ikhlas dengan semua kejadian dan permasalahan dalam dekapan kasih seorang anak yang memperjuangkan haknya terhadap elemen kehidupan.
“Garbel, coba ke sini dan lihat puisiku!” kata Berliana dengan bangga.
“Luar biasa, Bel, sangat indah! Pasti laku dengan harga mahal,” ujar Garbel.
Kemudian Garbel kembali ke gubuk menyiapkan makanan dan minuman. Sementara itu, Berliana maju untuk membaca puisinya lagi. Oh, semakin dekat jaraknya, puisi itu semakin indah terlihat.
Berliana maju beberapa langkah lagi dan membaca puisinya kembali. Rupanya ia tak sadar bahwa ia tepat berada di tepi danau.
Sementara itu, Garbel melihat Sahabatnya yang sudah berada di tepi danau. Alangkah berbahayanya. Bila Berliana maju selangkah lagi, pasti ia terjatuh ke dalam danau. Garbel mendekati naskah puisi dan mengangkat naskah itu dari tempatnya.
Berliana berlari ke dekat pohon dan berkata dengan marah, “Apa-apaan kamu ini, Bel. Berani-beraninya kamu mau merusak puisiku, atau mau mencurinya?!”
“Maaf, Bel, maksud saya…!” jawab Garbel.
Namun, Berliana tidak mau mendengar penjelasan Garbel.
“Pergi kau dari sini. Aku tidak memerlukan sahabat yang kurang ajar!” seru Berliana dengan wajah merah padam.
Terpaksa Garbel pergi. Berliana pun membereskan alat-alatnya dan membawa perlengkapannya pulang. Uuuh, rupanya berat juga.
Esok paginya Berliana membawa lagi naskah puisinya ke sekitar danau. Karena belum puas membaca, hari ini ia akan membaca sepuas-puasnya tanpa diganggu oleh Garbel.
Mula-mula Berliana memandang puisinya dari dekat, kemudian ia memperpanjang jaraknya. Akhirnya ia sudah mendekati tepi danau. Ia tak tahu di balik pohon besar ada sepasang mata mengawasinya.
“Karya hebat. Aku sendiri pun hampir meneteskan air mata membaca puisi itu. Orang akan tergugah untuk mensyukuri kehidupan. Dan mereka akan berpikir bahwa sebuah ujian adalah bentuk kasih sayang yang amat penting dan berharga!” pikir Berliana. Tanpa sadar Berliana maju lagi dan… oooh… ia terperosok ke dalam danau.
“Tolooong… tolooong!” jerit Berliana dengan panik. Ia sadar bahwa dirinya akan tenggelam ke dalam danau dan maut akan segera menjemputnya. Saat itulah Garbel muncul sambil membawa tambang. Ia sudah mengikatkan tambang di sebuah pohon besar dekat danau.
“Pegang tambang ini, Bel!” kata Garbel sambil mengulurkan tambang. Lalu Garbel cepat-cepat menarik tambang sekuat tenaga, menarik Berliana dari danau. Keringat bercucuran di wajah Garbel, namun akhirnya ia berhasil menyeret sahabatnya keluar dari danau. Begitu tiba di rerumputan, Berliana pingsan.
Ketika sadar, ia sudah berada di rumahnya dalam keadaan bersih, Garbel sudah mengurus segala sesuatunya dengan baik.
“Terima kasih, Garbel, kamu menyelamatkan nyawaku!” kata Berliana.
“Maafkan aku!”
“Tidak apa-apa, Bel. Saya senang kamu selamat. Saya membawa naskah kamu kemarin karena aku ingin menarik perhatianmu. Kamu sudah berada di tepi danau waktu itu. Saya khawatir kamu akan jatuh. Tadi aku berjaga-jaga dan menyiapkan tambang karena aku khawatir kamu asyik membaca puisi dan terperosok ke dalam danau!” kata Garbel.
Garbel, sahabat setia mendapat hadiah dan kembali bercengkerama bersama sahabatnya. Kasih sayang seorang wanita pada pilihan hidupnya, anak pada takdirnya, kasih sayang seorang penyair pada sahabatnya membuat Berliana makin menyadari arti kasih sayang. Dan sebagai rasa syukur, Berliana memberikan hasil penjualan naskah puisi itu pada panti asuhan.
Cerpen ini ditulis oleh Anisa Nuraini, mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmul 2023