SKETSA – 54 tahun yang lalu, Soekarno menetapkan 21 April sebagai hari untuk memperingati perjuangan sosok Raden Ajeng Kartini. Sejak saat itu juga, setiap tahun selalu ada bentuk perayaan untuk mengenang Kartini. Namun pernahkah terbesit di pikiran kita, mengapa hanya Kartini yang dikenal sebagai pahlawan Indonesia yang identik dengan emansipasi terhadap kaum perempuan? Padahal ada banyak daftar nama pejuang emansipasi untuk perempuan lainnya. Sebut saja Dewi Sartika, dan Nyi Siti Walidah Ahmad Dahlan.
Haris Retno Susmiyati, salah satu dosen di Fakultas Hukum (FH) mengatakan ada beberapa hal yang menurutnya menjadi alasan Kartini ditetapkan sebagai tokoh emansipasi pada 2 Mei 1964.
Menurutnya, salah satunya dilatarbelakangi pemikiran dan perjuangan Kartini terhadap kaum perempuan. Dengan penanya, Kartini menggambarkan penderitaan perempuan di Jawa dan menggagas pembebasan untuk kaum perempuan.
“Kartini merupakan sosok perempuan yang berani. Berani berbeda untuk sesuatu yang diyakini. Dia keturunan ningrat dan memiliki jaringan politik yang luar biasa. Ia juga bersahabat dengan orang-orang penting di Belanda,” ujarnya pada Senin (23/4) lalu.
Tidak hanya itu, Retno juga mengungkapkan nilai lebih lainnya yang dimiliki sosok Kartini, yakni memiliki pemikiran yang melampaui zamannya. Wawasan dan pikirannya terbuka, tidak terpaku pada masanya saja, ia ikut memikirkan masa depan perempuan di Indonesia.
Kartini juga memotivasi serta menginspirasi perempuan untuk kritis terhadap hal-hal yang di sekitarnya. Ia juga giat menggencarkan bahwa perempuan harus mendapatkan pendidikan yang tinggi, karena baginya anak yang berkualitas dihasilkan oleh perempuan yang cerdas. Tak dapat dimungkiri, lepasnya belenggu yang berujung pada kebebasan perempuan termasuk dalam menerima pendidikan saat ini adalah salah satu hasil perjuangan Kartini.
Sudah sepatutnya gagasan yang lahir dari pemikiran Kartini dijadikan rujukan bagi perempuan Indonesia masa kini dalam bersikap dan meletakkan konsep emansipasi perempuan pada kedudukan yang sebenarnya.
“Masa muda hanya sekali. Perempuan harus menggunakan waktu muda untuk meningkatkan kapasitas diri agar tidak akan bisa dilecehkan atau dipandang rendah,” pungkas Retno.(epl/ysm/nul/mrf/adl)