SKETSA – Ketua tim penyusun Statuta Unmul sekaligus Wakil Rektor II Bidang Umum, Sumber Daya Manusia, dan Keuangan Abdunnur turut memberikan klarifikasi perihal rapat di Balikpapan. Ditemui Sketsa pada Kamis (15/3) lalu, ia menyebut bahwa pertemuan itu adalah workshop bimbingan teknis tentang Statuta yang diselenggarakan Biro Hukum Kemenristekdikti.
“Kita (Unmul) yang diundang, bukan pelaksananya,” ungkapnya.
Dirinya juga mengungkapkan, bahwa awalnya Biro Hukum Kemenristekdikti hanya mengundang empat orang saja. Empat orang yang dimaksud ialah rektor, sekretaris senat, ketua komisi organisasi, dan ketua tim Statuta.
“Tetapi rektor berupaya dan meminta dan saya berusaha bicara kepada Biro Hukum untuk mengundang lebih banyak. Akhirnya hadir Dewan Pengawas, Dewan Pertimbangan, dan beberapa dekan,” jelasnya.
Kedaluwarsanya Statuta Unmul
Mengenai kedaluwarsanya Statuta Unmul sejak tahun 2004 silam, Biro Hukum Kemenristekdikti mengambil inisiatif bahasan, dan meminta agar hal ini segera ditindaklanjuti. Pertemuan di Balikpapan tempo hari adalah tahap keempat dari sembilan tahap yang harus dilalui sesuai dengan arahan Permendikbud Nomor 139 Tahun 2014.
Sejak 2015 sampai sekarang, perjalanan Unmul dalam memperbaharui Statuta baru sampai pada tahap keempat. Artinya berdasarkan aturan di atas, masih ada lima tahap lagi yang–bukan harus lagi, tapi–wajib ditempuh Unmul sebelum menteri terkait membubuhkan tanda tangan dan Statuta baru bisa dipakai kelak.
”Ada sembilan tahap, dan kemarin (di Balikpapan itu) sudah sampai tahap ke empat, jadi masih pertengahan. Setelah dari Biro Hukum, kemudian asistensi, dan selanjutnya adalah review. Namun, semua aturan yang kita sampaikan mungkin tidak sesuai dengan aturan menteri, sehingga diberikan masukan-masukan, dan akhirnya dikoreksi,” sebutnya.
Dirinya juga menjelaskan, bahwa dokumen yang diajukan Unmul hasil garapan tim penyusun Statuta tersebut tidak langsung disetujui. Bahkan dokumen dari tim penyusun Statuta tersebut mendapatkan revisi yang cukup banyak dari Biro Hukum Kemenristekdikti, termasuk yang direvisi adalah keterlibatan ‘guru besar’ yang saat ini ramai dipersoalkan.
“Sebetulnya, dari dokumen Statuta yang kita (Unmul) ajukan itu, 70 persen direvisi oleh Biro Hukum. Direvisi karena tidak sesuai (antara PP) dengan (Statuta) yang kita usulkan, termasuk soal keterlibatan guru besar (secara otomatis). Itu karena adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2014,” terangnya.
Pasca workshop tersebut, masih ada lima tahap ke depan yang akan dijalankan sesuai Permendikbud Nomor 139 Tahun 2014. Termasuk salah satu dari lima tahap yang akan dijalankan tersebut adalah pembahasan draf Statuta bersama seluruh keanggotaan besar, termasuk 52 guru besar di Unmul.
Lalu, tidak lantas setelah Statuta ini rampung otomatis dapat digunakan. Hal itu mengingat adanya jeda waktu enam bulan sebelum Statuta dapat digunakan sesuai aturan yang berlaku.
Korelasi Statuta dengan Pilrek
Abdunnur menegaskan, bahwa pembahasan mengenai kedaluwarsanya Statuta tidak ada kaitannya dengan pemilihan rektor (Pilrek) yang akan diselenggarakan medio 2018 mendatang. Untuk Statuta itu sendiri harus melewati finalisasi di sidang pleno terlebih dahulu, sebelum kelak mendapat persetujuan oleh kementerian.
“Kementerian tidak akan mengesahkan (Statuta) kalau tidak ada kesepakatan di pleno,” ujarnya. “Di beberapa universitas di Indonesia juga banyak yang belum, namun Unmul adalah yang terparah, karena sudah kedaluwarsa selama 14 tahun.”
Ia juga mengungkapkan keinginannya untuk memperbaharui Statuta Unmul yang telah dianggap ‘mati’ sebanyak tiga kali.
“Kami memikirkan Unmul ke depannya. Jadi, mau siapapun nanti rektornya ke depan, ini (Statuta) sudah ada. Ada output produk yang dihasilkan di penghujung kami menjabat, itu saja sebetulnya. Kalau ini tidak ada, berarti kami sama saja dengan yang lalu,” tegasnya.
Mengenai pilrek yang juga disinggung-singgung baik di media cetak maupun elektronik, dirinya mencoba memberikan pemahaman atas hal tersebut.
“Selama ini kita tidak merespons, karena media komunikasi kami ada di senat. Apa pun yang kita sampaikan, media pasti menjadikan sesuatu menjadi menarik. Namun yang disayangkan adalah ketika publik tidak paham. Masyarakat bisa saja menilai bahwa ‘ada perang guru besar di Unmul’, namun tidak melihat substansinya,” katanya.
Ia menambahkan, bahwa sebelumnya rektor juga meminta masukan untuk meluruskan berita tersebut, dan setelah dirundingkan, akan diterbitkan press release yang akan dibuat oleh Bohari Yusuf, Wakil Rektor IV bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat. Hal ini tidak bertujuan untuk mendapat dukungan, namun agar publik mengetahui prosedur yang rektor lakukan.
“Di luar masyarakat sudah menilai, sehingga harus ada klarifikasi untuk meluruskan,” tutupnya. (len/dan/pil/asr/gie/ycp/adl)