
Sumber Gambar: Ai Nasyrah Nurdea
SKETSA - Kucing merupakan makhluk menggemaskan yang banyak disukai orang. Meskipun banyak disukai, sebagian orang merasa kucing liar merupakan hama. Hal ini terjadi lantaran Anak Bulu (Anabul) yang tidak berkepemilikan kerap kali bertingkah dengan membuang kotoran sembarangan, hingga menularkan penyakit.
Mengutip dari jurnal berjudul “Manajemen Populasi Kucing Liar Melalui Collaborative Filtering untuk Kesehatan dan Ekosistem Lokal” yang diterbitkan pada 2024, Muhammad Taufiq Hidayat dan Supriyono menyebut populasi kucing liar di perkotaan terus meningkat.
Data pemelihara kucing menyentuh angka hingga 47 persen. Akan tetapi, angka tersebut dibarengi dengan ketelantaran tinggi dan kepedulian yang rendah. Dilansir dari Mojok.co, hewan apapun yang mengalami over populasi merupakan hama.
Sedangkan dalam Indonesiana.id, populasi kucing di Indonesia mencapai 15 juta ekor dan menduduki peringkat kedua dengan jumlah populasi kucing liar terbanyak.
Kucing liar dijumpai di berbagai tempat, termasuk perguruan tinggi. Mahasiswa Unmul kerap kali menjumpai kucing liar di area kampus. Alipf Laila, mahasiswa Sastra Indonesia 2022 membenarkan hal tersebut.
Alipf sapaannya, mengaku sering melihat kucing-kucing liar di area fakultas dan di jalan sekitar kampus. Meski begitu, berjumpa dengan kucing liar tidak membuatnya terganggu.
“Aku sendiri suka kucing dan tidak menganggap kucing sebagai hama. Cuma kalau terkait menyadari lingkungan, perspektif orang berbeda-beda,” ujarnya pada awak Sketsa, Senin (3/2) lalu.
Ia melanjutkan, dari segi lingkup pendidikan tidak sempat mengurusi kucing-kucing liar yang hampir ada di setiap fakultas. Kendati begitu, ia merasa tetap perlu memperhatikan perkembangbiakan anabul dengan memberi makan.
Selain itu, sejauh yang ia amati di lingkungan fakultasnya, FIB Unmul bersih dari kotoran kucing liar dan mahasiswa juga kerap menyapa bahkan memberi nama kucing-kucing liar yang datang.
“Di sini juga kucing-kucing berotasi, jadi kucing di sini bukan satu kucing yang ada dari kecil sampai besar, tapi akan berganti,” tambahnya.
Sependapat dengan Alipf, mahasiswa program studi Teknik Kimia FT 2022 Almo Arifky juga sering mendapati kucing liar di Laboratorium Teknik Kimia. Ia merasa tidak terganggu sebab kucing liar merupakan makhluk hidup yang berdampingan dengan manusia.
“Bahkan ada yang rela beliin makanan kucing,” ungkapnya pada Senin (3/2) lalu.
Mengenai sebagian orang yang merasa kucing liar sebagai hama, Almo berpendapat, selama tidak mengganggu maka kucing liar bukan merupakan hama.
“Kalau kucingnya nakal saya bilang kucing hama sih,” pungkasnya. (mlt/ner)